Mendaki ke gunung Semeru saya
jalani sekitar bulan Mei 2013 kemarin. Awalnya ini adalah rencana
perjalanan dari grup traveller di kantor saya. Ternyata peminatnya
membludak (termasuk saya). Lebih dari 30an orang. Dan tanpa bermaksud
apa apa, banyak juga yang belum pernah naik gunung (pengalaman saya naik
gunung juga tidak banyak sih..). Dalam hati saya bertanya, apakah
perjalanan serombongan besar ini bisa berjalan sukses? Yah, katanya
banyak yang ingin naik gunung Semeru setelah menonton film 5 cm. Katanya
pemandangan alam di film 5cm menakjubkan. Saya sendiri nonton film 5cm
nya setelah naik gunung semeru, dan untunglah demikian sehingga saya
sudah mengetahui dulu kondisi nyata Semeru dibanding dengan banyaknya
trik trik kamera dalam film tersebut. Karena topik
ini bukan resensi film, maka kita kembali ke topik perjalanan.
hehehe....
Kawasan
Gunung Semeru adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Untuk mendaki gunung ini, harus mendaftar terlebih dahulu. Pendaftaran
dilakukan melalui webnya di www.bromotenggersemeru.com.
Segala syarat syaratnya juga tertera disana. Tiket masuk adalah 10 ribu
rupiah per orang dimana terdiri atas rp.2500 untuk biaya tiket masuk,
2500 untuk asuransi, dan 5000 untuk biaya membawa kamera (termasuk
kamera handphone).
Perjalanan ini dimulai hari selasa malam dari jakarta dan kembali sabtu malam di jakarta.
Hari
Selasa malam, kami beramai ramai naik kereta eksekutif gajayana dari
stasiun gambir menuju malang. Tiketku harganya Rp.420 ribu. Buset dah..
mahalnyoo... Padahal tiket pulangku sabtu malam dari surabaya dengan
citilink harganya Rp. 370 ribu sajo... Pelayanan kereta api memuaskan. Namanya juga kereta eksekutif.
Reformasi KAI yang dilakukan dirut KAI Pak Ignasius Jonan sepertinya
berhasil. Namun harga makanan di kereta agak mahal, mirip mirip harga
makanan di pesawat. hehehe...
Akhirnya
sampai di Stasiun malang sekitar jam 9 pagi. Cuaca tidak terlalu cerah
tapi juga tidak mendung. Lebih tepatnya berawan. Sudah ada yang
menyiapkan empat buah angkutan umum kosong untuk rombongan besar ini.
Dari sini kami menuju Tumpang di kabupaten Malang untuk mempersiapkan
segala hal dan juga makan siang. Di Tumpang ini juga kami akan mulai
perjalanan menuju Desa Ranu Pani menggunakan Jeep. Sepertinya semua
sudah disiapkan oleh Ketua rombongan kami. Kami bisa berkemas, makan,
dan bersantai sejenak di salah satu rumah di desa Tumpang. Pemilik rumah
ini sekaligus sebagai pemilik Jeep yang akan mengantar kami.
Perjalanan
dari Tumpang menuju desa Ranu Pani memakan waktu hampir dua jam. Bukan
karena jauhnya. tapi karena tracknya yang terus menaik dan menaik,
tikungannya juga tajam dan beberapa kondisi jalan yang kurang baik.
Namun pada saat kami melalui jalan tersebut, proses pengaspalan jalan
sedang berlangsung di beberapa lokasi. Di tengah perjalanan, kami
berhenti sebentar di pertigaan jalan menuju ke Bromo. Yah, kita bisa
menuju Bromo melalui jalanan yang terus menurun menuju padang rumput
Bromo yang terlihat jauh di bawah sana. Pemandangannya sangat indah...
biar foto yang berbicara :) mirip seperti di film 5cm lah...
Sampai di
Ranu Pani (ketinggian 2.200 m), kami kembali berkemas. Inilah kalo
rombongan besar, berkemas dan mengkoordinir semuanya memakan waktu lama.
Sekalian juga berkoordinasi dengan para porter. ya, kami membawa porter
sekalian juga mereka yang masak. Jadi di tas cukup membawa kebutuhan
pribadi dan air minum saja.
Akhirnya
perjalanan dimulai sekitar jam 2 sore setelah sebelumnya diawali dengan
doa yang khusuk. Saya memang lebih khusuk berdoa bila dalam perjalanan
hiking, diving, atau perjalanan ke daerah daerah wisata. Padahal kalo
doa syafaat di gereja kadang saya malah melamun. Maafkan saya ya Bapak
dan Ibu Pendeta... :) Aura keindahan dan misteri alam membuat saya
terasa dekat dengan Tuhan Sang Pencipta...
Di
desa Ranu Pani terdapat sebuah danau kecil yang bernama Ranu Pani.
Kecil kecil gitu sudah makan korban juga. Ceritanya, pernah seorang anak
tenggelam dan sampai sekarang jasadnya tidak diketemukan. Setelah
menjalani jalanan beraspal mungkin sekitar 1 km, mulai masuk ke area
hutan. Perjalanan ini normalnya sekitar 4 jam-an. Kita akan melalui 4
pos peristirahatan. Ketika kami melintas, hanya pos 3 yang atapnya
rubuh, selainnya, masih utuh dalam kondisi baik. Dari awal pintu gerbang
ke pos1 akan memakan waktu hampir 1 jam, dari pos 1 ke pos 2 sekitar 45
menit, dari pos 2 ke pos 3 inilah jarak yang paling jauh, mungkin
memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit, dari pos 3 ke pos 4 tidak sampai
satu jam, sebelum sampai pos 4, kita sudah bisa melihat keindahan Ranu
Kumbolo dari kejauhan di bawah sana, dari pos 4 ke tepi Ranu Kumbolo
tempat mendirikan tenda, juga tidak sampai satu jam. Kita juga sesaat
akan menyusuri tepian danau. Bila sudah tiba di lokasi tenda (disitu
juga terdapat bangunan permanen dari batu), akan terlihat sebagian rute
perjalanan kita yang berada di punggung bukit.
Awalnya
kami membagi rombongan kami ke dalam 4 kelompok. Tapi yah itulah.... ga
jelas bagaimana formasinya, akhirnya rombongan terpecah belah. Ada yang
sedikit sedikit capek, ngeluh, kram dan sejenisnya. Saya yang awalnya
pingin agak cepat jadinya harus lebih sabar mendampingi beberapa teman
teman. Efek positifnya adalah banyak istirahat membuat kami lebih banyak
ngobrol dan saling mengenal, karena sebelumnya kami bahkan belum saling
mengenal walau satu kantor (maklum pegawai kantornya ribuan... atau mungkin saya aja yang kurang gaul...hiks...).
Efek negatifnya adalah kami akan tiba semakin malam di Ranu Kumbolo,
dan bagi saya pribadi yang sebenarnya masih sanggup jalan, akan lebih
terasa melelahkan bila berlama lama di perjalanan.
Idealnya
bila stamina kita bagus, beristirahat cukup di keempat pos saja masing
masing sekitar 5-15 menit tergantung banyaknya bawaan logistik dan
tingkat kelelahan. Target perjalanan sekitar 4 jam-an.
Akhirnya
saya dan beberapa teman sampai sudah malam. Mungkin sekitar jam 7
malam. Beberapa teman sudah sampai di Ranu Kumbolo. Yang belum sampe
juga masih banyak. Saya langsung masuk tenda yang sudah berdiri dan
belum dihuni siapapun. Porter sedang memasak. Saya dengar beberapa
keluhan tentang capeknya naik gunung. Ya, mungkin mereka belum terbiasa
tantangannya. Dalam hati saya berkata, ini kan sebenarnya masih
pemanasannya, bagaimana lagi ke puncaknya? Sayapun menutup mata
beristirahat sambil meluruskan badan. Sesaat kemudian, mungkin sekitar
jam 8an malam, teman saya nyari tenda kosong dan saya tawarkan di tenda
tempat saya. Dia baru tiba karena harus mendampingi beberapa orang yang
juga mengalami mirip seperti di kelompok saya. Teman saya yang bernama
Mahendra ini sebenarnya bisa jalan melesat bagai anak panah dengan
ransel 100 liter terisi penuh. Menurut saya, dia dah bisa jadi
porter..hahaha.... Malam menyisakan pemandangan bintang yang gemerlap
diatas sana. Serasa menghibur kelelahan kami. Udara terasa dingin di
ketinggian 2400 meter ini, ditambah hawa sejuk danau pula. Setelah
mengobrol sebentar, saya pun tidur untuk esok pagi menyaksikan maha
karya keindahan Ranu Kumbolo.
Saya
kurang tahu bangun jam berapa. Dibangunkan teman saya, mungkin jam
setengah enam pagi. Langit masih gelap. Namun samar samar terlihat
sedikit gambaran terang. Dan akhirnya sinar matahari mulai muncul dari
balik bukit yang ada hadapan kita. Sampai akhirnya matahari keluar dari
salah satu bukit di sebrang sana. Pemandangan pun luar biasa indah. Ranu
Kumbolo terlihat seperti mengeluarkan asap yang merupakan embun pagi.
Terkadang, awan awan pun menutupi dua buah bukit tersebut. Pantulan air
jernih dari Ranu Kumbolo juga membuat pemandangan alam semakin indah
saja. Aku mencoba mengambil air dari Ranu, alamakkk dinginnya
menyegarkan. Terkadang saya masih juga menggigil dengan hawa dingin,
walaupun jaket masih tetap menyelimuti badan ini. Seorang teman mencoba
memancing. Satu yang harus diingat, tidak diperkenankan untuk mandi,
mencuci, dan berenang di Ranu Kumbolo karena inilah sumber air untuk
kawasan Ranu Kumbolo. Jadi airnya harus dibiarkan apa adanya tetap
bersih. Ambillah airnya dan gunakan di tempat lain untuk kebutuhan
memasak, cuci muka, dan lainnya. Jangan langsung di sumber air. Berenang
juga dilarang selain alasan menjaga kebersihan air, juga alasan
keselamatan. Ini peringatan dari Penjaga Kawasan Taman Nasional. Jadi
yang ada di film 5cm mereka berenang di Ranu Kumbolo sebenarnya kurang
cocok.
Menyambut fajar di Ranu Kumbolo |
Ranu Kumbolo |
Setelah
sarapan, beberapa teman mengajak untuk senam dan peregangan otot. Kami
semua benar benar menjalaninya dengan serius. Harapannya agar kejadian
semalam banyak yang kram dan sejenisnya, tidak terulang lagi. Dan
sepertinya, itu terbukti. Perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati
lebih lancar jaya.
Sebelum
kami berangkat, sesuai dengan rencana awal, kami mengumpulkan sampah
sampah (terutama sampah plastik) yang bertebaran di sekitar ranu kumbolo
tempat banyak mendirikan tenda. Kami memang sudah membawa trash bag
yang banyak. Harapan kami juga sebenarnya adalah memancing pendaki
pendaki yang lain untuk lebih sadar akan lingkungannya. Tidak membuang
sampah sembarangan, tapi membawanya pulang. Saya tidak terlalu banyak
memungut sampah, ada beberapa teman lain yang sangat semangat.
Diawali
dengan doa, pagi hari kami berangkat menuju Kalimati. Di kalimati kami
akan beristirahat sampai jam 12 malam nanti berangkat menuju puncak Semeru yang bernama
Mahameru. Perjalanan ini kemungkinan akan memakan waktu sekitar 3 jam.
Di awal perjalanan langsung dihadang oleh tanjakan yang disebut tanjakan
cinta. Mitosnya adalah bila kita berhasil menanjak terus sampai atas
tanpa sekalipun menoleh kebelakang, pasangan yang selalu kita pikirkan,
akan jadian sama kita. Sebagai info, memandang kebelakang akan memandang
keindahan Ranu Kumbolo dan keindahan bukit bukit di sekitarnya. Tapi
kita juga bisa memandangnya sesudah sampai di atas bukit. Selama
menanjak, saya membayangkan dan mendoakan agar pacar saya yang berada
nun jauh di Medan sana, semoga kami bisa menikah, punya anak, dan hidup
bersama, dan saling mengasihi. (alamakkk....mantap nian doanya..).
Saya berhasil menanjak tanpa menoleh sekalipun ke belakang. Horeee...hahaha...
Tanjakan Cinta |
Setelah memandang keindahan Ranu Kumbolo, saya pun
membalikkan arah menuju arah sebaliknya. Terhampar indah bunga bunga
Lavender yang semuanya lagi mekar di bawah sana. Warnanya merah muda
menggoda. Ini benar benar lokasi yang indah untuk foto
prewedding...hahaha.... Lokasi ini dinamakan Oro oro ombo. Kami
beruntung datang ketika Lavender lagi mekar mekarnya. Sebenarnya ada dua
jalur menuruni bukit. Pertama ke kiri menyusuri punggung bukit lebih
landai. Atau langsung turun bukit ke bawah. Kami pun ambil track yang
langsung menuju ke bawah agar bisa langsung menyusuri keindahan hamparan
mekarnya Lavender. Usut punya usut, ternyata tanaman yang indah ini bukanlah Lavender, melainkan Verbena Brasiliensis Vell (menurut penjelasan petugas pengelola TNBTS), tanaman asal amerika selatan yang bisa jadi mengancam keberadaan padang rumput yang ada.
Oro-oro Ombo |
Cemoro Kandang |
Kalimati
sering dijadikan tempat camp terakhir sebelum menuju puncak. Selain
karena dataran yang luas, sekitar 30 menit dari kalimati ada sumber air.
Dari sini juga bisa memandang Mahameru. Memang ada beberapa yang
bermalam di hutan Arcopodo, tapi tentunya disana akan lebih dingin.
Dari siang
sampai sore, bahkan sampai jam 7 malam, hujan terus menerus tiada henti.
Hawa pun menjadi sangat sangat dingin. Ketinggian Kalimati di 2.700
meter dpl ini saja sudah dingin ditambah lagi dengan hujan yang terus
menerus. Walau menggunakan jaket, kaos kaki, masker, kupluk, kaos tangan,
dan masuk ke dalam sleeping bag, tetap saja masih kedinginan. Saya
berempat di dalam tenda dengan teman yang lain, berhimpitan pun tetap
saja tidak bisa tidur karena terlalu dingin. Akhirnya setelah hujan
reda, kami sebentar berkumpul sekitar jam 8 malam. Dari diskusi
tersebut, ada beberapa hal penting yang kami sepakati. ada beberapa
orang yang tidak menuju Mahameru karena memang kondisi fisik
tidak memungkinkan. Nah , ada beberapa orang yang ingin mulai jalan jam
10 malam karena mereka ingin ke puncak namun mereka tidak percaya dengan
kemampuan fisik mereka. Namun ketua rombongan memaksa agar berangkatnya
harus sama semua jam 12 malam. Pada akhirnya, semuanya berangkat
bersama sama namun beberapa teman tersebut gagal mencapai puncak,
menyerah ketika menanjak di track pasir.
Untuk
diketahui, bahwa batas terakhir berada di Mahameru adalah
sekitar jam 9 pagi. Diatas jam 9 pagi, arah angin akan berubah sehingga
semburan asap akan menuju mahameru. Bila dihirup, bisa mati. Dan
sebenarnya untuk diketahui juga, sebenarnya ijin pendakian hanya sampai
Kalimati. Menuju Mahameru dilarang, oleh karena itu petugas taman
nasional tidak bertanggung jawab terhadap hal hal yang terjadi pada
pendaki antara Kalimati sampai Mahameru. Berarti, semua pendaki
yang menuju Mahameru sudah melanggar Konstitusi..hahahaha...
Di
Kalimati, ketika saya ke semak semak untuk buang air kecil, sangat
banyak kotoran manusia bertebaran. Bahkan bertebaran di areal jalan
setapaknya. Sangat menjijikkan. Hal ini juga ditemui di daerah Ranu
Kumbolo. Semakin banyaknya pengunjung yang mendaki Semeru ini, semakin
banyak juga sampah dan kotoran yang melimpah di kawasan ini. Sayang
sekali. Seharusnya buang air besar juga ada etikanya. Yang paling baik
tentu menggali tanah dan menguburnya kembali. Saya pikir sebaiknya perlu
untuk mengentikan sementara kegiatan pendakian untuk kepentingan
konservasi. Hal ini dilakukan di Gunung Gede Jawa Barat.
Kami mulai berjalan menuju Mahameru jam 1 pagi. Sebenarnya kami sudah mulai makan jam 11an malam, tapi namanya juga rombongan besar, selalu membutuhkan waktu yang lama untuk berkemas dan koordinasi. Saya tetap membawa carrier bag saya, isinya airrr.... Sekitar dua literan yang dibagi ke dalam 3 botol. Sisanya kebutuhan medis secukupnya. Hal ini membuat saya cukup tenang berjalan. Oh iya, sangat baik bila menggunakan tongkat. Hal ini sangat berguna di tanjakan pasir nantinya. Saya sendiri menggunakan tongkat kayu yang saya dapatkan ketika menuju Ranu Kumbolo.
Satu
jam pertama kita akan melintasi kawasan hutan lebat yang disebut
Arcopodo. Hutan ini sangat dingin. Terkadang bisa muncul hujan es di
kawasan arcopodo. Saya lengkap menggunakan jaket, kaos kaki, sepatu,
kaos tangan, masker, dan penutup kepala. Track hutan yang
terus menerus menanjak kadang buat gerah juga. Tapi anginnya amat sangat
dingin. Di satu titik, terlihat pemandangan nunjauh. Sepertinya kota
Malang yang ditaburi cahaya. Indah sekali dan juga dingin sekali...
Kami
terus melanjutkan perjalanan sampai akhirnya keluar hutan dan menuju
tanjakan pasir. Diawali dengan menemukan beberapa batu nissan. Ada
beberapa batu nissan disitu, yaitu beberapa korban pendaki gunung, baik
yang sudah ditemukan meninggal ataupun sampai sekarang masih hilang.
Teman
saya Mahendra bertekad untuk melaju cepat ke puncak. Saya sebenarnya
ingin mengikuti, namun karena ada permintaan dari teman serombongan saya
yang kebetulan di dekat saya untuk berjalan beriringan, saya setuju
saja. Perjalanan menjadi lebih lambat. Tapi saya pikir, saling membantu
dan menyemangati satu sama lain itu lah salah satu inti perjalanan ini.
Yang uniknya, ada beberapa teman yang ditarik oleh porternya. Gila bener
porternya. Dan rata rata porter itu pakai sandal jepit. Saya tanya
teman saya, gimana sih rasanya ditarik porter? Emang lebih mudah?
Dijawab ya lebih mudah, kita tinggal berusaha tetap menyeimbangkan badan
saja, walau tetap capek.
Kondisi
di tanjakan pasir benar benar sulit. Pasirnya benar benar tebal,
sehingga sering merosot. Kalau saya perhatikan dan rasakan, tanjakan
pasir Semeru lebih sulit dibanding tanjakan pasir Rinjani. Dan ramenya
bukan main. Rame sekali, sementara lebar track tanjakan itu tidak
terlalu lebar. Saya sering berusaha menahan emosi, ketika ada pendaki
lain beristirahat sampai menyebabkan track tanjakan itu terhalang. Saya
yang sudah berusaha sedemikian rupa mengatur nafas dan langkah saya,
dengan sangat terpaksa harus berhenti. Ini malah membuat saya jadi
semakin capek saja. Tingkat keramaiannya memang luar biasa...
Ada
pendaki lain yang menggantungkan mp3 di tasnya untuk mendengar musik,
saya dan teman berusaha konsisten bersamanya. Lagu lagu cukup menghibur
di gelapnya malam menjelang pagi. Saya juga bertemu dengan bapak yang
sudah cukup berumur. Ternyata dia rombongan besar juga dan bapak ini
ketuanya. Orangnya sangat memotivasi. Senang sempat bertemu di tanjakan
pasir tersebut. Setelah berjalan sekian lama, matahari mulai menampakkan
sinarnya. Indah sekali. Nah, di atas sudah terlihat seperti puncak.
Tidak ada jalan keatas lagi tertutup dinding batu. Banyak yang menyebut
itu adalah puncak bayangan. Karena sebenarnya setelah melalui dinding
batu itu, jalanan ke atas masih panjang, sekitar 1 jam perjalanan lagi.
Namun dari sini, ketika beristirahat, kita bisa menikmati pemandangan
alam yang sangat indah. Gunung Bromo, Arjuno dan gunung gunung lain
terlihat indah dipenuhi hutan hutan yang lebat. Langit yang mulai cerah
dan hamparan awan yang bersih, membuat rasanya diri ini semakin
termotivasi untuk segera ke puncak.
Dan akhirnya saya sampai di Mahameru. Mungkin sekitar jam 7an pagi. Puncak ini datarannya lebar sehingga bisa menampung banyaknya pendaki. Banyak sekali bebatuan disini, hasil letusan gunung. Di beberapa titik ditancapkan bendera merah putih dan informasi ketinggian di 3726 meter dpl. Salah satu yang menarik disini adalah, disebelah puncak tempat kita berdiri, selalu mengeluarkan letusan setiap beberapa menit sekali. Rutin. Letusan ini mengeluarkan asap yang disebut wedhus gembel. Asap ini membubung tinggi membentuk seperti jamur dan kemudian hilang ditelan angin. Sebenarnya asap ini berbahaya bila terhisap, bisa menyebabkan kematian. Namun sangat menarik dan ditunggu tunggu untuk dilihat dari dekat. Memang angin membawa asap letusan ini ke arah yang lain, namun katanya di atas jam 9 pagi, angin berubah arah dan membawa asap ini ke arah pendaki gunung. Katanya asap ini juga yang menyebabkan meninggalnya aktivis UI Soe Hok Gie yang kisahnya pernah difilmkan. Saya sempat melepas kaus tangan agar lebih leluasa makan snack. Namun dalam beberapa waktu, udara dingin membuat tangan saya seperti mati rasa. Dingin sekali. Padahal matahari sudah muncul, tapi diingin udaranya masih luar biasa. Saya kembali memakai kaus tangan. Hal yang sama dialami oleh teman yang lain.
Dan akhirnya saya sampai di Mahameru. Mungkin sekitar jam 7an pagi. Puncak ini datarannya lebar sehingga bisa menampung banyaknya pendaki. Banyak sekali bebatuan disini, hasil letusan gunung. Di beberapa titik ditancapkan bendera merah putih dan informasi ketinggian di 3726 meter dpl. Salah satu yang menarik disini adalah, disebelah puncak tempat kita berdiri, selalu mengeluarkan letusan setiap beberapa menit sekali. Rutin. Letusan ini mengeluarkan asap yang disebut wedhus gembel. Asap ini membubung tinggi membentuk seperti jamur dan kemudian hilang ditelan angin. Sebenarnya asap ini berbahaya bila terhisap, bisa menyebabkan kematian. Namun sangat menarik dan ditunggu tunggu untuk dilihat dari dekat. Memang angin membawa asap letusan ini ke arah yang lain, namun katanya di atas jam 9 pagi, angin berubah arah dan membawa asap ini ke arah pendaki gunung. Katanya asap ini juga yang menyebabkan meninggalnya aktivis UI Soe Hok Gie yang kisahnya pernah difilmkan. Saya sempat melepas kaus tangan agar lebih leluasa makan snack. Namun dalam beberapa waktu, udara dingin membuat tangan saya seperti mati rasa. Dingin sekali. Padahal matahari sudah muncul, tapi diingin udaranya masih luar biasa. Saya kembali memakai kaus tangan. Hal yang sama dialami oleh teman yang lain.
Saya
pun mengucap syukur dalam hati pada Tuhan atas kesempatan itu. Saya
bisa menikmati keindahan alam dari puncak gunung. Indah sekali. Kita
bisa melihat hamparan gunung gunung lain yang berwarna hijau karena
tertutup pepohonan yang lebat. Melihat batas ufuk di kejauhan. Ciptaan
Tuhan memang luar biasa.
Wedhus Gembel Mahameru |
Pemandangan dari Mahameru |
Turun
di track pasir sebenarnya lebih mudah. Tinggal menggunakan tumit sepatu
untuk melangkah dan mendarat di pasir, membuat kita berjalan cepat
memanfaatkan merosotnya pasir tersebut. Tapi terkadang kita juga
terpeleset dan jatuh ke pasir. Ketika turun, masih ada beberapa pendaki
yang berjuang sedikit lagi mencapai puncak. Saya berusaha untuk
memotivasinya. Hanya itu yang mereka butuhkan. Di tengah turunan dari
track pasir, saya sempat duduk sebentar dan memandangi kawasan ini.
Nikmatnya pemandangan ini. Setelah puas, melanjutkan kembali turunan
pasir. Nah, disamping kiri dan kanan track pasir ini seperti ada jalanan
menurun juga. track menurun ini lebih didominasi tanah keras dan
berpasir juga. Sepertinya menggoda untuk beralih ke jalur tersebut. Tapi
sebenarnya tidak disarankan melalui jalan tersebut. Karena bila
keterusan, melalui track sebelah kiri atau kanan akan masuk ke hutan
dengan jalur yang berbeda dan bisa tersesat di hutan/disorientasi arah
atau menemui jurang yang dalam. Area ini sering disebut area Blank 75
karena terdapat jurang dengan ketinggian 75 meter. Sebenarnya di area
hutan Arcopodo juga disebut area Blank 75 karena jalurnya yang berkelok
kelok, sehingga bila tidak konsentrasi atau tanpa didampingi orang yang
sudah pernah melalui jalur, bisa tersesat dan lama kelamaan menjauh dari
jalur menuju Kalimati. Di keseluruhan area Blank 75 inilah sering
pendaki gunung tersesat, menghilang, dan ditemukan sudah meninggal
karena kekurangan logistik dan kedinginan.
Sampai di ujung track pasir, saya berhenti dan
beristirahat bersama seorang teman. Kami menunggu teman yang masih
menuruni track pasir tersebut. Beberapa orang sudah turun bergabung
bersama kami. Mereka menginfokan yang beberapa orang yang lain diatas
turun sangat lambat, karena ada yang terkilir kakinya. Wah, ya sudahlah.
Kami pun melanjutkan perjalanan melintasi hutan Arcopodo. Di beberapa
tempat kami menemukan beberapa tenda. Pastinya sangat dingin bermalam
disini. Kami pun berjalan juga lambat karena seorang teman kakinya
sering kram. Akhirnya kami tiba juga di Kalimati. Mungkin jam 10 atau
11. Di salah satu sudut di Kalimati, kami memandangi Mahameru
dimana keseluruhan bagian puncak benar benar hanya pasir dan melihat ada
segaris track pasir yang kami lalui tadi. Benar benar perjalanan yang
hebat.
Track Pasir dan view disekitarnya |
Puncak dan segaris rute track pasir dilihat dari Kalimati |
Kami
mulai perjalanan sudah sore. Sudah diduga, pasti akan berjalan malam.
Awalnya kami berjalan beriringan. Namun di pertengahan, kami berjalan
berempat berdekatan. sisanya tertinggal di kejauhan ataupun di depan.
Selama perjalanan dari Kalimati ke Ranu Kumbolo, banyak sekali pendaki
menuju Kalimati. Padahal ketika kami pulang, tenda di Kalimati saja
banyaknya bukan main. Saya membayangkan bagaimana besok pagi mereka
berdesakan di track pasir menuju Mahameru. Bisa seperti kemacetan
arus mudik lebaran tuh.
Di
Oro oro ombo, kami masih sempat mengambil beberapa foto. Memang
keindahan tanaman Verbena yang lagi mekar dan lembah yang indah ini membuat
kami betah berlama lama. Ternyata gerimis mulai turun. Dan gerimisnya
kok makin deras saja. Padahal saat itu saya tepat di punggung bukit
dimana bisa menikmati oro oro ombo dan Ranu Kumbolo dengan hanya
membalikkan badan saja. Karena sepertinya hujan ingin menurunkan air
yang banyak, saya pun bergegas menuruni tanjakan cinta dengan langkah
cepat dan bergegas ke pos permanen Ranu Kumbolo. Disini ada beberapa
teman yang sudah sampai dan pada akhirnya mereka berjalan duluan.
Kemudian satu persatu muncul teman teman yang lain. Menunggu mereka,
saya hanya duduk di tepian tembok memandangi Ranu Kumbolo yang disiram
air hujan di sore hari. Pemandangan yang menghanyutkan dan melangutkan
jiwa.
Kami sudah menikmati kopi dan makan makanan ringan
ataupun buah, namun masih ada anggota kelompok yang belum sampai. Pada
akhirnya mereka sampai juga dengan kondisi ada teman yang benar benar
kram, keseleo, dan permasalahan fisik lainnya. Akhirnya ketua rombongan
membuat kelompok. Termasuk saya di kelompok terakhir yang berisi teman
teman yang sudah bermasalah fisiknya. Seperti Ambulans saja. Perjalanan
kami sangat lambat. Perjalanan yang kami awali sekitar jam setengah 7
malam, akhirnya tiba di homestay warga Ranu Pani sekitar jam 1 pagi.
Perjalanan lambat sangat melelahkan. Tapi tak ada pilihan lain.
Gerimis sore di Ranu Kumbolo |
Keesokan
paginya saya bangun jam 8 pagi. Setelah sarapan, saya mencoba mandi.
Airnya dinginnya luar biasa dingin seperti air es. Tapi saya paksakan
juga mandi, ga tau itu malah menyehatkan atau ntahlah.....
Di
daerah Ranu Pani ada juga yang menjual souvenir. Tokonya sederhana,
tapi stok kausnya banyak, selain itu juga menjual gantungan kunci,
stiker, emblem, dll yang semuanya bertema Semeru.
Akhirnya
kami harus pulang. Dengan menggunakan Jeep sewaan kami berangkat dari
desa Ranu Pani menuju Tumpang Malang menuju rumah tempat pemilik Jeep
ini. Pilihan lain keluar dari Ranu Pani adalah menggunakan truk sayur.
Di perjalanan semaksimal mungkin kami menikmati keindahan alam. Bukit
bukit yang ditanami sayuran yang tertata rapi, sampai bukit bukit hutan
di kejauhan. Kami lama berhenti di pertigaan jalan menuju Bromo dan
Tumpang karena sedang ada pengaspalan jalan. Lebih dari sejam kami
menunggu, mungkin hampir dua jam.
Memasuki wilayah Tumpang, hujan kembali turun.
Untunglah ada terpal yang digunakan untuk menutupi Jeep terbuka ini.
Sampai di rumah pemilik Jeep di Tumpang, kembali kami berkemas dan
dimanfaatkan untuk membersihkan diri. Disini juga kami berpisah untuk
pulang ke Jakarta. Beberapa teman menggunakan angkutan umum sewaan
menuju stasiun Malang. Beberapa orang terburu buru ke bandara malang
mengejar jam penerbangan pesawat. Sementara saya dan 5 orang teman yang
lain menggunakan mobil sewaan ke bandara surabaya. Kami sempat singgah
di Malang untuk makan rawon dan membeli beberapa oleh oleh. Banyak jenis
keripik disini. Selain itu seorang teman membeli apel malang yang
banyak berjejer di pinggir jalan. Harga apel murah, tapi tetap main
tawar. Malang memang sumbernya apel.
Di Jeep |
Akhirnya
sampai juga di bandara Juanda Surabaya, menggunakan Citilink
penerbangan jam 9 malam kami tiba di Jakarta sekitar jam setengah
sebelas malam.
Perjalanan ini pun berakhir dengan indah. Saya banyak belajar dari perjalanan ini.
Terima kasih kepada teman teman perjalanan yang tidak bisa disebut satu persatu :)
NB:
1. Untuk info resmi mengenai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dapat mengakses ke www.bromotenggersemeru.com
2.
Bila mengunjungi Semeru, sampahnya dibawa turun ke Ranu Pani ya
(terutama sampah plastik). Soalnya di Ranu Kumbolo dan Kalimati sudah
ada tumpukan sampah plastik yang cukup banyak.
salah satu gunung terindah di tanah air, jadi pengen kesana lagi
ReplyDelete