Saturday, August 17, 2013

Pendakian ke Gunung Semeru

Mendaki ke gunung Semeru saya jalani sekitar bulan Mei 2013 kemarin. Awalnya ini adalah rencana perjalanan dari grup traveller di kantor saya. Ternyata peminatnya membludak (termasuk saya). Lebih dari 30an orang. Dan tanpa bermaksud apa apa, banyak juga yang belum pernah naik gunung (pengalaman saya naik gunung juga tidak banyak sih..). Dalam hati saya bertanya, apakah perjalanan serombongan besar ini bisa berjalan sukses? Yah, katanya banyak yang ingin naik gunung Semeru setelah menonton film 5 cm. Katanya pemandangan alam di film 5cm menakjubkan. Saya sendiri nonton film 5cm nya setelah naik gunung semeru, dan untunglah demikian sehingga saya sudah mengetahui dulu kondisi nyata Semeru dibanding dengan banyaknya trik trik kamera dalam film tersebut. Karena topik ini bukan resensi film, maka kita kembali ke topik perjalanan. hehehe....

Kawasan Gunung Semeru adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk mendaki gunung ini, harus mendaftar terlebih dahulu. Pendaftaran dilakukan melalui webnya di www.bromotenggersemeru.com. Segala syarat syaratnya juga tertera disana. Tiket masuk adalah 10 ribu rupiah per orang dimana terdiri atas rp.2500 untuk biaya tiket masuk, 2500 untuk asuransi, dan 5000 untuk biaya membawa kamera (termasuk kamera handphone).

Perjalanan ini dimulai hari selasa malam dari jakarta dan kembali sabtu malam di jakarta.
Hari Selasa malam, kami beramai ramai naik kereta eksekutif gajayana dari stasiun gambir menuju malang. Tiketku harganya Rp.420 ribu. Buset dah.. mahalnyoo... Padahal tiket pulangku sabtu malam dari surabaya dengan citilink harganya Rp. 370 ribu sajo... Pelayanan kereta api memuaskan. Namanya juga kereta eksekutif. Reformasi KAI yang dilakukan dirut KAI Pak Ignasius Jonan sepertinya berhasil. Namun harga makanan di kereta agak mahal, mirip mirip harga makanan di pesawat. hehehe...

Akhirnya sampai di Stasiun malang sekitar jam 9 pagi. Cuaca tidak terlalu cerah tapi juga tidak mendung. Lebih tepatnya berawan. Sudah ada yang menyiapkan empat buah angkutan umum kosong untuk rombongan besar ini. Dari sini kami menuju Tumpang di kabupaten Malang untuk mempersiapkan segala hal dan juga makan siang. Di Tumpang ini juga kami akan mulai perjalanan menuju Desa Ranu Pani menggunakan Jeep. Sepertinya semua sudah disiapkan oleh Ketua rombongan kami. Kami bisa berkemas, makan, dan bersantai sejenak di salah satu rumah di desa Tumpang. Pemilik rumah ini sekaligus sebagai pemilik Jeep yang akan mengantar kami.

Perjalanan dari Tumpang menuju desa Ranu Pani memakan waktu hampir dua jam. Bukan karena jauhnya. tapi karena tracknya yang terus menaik dan menaik, tikungannya juga tajam dan beberapa kondisi jalan yang kurang baik. Namun pada saat kami melalui jalan tersebut, proses pengaspalan jalan sedang berlangsung di beberapa lokasi. Di tengah perjalanan, kami berhenti sebentar di pertigaan jalan menuju ke Bromo. Yah, kita bisa menuju Bromo melalui jalanan yang terus menurun menuju padang rumput Bromo yang terlihat jauh di bawah sana. Pemandangannya sangat indah... biar foto yang berbicara :) mirip seperti di film 5cm lah...
Pertigaan menuju Bromo dan view-nya
Sampai di Ranu Pani (ketinggian 2.200 m), kami kembali berkemas. Inilah kalo rombongan besar, berkemas dan mengkoordinir semuanya memakan waktu lama. Sekalian juga berkoordinasi dengan para porter. ya, kami membawa porter sekalian juga mereka yang masak. Jadi di tas cukup membawa kebutuhan pribadi dan air minum saja.

Akhirnya perjalanan dimulai sekitar jam 2 sore setelah sebelumnya diawali dengan doa yang khusuk. Saya memang lebih khusuk berdoa bila dalam perjalanan hiking, diving, atau perjalanan ke daerah daerah wisata. Padahal kalo doa syafaat di gereja kadang saya malah melamun. Maafkan saya ya Bapak dan Ibu Pendeta... :) Aura keindahan dan misteri alam membuat saya terasa dekat dengan Tuhan Sang Pencipta...

Di desa Ranu Pani terdapat sebuah danau kecil yang bernama Ranu Pani. Kecil kecil gitu sudah makan korban juga. Ceritanya, pernah seorang anak tenggelam dan sampai sekarang jasadnya tidak diketemukan. Setelah menjalani jalanan beraspal mungkin sekitar 1 km, mulai masuk ke area hutan. Perjalanan ini normalnya sekitar 4 jam-an. Kita akan melalui 4 pos peristirahatan. Ketika kami melintas, hanya pos 3 yang atapnya rubuh, selainnya, masih utuh dalam kondisi baik. Dari awal pintu gerbang ke pos1 akan memakan waktu hampir 1 jam, dari pos 1 ke pos 2 sekitar 45 menit, dari pos 2 ke pos 3 inilah jarak yang paling jauh, mungkin memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit, dari pos 3 ke pos 4 tidak sampai satu jam, sebelum sampai pos 4, kita sudah bisa melihat keindahan Ranu Kumbolo dari kejauhan di bawah sana, dari pos 4 ke tepi Ranu Kumbolo tempat mendirikan tenda, juga tidak sampai satu jam. Kita juga sesaat akan menyusuri tepian danau. Bila sudah tiba di lokasi tenda (disitu juga terdapat bangunan permanen dari batu), akan terlihat sebagian rute perjalanan kita yang berada di punggung bukit.   
Awalnya kami membagi rombongan kami ke dalam 4 kelompok. Tapi yah itulah.... ga jelas bagaimana formasinya, akhirnya rombongan terpecah belah. Ada yang sedikit sedikit capek, ngeluh, kram dan sejenisnya. Saya yang awalnya pingin agak cepat jadinya harus lebih sabar mendampingi beberapa teman teman. Efek positifnya adalah banyak istirahat membuat kami lebih banyak ngobrol dan saling mengenal, karena sebelumnya kami bahkan belum saling mengenal walau satu kantor (maklum pegawai kantornya ribuan... atau mungkin saya aja yang kurang gaul...hiks...). Efek negatifnya adalah kami akan tiba semakin malam di Ranu Kumbolo, dan bagi saya pribadi yang sebenarnya masih sanggup jalan, akan lebih terasa melelahkan bila berlama lama di perjalanan. 
Idealnya bila stamina kita bagus, beristirahat cukup di keempat pos saja masing masing sekitar 5-15 menit tergantung banyaknya bawaan logistik dan tingkat kelelahan. Target perjalanan sekitar 4 jam-an.
Akhirnya saya dan beberapa teman sampai sudah malam. Mungkin sekitar jam 7 malam. Beberapa teman sudah sampai di Ranu Kumbolo. Yang belum sampe juga masih banyak. Saya langsung masuk tenda yang sudah berdiri dan belum dihuni siapapun. Porter sedang memasak. Saya dengar beberapa keluhan tentang capeknya naik gunung. Ya, mungkin mereka belum terbiasa tantangannya. Dalam hati saya berkata, ini kan sebenarnya masih pemanasannya, bagaimana lagi ke puncaknya? Sayapun menutup mata beristirahat sambil meluruskan badan. Sesaat kemudian, mungkin sekitar jam 8an malam, teman saya nyari tenda kosong dan saya tawarkan di tenda tempat saya. Dia baru tiba karena harus mendampingi beberapa orang yang juga mengalami mirip seperti di kelompok saya. Teman saya yang bernama Mahendra ini sebenarnya bisa jalan melesat bagai anak panah dengan ransel 100 liter terisi penuh. Menurut saya, dia dah bisa jadi porter..hahaha.... Malam menyisakan pemandangan bintang yang gemerlap diatas sana. Serasa menghibur kelelahan kami. Udara terasa dingin di ketinggian 2400 meter ini, ditambah hawa sejuk danau pula. Setelah mengobrol sebentar, saya pun tidur untuk esok pagi menyaksikan maha karya keindahan Ranu Kumbolo.

Saya kurang tahu bangun jam berapa. Dibangunkan teman saya, mungkin jam setengah enam pagi. Langit masih gelap. Namun samar samar terlihat sedikit gambaran terang. Dan akhirnya sinar matahari mulai muncul dari balik bukit yang ada hadapan kita. Sampai akhirnya matahari keluar dari salah satu bukit di sebrang sana. Pemandangan pun luar biasa indah. Ranu Kumbolo terlihat seperti mengeluarkan asap yang merupakan embun pagi. Terkadang, awan awan pun menutupi dua buah bukit tersebut. Pantulan air jernih dari Ranu Kumbolo juga membuat pemandangan alam semakin indah saja. Aku mencoba mengambil air dari Ranu, alamakkk dinginnya menyegarkan. Terkadang saya masih juga menggigil dengan hawa dingin, walaupun jaket masih tetap menyelimuti badan ini. Seorang teman mencoba memancing. Satu yang harus diingat, tidak diperkenankan untuk mandi, mencuci, dan berenang di Ranu Kumbolo karena inilah sumber air untuk kawasan Ranu Kumbolo. Jadi airnya harus dibiarkan apa adanya tetap bersih. Ambillah airnya dan gunakan di tempat lain untuk kebutuhan memasak, cuci muka, dan lainnya. Jangan langsung di sumber air. Berenang juga dilarang selain alasan menjaga kebersihan air, juga alasan keselamatan. Ini peringatan dari Penjaga Kawasan Taman Nasional. Jadi yang ada di film 5cm mereka berenang di Ranu Kumbolo sebenarnya kurang cocok.

Menyambut fajar di Ranu Kumbolo

Ranu Kumbolo
Setelah sarapan, beberapa teman mengajak untuk senam dan peregangan otot. Kami semua benar benar menjalaninya dengan serius. Harapannya agar kejadian semalam banyak yang kram dan sejenisnya, tidak terulang lagi. Dan sepertinya, itu terbukti. Perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati lebih lancar jaya.
Sebelum kami berangkat, sesuai dengan rencana awal, kami mengumpulkan sampah sampah (terutama sampah plastik) yang bertebaran di sekitar ranu kumbolo tempat banyak mendirikan tenda. Kami memang sudah membawa trash bag yang banyak. Harapan kami juga sebenarnya adalah memancing pendaki pendaki yang lain untuk lebih sadar akan lingkungannya. Tidak membuang sampah sembarangan, tapi membawanya pulang. Saya tidak terlalu banyak memungut sampah, ada beberapa teman lain yang sangat semangat.

Diawali dengan doa, pagi hari kami berangkat menuju Kalimati. Di kalimati kami akan beristirahat sampai jam 12 malam nanti berangkat menuju puncak Semeru yang bernama Mahameru. Perjalanan ini kemungkinan akan memakan waktu sekitar 3 jam. Di awal perjalanan langsung dihadang oleh tanjakan yang disebut tanjakan cinta. Mitosnya adalah bila kita berhasil menanjak terus sampai atas tanpa sekalipun menoleh kebelakang, pasangan yang selalu kita pikirkan, akan jadian sama kita. Sebagai info, memandang kebelakang akan memandang keindahan Ranu Kumbolo dan keindahan bukit bukit di sekitarnya. Tapi kita juga bisa memandangnya sesudah sampai di atas bukit. Selama menanjak, saya membayangkan dan mendoakan agar pacar saya yang berada nun jauh di Medan sana, semoga kami bisa menikah, punya anak, dan hidup bersama, dan saling mengasihi. (alamakkk....mantap nian doanya..).
Saya berhasil menanjak tanpa menoleh sekalipun ke belakang. Horeee...hahaha...
Tanjakan Cinta
Setelah memandang keindahan Ranu Kumbolo, saya pun membalikkan arah menuju arah sebaliknya. Terhampar indah bunga bunga Lavender yang semuanya lagi mekar di bawah sana. Warnanya merah muda menggoda. Ini benar benar lokasi yang indah untuk foto prewedding...hahaha.... Lokasi ini dinamakan Oro oro ombo. Kami beruntung datang ketika Lavender lagi mekar mekarnya. Sebenarnya ada dua jalur menuruni bukit. Pertama ke kiri menyusuri punggung bukit lebih landai. Atau langsung turun bukit ke bawah. Kami pun ambil track yang langsung menuju ke bawah agar bisa langsung menyusuri keindahan hamparan mekarnya Lavender. Usut punya usut, ternyata tanaman yang indah ini bukanlah Lavender, melainkan Verbena Brasiliensis Vell (menurut penjelasan petugas pengelola TNBTS), tanaman asal amerika selatan yang bisa jadi mengancam keberadaan padang rumput yang ada.

Oro-oro Ombo
Cukup lama kami berfoto foto disini. Jika melihat lokasinya, sangat super sekali, ibarat sebuah lembah yang sangat luas berisi padang rumput dan tanaman Verbena yang dikelilingi oleh tembok tembok bukit pinus di kejauhan. Tampak juga gunung menjulang, dan terkadang terlihat puncak Semeru dengan asap yang terkadang mengepul. Namun terkadang puncak gunung tidak terlihat karena tertutup awan. Luar biasa. Kami pun terus menyurusi jalan. Selepas sabana, kami memasuki hutan didominasi pepohonan cemara. Karena itu dinamakan Cemoro Kandang.
Cemoro Kandang
Di perjalanan, hujan ringan sempat membasahi bumi. Namun dengan raincoat, perjalanan bisa terus dilanjutkan. Akhirnya sampai juga di pos Kalimati. Lokasi ini adalah padang rumput yang sangat luas. Di sisi kiri dan kanan di kejauhan adalah hutan hutan yang sepertinya didominasi pohon cemara. Pos disini sudah terbangun sebuah rumah permanen. Ketika kami hampir mencapai Kalimati, hujan yang awalnya gerimis menunjukkan tanda tanda mau lebat. Kami pun berusaha melangkah cepat mencapai pos itu. Beberapa teman sampe belakangan. Ternyata ketika hujan lebat mereka masih di hutan cemara. Sehingga mereka membuat flying sheet dulu untuk berteduh.

Kalimati sering dijadikan tempat camp terakhir sebelum menuju puncak. Selain karena dataran yang luas, sekitar 30 menit dari kalimati ada sumber air. Dari sini juga bisa memandang Mahameru. Memang ada beberapa yang bermalam di hutan Arcopodo, tapi tentunya disana akan lebih dingin. 

Kalimati
Dari siang sampai sore, bahkan sampai jam 7 malam, hujan terus menerus tiada henti. Hawa pun menjadi sangat sangat dingin. Ketinggian Kalimati di 2.700 meter dpl ini saja sudah dingin ditambah lagi dengan hujan yang terus menerus. Walau menggunakan jaket, kaos kaki, masker, kupluk, kaos tangan, dan masuk ke dalam sleeping bag, tetap saja masih kedinginan. Saya berempat di dalam tenda dengan teman yang lain, berhimpitan pun tetap saja tidak bisa tidur karena terlalu dingin. Akhirnya setelah hujan reda, kami sebentar berkumpul sekitar jam 8 malam. Dari diskusi tersebut, ada beberapa hal penting yang kami sepakati. ada beberapa orang yang tidak menuju Mahameru karena memang kondisi fisik tidak memungkinkan. Nah , ada beberapa orang yang ingin mulai jalan jam 10 malam karena mereka ingin ke puncak namun mereka tidak percaya dengan kemampuan fisik mereka. Namun ketua rombongan memaksa agar berangkatnya harus sama semua jam 12 malam. Pada akhirnya, semuanya berangkat bersama sama namun beberapa teman tersebut gagal mencapai puncak, menyerah ketika menanjak di track pasir.
Untuk diketahui, bahwa batas terakhir berada di Mahameru adalah sekitar jam 9 pagi. Diatas jam 9 pagi, arah angin akan berubah sehingga semburan asap akan menuju mahameru. Bila dihirup, bisa mati. Dan sebenarnya untuk diketahui juga, sebenarnya ijin pendakian hanya sampai Kalimati. Menuju  Mahameru dilarang, oleh karena itu petugas taman nasional tidak bertanggung jawab terhadap hal hal yang terjadi pada pendaki antara Kalimati sampai Mahameru. Berarti, semua pendaki yang menuju Mahameru sudah melanggar Konstitusi..hahahaha...

Di Kalimati, ketika saya ke semak semak untuk buang air kecil, sangat banyak kotoran manusia bertebaran. Bahkan bertebaran di areal jalan setapaknya. Sangat menjijikkan. Hal ini juga ditemui di daerah Ranu Kumbolo. Semakin banyaknya pengunjung yang mendaki Semeru ini, semakin banyak juga sampah dan kotoran yang melimpah di kawasan ini. Sayang sekali. Seharusnya buang air besar juga ada etikanya. Yang paling baik tentu menggali tanah dan menguburnya kembali. Saya pikir sebaiknya perlu untuk mengentikan sementara kegiatan pendakian untuk kepentingan konservasi. Hal ini dilakukan di Gunung Gede Jawa Barat.

Kami mulai berjalan menuju Mahameru jam 1 pagi. Sebenarnya kami sudah mulai makan jam 11an malam, tapi namanya juga rombongan besar, selalu membutuhkan waktu yang lama untuk berkemas dan koordinasi. Saya tetap membawa carrier bag saya, isinya airrr.... Sekitar dua literan yang dibagi ke dalam 3 botol. Sisanya kebutuhan medis secukupnya. Hal ini membuat saya cukup tenang berjalan. Oh iya, sangat baik bila menggunakan tongkat. Hal ini sangat berguna di tanjakan pasir nantinya. Saya sendiri menggunakan tongkat kayu yang saya dapatkan ketika menuju Ranu Kumbolo. 
Satu jam pertama kita akan melintasi kawasan hutan lebat yang disebut Arcopodo. Hutan ini sangat dingin. Terkadang bisa muncul hujan es di kawasan arcopodo. Saya lengkap menggunakan jaket, kaos kaki, sepatu, kaos tangan, masker, dan penutup kepala. Track hutan yang terus menerus menanjak kadang buat gerah juga. Tapi anginnya amat sangat dingin. Di satu titik, terlihat pemandangan nunjauh. Sepertinya kota Malang yang ditaburi cahaya. Indah sekali dan juga dingin sekali...
Kami terus melanjutkan perjalanan sampai akhirnya keluar hutan dan menuju tanjakan pasir. Diawali dengan menemukan beberapa batu nissan. Ada beberapa batu nissan disitu, yaitu beberapa korban pendaki gunung, baik yang sudah ditemukan meninggal ataupun sampai sekarang masih hilang. 
Teman saya Mahendra bertekad untuk melaju cepat ke puncak. Saya sebenarnya ingin mengikuti, namun karena ada permintaan dari teman serombongan saya yang kebetulan di dekat saya untuk berjalan beriringan, saya setuju saja. Perjalanan menjadi lebih lambat. Tapi saya pikir, saling membantu dan menyemangati satu sama lain itu lah salah satu inti perjalanan ini. Yang uniknya, ada beberapa teman yang ditarik oleh porternya. Gila bener porternya. Dan rata rata porter itu pakai sandal jepit. Saya tanya teman saya, gimana sih rasanya ditarik porter? Emang lebih mudah? Dijawab ya lebih mudah, kita tinggal berusaha tetap menyeimbangkan badan saja, walau tetap capek.

Kondisi di tanjakan pasir benar benar sulit. Pasirnya benar benar tebal, sehingga sering merosot. Kalau saya perhatikan dan rasakan, tanjakan pasir Semeru lebih sulit dibanding tanjakan pasir Rinjani. Dan ramenya bukan main. Rame sekali, sementara lebar track tanjakan itu tidak terlalu lebar. Saya sering berusaha menahan emosi, ketika ada pendaki lain beristirahat sampai menyebabkan track tanjakan itu terhalang. Saya yang sudah berusaha sedemikian rupa mengatur nafas dan langkah saya, dengan sangat terpaksa harus berhenti. Ini malah membuat saya jadi semakin capek saja. Tingkat keramaiannya memang luar biasa...
Ada pendaki lain yang menggantungkan mp3 di tasnya untuk mendengar musik, saya dan teman berusaha konsisten bersamanya. Lagu lagu cukup menghibur di gelapnya malam menjelang pagi. Saya juga bertemu dengan bapak yang sudah cukup berumur. Ternyata dia rombongan besar juga dan bapak ini ketuanya. Orangnya sangat memotivasi. Senang sempat bertemu di tanjakan pasir tersebut. Setelah berjalan sekian lama, matahari mulai menampakkan sinarnya. Indah sekali. Nah, di atas sudah terlihat seperti puncak. Tidak ada jalan keatas lagi tertutup dinding batu.  Banyak yang menyebut itu adalah puncak bayangan. Karena sebenarnya setelah melalui dinding batu itu, jalanan ke atas masih panjang, sekitar 1 jam perjalanan lagi. Namun dari sini, ketika beristirahat, kita bisa menikmati pemandangan alam yang sangat indah. Gunung Bromo, Arjuno dan gunung gunung lain terlihat indah dipenuhi hutan hutan yang lebat. Langit yang mulai cerah dan hamparan awan yang bersih, membuat rasanya diri ini semakin termotivasi untuk segera ke puncak.

Dan akhirnya saya sampai di Mahameru. Mungkin sekitar jam 7an pagi. Puncak ini datarannya lebar sehingga bisa menampung banyaknya pendaki. Banyak sekali bebatuan disini,  hasil letusan gunung. Di beberapa titik ditancapkan bendera merah putih dan informasi ketinggian di 3726 meter dpl. Salah satu yang menarik disini adalah, disebelah puncak tempat kita berdiri, selalu mengeluarkan letusan setiap beberapa menit sekali. Rutin. Letusan ini mengeluarkan asap yang disebut wedhus gembel. Asap ini membubung tinggi membentuk seperti jamur dan kemudian hilang ditelan angin. Sebenarnya asap ini berbahaya bila terhisap, bisa menyebabkan kematian. Namun sangat menarik dan ditunggu tunggu untuk dilihat dari dekat. Memang angin membawa asap letusan ini ke arah yang lain, namun katanya di atas jam 9 pagi, angin berubah arah dan membawa asap ini ke arah pendaki gunung. Katanya asap ini juga yang menyebabkan meninggalnya aktivis UI Soe Hok Gie yang kisahnya pernah difilmkan. Saya sempat melepas kaus tangan agar lebih leluasa makan snack. Namun dalam beberapa waktu, udara dingin membuat tangan saya seperti mati rasa. Dingin sekali. Padahal matahari sudah muncul, tapi diingin udaranya masih luar biasa. Saya kembali memakai kaus tangan. Hal yang sama dialami oleh teman yang lain.

Saya pun mengucap syukur dalam hati pada Tuhan atas kesempatan itu. Saya bisa menikmati keindahan alam dari puncak gunung. Indah sekali. Kita bisa melihat hamparan gunung gunung lain yang berwarna hijau karena tertutup pepohonan yang lebat. Melihat batas ufuk di kejauhan. Ciptaan Tuhan memang luar biasa.
Wedhus Gembel Mahameru
Pemandangan dari Mahameru
Setelah kami berfoto dan menunggu teman lain, kami pun turun kembali. Teman saya meminta stok air saya 600 ml. Selama mendaki dari kalimati sampai puncak, saya hanya minum kira kira 300 ml, hemat juga. Jadi saya masih punya stok sekitar 1 literan air. Salah satu makanan yang membuat saya tahan haus dan lebih kuat adalah gula merah.

Turun di track pasir sebenarnya lebih mudah. Tinggal menggunakan tumit sepatu untuk melangkah dan mendarat di pasir, membuat kita  berjalan cepat memanfaatkan merosotnya pasir tersebut. Tapi terkadang kita juga terpeleset dan jatuh ke pasir. Ketika turun, masih ada beberapa pendaki yang berjuang sedikit lagi mencapai puncak. Saya berusaha untuk memotivasinya. Hanya itu yang mereka butuhkan. Di tengah turunan dari track pasir, saya sempat duduk sebentar dan memandangi kawasan ini. Nikmatnya pemandangan ini. Setelah puas, melanjutkan kembali turunan pasir. Nah, disamping kiri dan kanan track pasir ini seperti ada jalanan menurun juga. track menurun ini lebih didominasi tanah keras dan berpasir juga. Sepertinya menggoda untuk beralih ke jalur tersebut. Tapi sebenarnya tidak disarankan melalui jalan tersebut. Karena bila keterusan, melalui track sebelah kiri atau kanan akan masuk ke hutan dengan jalur yang berbeda dan bisa tersesat di hutan/disorientasi arah atau menemui jurang yang dalam. Area ini sering disebut area Blank 75 karena terdapat jurang dengan ketinggian 75 meter. Sebenarnya di area hutan Arcopodo juga disebut area Blank 75 karena jalurnya yang berkelok kelok, sehingga bila tidak konsentrasi atau tanpa didampingi orang yang sudah pernah melalui jalur, bisa tersesat dan lama kelamaan menjauh dari jalur menuju Kalimati. Di keseluruhan area Blank 75 inilah sering pendaki gunung tersesat, menghilang, dan ditemukan sudah meninggal karena kekurangan logistik dan kedinginan. 
Track Pasir dan view disekitarnya
Sampai di ujung track pasir, saya berhenti dan beristirahat bersama seorang teman. Kami menunggu teman yang masih menuruni track pasir tersebut. Beberapa orang sudah turun bergabung bersama kami. Mereka menginfokan yang beberapa orang yang lain diatas turun sangat lambat, karena ada yang terkilir kakinya. Wah, ya sudahlah. Kami pun melanjutkan perjalanan melintasi hutan Arcopodo. Di beberapa tempat kami menemukan beberapa tenda. Pastinya sangat dingin bermalam disini. Kami pun berjalan juga lambat karena seorang teman kakinya sering kram. Akhirnya kami tiba juga di Kalimati. Mungkin jam 10 atau 11. Di salah satu sudut di Kalimati, kami memandangi Mahameru dimana keseluruhan bagian puncak benar benar hanya pasir dan melihat ada segaris track pasir yang kami lalui tadi. Benar benar perjalanan yang hebat.
Puncak dan segaris rute track pasir dilihat dari Kalimati
Di Kalimati kami habiskan waktu untuk istirahat dan makan siang. Beberapa teman yang tidak ikut ke puncak, malah sudah berangkat pulang. Kami memang berencana untuk langsung sampai di Ranu Pani pada sore atau malam hari. Beberapa teman sudah ada yang kram, terkilir, mual, demam dan sejenisnya. 
Kami mulai perjalanan sudah sore. Sudah diduga, pasti akan berjalan malam. Awalnya kami berjalan beriringan. Namun di pertengahan, kami berjalan berempat berdekatan. sisanya tertinggal di kejauhan ataupun di depan. Selama perjalanan dari Kalimati ke Ranu Kumbolo, banyak sekali pendaki menuju Kalimati. Padahal ketika kami pulang, tenda di Kalimati saja banyaknya bukan main. Saya membayangkan bagaimana besok pagi mereka berdesakan di track pasir menuju Mahameru. Bisa seperti kemacetan arus mudik lebaran tuh.
Di Oro oro ombo, kami masih sempat mengambil beberapa foto. Memang keindahan tanaman Verbena yang lagi mekar dan lembah yang indah ini membuat kami betah berlama lama. Ternyata gerimis mulai turun. Dan gerimisnya kok makin deras saja. Padahal saat itu saya tepat di punggung bukit dimana bisa menikmati oro oro ombo dan Ranu Kumbolo dengan hanya membalikkan badan saja. Karena sepertinya hujan ingin menurunkan air yang banyak, saya pun bergegas menuruni tanjakan cinta dengan langkah cepat dan bergegas ke pos permanen Ranu Kumbolo. Disini ada beberapa teman yang sudah sampai dan pada akhirnya mereka berjalan duluan. Kemudian satu persatu muncul teman teman yang lain. Menunggu mereka, saya hanya duduk di tepian tembok memandangi Ranu Kumbolo yang disiram air hujan di sore hari. Pemandangan yang menghanyutkan dan melangutkan jiwa.
Gerimis sore di Ranu Kumbolo
 Kami sudah menikmati kopi dan makan makanan ringan ataupun buah, namun masih ada anggota kelompok yang belum sampai. Pada akhirnya mereka sampai juga dengan kondisi ada teman yang benar benar kram, keseleo, dan permasalahan fisik lainnya. Akhirnya ketua rombongan membuat kelompok. Termasuk saya di kelompok terakhir yang berisi teman teman yang sudah bermasalah fisiknya. Seperti Ambulans saja. Perjalanan kami sangat lambat. Perjalanan yang kami awali sekitar jam setengah 7 malam, akhirnya tiba di homestay warga Ranu Pani sekitar jam 1 pagi. Perjalanan lambat sangat melelahkan. Tapi tak ada pilihan lain. 
Keesokan paginya saya bangun jam 8 pagi. Setelah sarapan, saya mencoba mandi. Airnya dinginnya luar biasa dingin seperti air es. Tapi saya paksakan juga mandi, ga tau itu malah menyehatkan atau ntahlah.....
Di daerah Ranu Pani ada juga yang menjual souvenir. Tokonya sederhana, tapi stok kausnya banyak, selain itu juga menjual gantungan kunci, stiker, emblem, dll yang semuanya bertema Semeru.

Akhirnya kami harus pulang. Dengan menggunakan Jeep sewaan kami berangkat dari desa Ranu Pani menuju Tumpang Malang menuju rumah tempat pemilik Jeep ini. Pilihan lain keluar dari Ranu Pani adalah menggunakan truk sayur. Di perjalanan semaksimal mungkin kami menikmati keindahan alam. Bukit bukit yang ditanami sayuran yang tertata rapi, sampai bukit bukit hutan di kejauhan. Kami lama berhenti di pertigaan jalan menuju Bromo dan Tumpang karena sedang ada pengaspalan jalan. Lebih dari sejam kami menunggu, mungkin hampir dua jam.

Di Jeep
Memasuki wilayah Tumpang, hujan kembali turun. Untunglah ada terpal yang digunakan untuk menutupi Jeep terbuka ini. Sampai di rumah pemilik Jeep di Tumpang, kembali kami berkemas dan dimanfaatkan untuk membersihkan diri. Disini juga kami berpisah untuk pulang ke Jakarta. Beberapa teman menggunakan angkutan umum sewaan menuju stasiun Malang. Beberapa orang terburu buru ke bandara malang mengejar jam penerbangan pesawat. Sementara saya dan 5 orang teman yang lain menggunakan mobil sewaan ke bandara surabaya. Kami sempat singgah di Malang untuk makan rawon dan membeli beberapa oleh oleh. Banyak jenis keripik disini. Selain itu seorang teman membeli apel malang yang banyak berjejer di pinggir jalan. Harga apel murah, tapi tetap main tawar. Malang memang sumbernya apel.
Akhirnya sampai juga di bandara Juanda Surabaya, menggunakan Citilink penerbangan jam 9 malam kami tiba di Jakarta sekitar jam setengah sebelas malam.
Perjalanan ini pun berakhir dengan indah. Saya banyak belajar dari perjalanan ini.

Terima kasih kepada teman teman perjalanan yang tidak bisa disebut satu persatu :)

NB: 
1. Untuk info resmi mengenai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dapat mengakses ke www.bromotenggersemeru.com
2. Bila mengunjungi Semeru, sampahnya dibawa turun ke Ranu Pani ya (terutama sampah plastik). Soalnya di Ranu Kumbolo dan Kalimati sudah ada tumpukan sampah plastik yang cukup banyak.
Tumpukan sampah didominasi plastik
3. Film 5cm membuat gunung Semeru semakin terkenal. Bersiaplah terhadap banyaknya pengunjung/pendaki di hari hari libur...

1 comment:

  1. salah satu gunung terindah di tanah air, jadi pengen kesana lagi

    ReplyDelete