Saturday, August 17, 2013

Pendakian ke Gunung Semeru

Mendaki ke gunung Semeru saya jalani sekitar bulan Mei 2013 kemarin. Awalnya ini adalah rencana perjalanan dari grup traveller di kantor saya. Ternyata peminatnya membludak (termasuk saya). Lebih dari 30an orang. Dan tanpa bermaksud apa apa, banyak juga yang belum pernah naik gunung (pengalaman saya naik gunung juga tidak banyak sih..). Dalam hati saya bertanya, apakah perjalanan serombongan besar ini bisa berjalan sukses? Yah, katanya banyak yang ingin naik gunung Semeru setelah menonton film 5 cm. Katanya pemandangan alam di film 5cm menakjubkan. Saya sendiri nonton film 5cm nya setelah naik gunung semeru, dan untunglah demikian sehingga saya sudah mengetahui dulu kondisi nyata Semeru dibanding dengan banyaknya trik trik kamera dalam film tersebut. Karena topik ini bukan resensi film, maka kita kembali ke topik perjalanan. hehehe....

Kawasan Gunung Semeru adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk mendaki gunung ini, harus mendaftar terlebih dahulu. Pendaftaran dilakukan melalui webnya di www.bromotenggersemeru.com. Segala syarat syaratnya juga tertera disana. Tiket masuk adalah 10 ribu rupiah per orang dimana terdiri atas rp.2500 untuk biaya tiket masuk, 2500 untuk asuransi, dan 5000 untuk biaya membawa kamera (termasuk kamera handphone).

Perjalanan ini dimulai hari selasa malam dari jakarta dan kembali sabtu malam di jakarta.
Hari Selasa malam, kami beramai ramai naik kereta eksekutif gajayana dari stasiun gambir menuju malang. Tiketku harganya Rp.420 ribu. Buset dah.. mahalnyoo... Padahal tiket pulangku sabtu malam dari surabaya dengan citilink harganya Rp. 370 ribu sajo... Pelayanan kereta api memuaskan. Namanya juga kereta eksekutif. Reformasi KAI yang dilakukan dirut KAI Pak Ignasius Jonan sepertinya berhasil. Namun harga makanan di kereta agak mahal, mirip mirip harga makanan di pesawat. hehehe...

Akhirnya sampai di Stasiun malang sekitar jam 9 pagi. Cuaca tidak terlalu cerah tapi juga tidak mendung. Lebih tepatnya berawan. Sudah ada yang menyiapkan empat buah angkutan umum kosong untuk rombongan besar ini. Dari sini kami menuju Tumpang di kabupaten Malang untuk mempersiapkan segala hal dan juga makan siang. Di Tumpang ini juga kami akan mulai perjalanan menuju Desa Ranu Pani menggunakan Jeep. Sepertinya semua sudah disiapkan oleh Ketua rombongan kami. Kami bisa berkemas, makan, dan bersantai sejenak di salah satu rumah di desa Tumpang. Pemilik rumah ini sekaligus sebagai pemilik Jeep yang akan mengantar kami.

Perjalanan dari Tumpang menuju desa Ranu Pani memakan waktu hampir dua jam. Bukan karena jauhnya. tapi karena tracknya yang terus menaik dan menaik, tikungannya juga tajam dan beberapa kondisi jalan yang kurang baik. Namun pada saat kami melalui jalan tersebut, proses pengaspalan jalan sedang berlangsung di beberapa lokasi. Di tengah perjalanan, kami berhenti sebentar di pertigaan jalan menuju ke Bromo. Yah, kita bisa menuju Bromo melalui jalanan yang terus menurun menuju padang rumput Bromo yang terlihat jauh di bawah sana. Pemandangannya sangat indah... biar foto yang berbicara :) mirip seperti di film 5cm lah...
Pertigaan menuju Bromo dan view-nya
Sampai di Ranu Pani (ketinggian 2.200 m), kami kembali berkemas. Inilah kalo rombongan besar, berkemas dan mengkoordinir semuanya memakan waktu lama. Sekalian juga berkoordinasi dengan para porter. ya, kami membawa porter sekalian juga mereka yang masak. Jadi di tas cukup membawa kebutuhan pribadi dan air minum saja.

Akhirnya perjalanan dimulai sekitar jam 2 sore setelah sebelumnya diawali dengan doa yang khusuk. Saya memang lebih khusuk berdoa bila dalam perjalanan hiking, diving, atau perjalanan ke daerah daerah wisata. Padahal kalo doa syafaat di gereja kadang saya malah melamun. Maafkan saya ya Bapak dan Ibu Pendeta... :) Aura keindahan dan misteri alam membuat saya terasa dekat dengan Tuhan Sang Pencipta...

Di desa Ranu Pani terdapat sebuah danau kecil yang bernama Ranu Pani. Kecil kecil gitu sudah makan korban juga. Ceritanya, pernah seorang anak tenggelam dan sampai sekarang jasadnya tidak diketemukan. Setelah menjalani jalanan beraspal mungkin sekitar 1 km, mulai masuk ke area hutan. Perjalanan ini normalnya sekitar 4 jam-an. Kita akan melalui 4 pos peristirahatan. Ketika kami melintas, hanya pos 3 yang atapnya rubuh, selainnya, masih utuh dalam kondisi baik. Dari awal pintu gerbang ke pos1 akan memakan waktu hampir 1 jam, dari pos 1 ke pos 2 sekitar 45 menit, dari pos 2 ke pos 3 inilah jarak yang paling jauh, mungkin memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit, dari pos 3 ke pos 4 tidak sampai satu jam, sebelum sampai pos 4, kita sudah bisa melihat keindahan Ranu Kumbolo dari kejauhan di bawah sana, dari pos 4 ke tepi Ranu Kumbolo tempat mendirikan tenda, juga tidak sampai satu jam. Kita juga sesaat akan menyusuri tepian danau. Bila sudah tiba di lokasi tenda (disitu juga terdapat bangunan permanen dari batu), akan terlihat sebagian rute perjalanan kita yang berada di punggung bukit.   
Awalnya kami membagi rombongan kami ke dalam 4 kelompok. Tapi yah itulah.... ga jelas bagaimana formasinya, akhirnya rombongan terpecah belah. Ada yang sedikit sedikit capek, ngeluh, kram dan sejenisnya. Saya yang awalnya pingin agak cepat jadinya harus lebih sabar mendampingi beberapa teman teman. Efek positifnya adalah banyak istirahat membuat kami lebih banyak ngobrol dan saling mengenal, karena sebelumnya kami bahkan belum saling mengenal walau satu kantor (maklum pegawai kantornya ribuan... atau mungkin saya aja yang kurang gaul...hiks...). Efek negatifnya adalah kami akan tiba semakin malam di Ranu Kumbolo, dan bagi saya pribadi yang sebenarnya masih sanggup jalan, akan lebih terasa melelahkan bila berlama lama di perjalanan. 
Idealnya bila stamina kita bagus, beristirahat cukup di keempat pos saja masing masing sekitar 5-15 menit tergantung banyaknya bawaan logistik dan tingkat kelelahan. Target perjalanan sekitar 4 jam-an.
Akhirnya saya dan beberapa teman sampai sudah malam. Mungkin sekitar jam 7 malam. Beberapa teman sudah sampai di Ranu Kumbolo. Yang belum sampe juga masih banyak. Saya langsung masuk tenda yang sudah berdiri dan belum dihuni siapapun. Porter sedang memasak. Saya dengar beberapa keluhan tentang capeknya naik gunung. Ya, mungkin mereka belum terbiasa tantangannya. Dalam hati saya berkata, ini kan sebenarnya masih pemanasannya, bagaimana lagi ke puncaknya? Sayapun menutup mata beristirahat sambil meluruskan badan. Sesaat kemudian, mungkin sekitar jam 8an malam, teman saya nyari tenda kosong dan saya tawarkan di tenda tempat saya. Dia baru tiba karena harus mendampingi beberapa orang yang juga mengalami mirip seperti di kelompok saya. Teman saya yang bernama Mahendra ini sebenarnya bisa jalan melesat bagai anak panah dengan ransel 100 liter terisi penuh. Menurut saya, dia dah bisa jadi porter..hahaha.... Malam menyisakan pemandangan bintang yang gemerlap diatas sana. Serasa menghibur kelelahan kami. Udara terasa dingin di ketinggian 2400 meter ini, ditambah hawa sejuk danau pula. Setelah mengobrol sebentar, saya pun tidur untuk esok pagi menyaksikan maha karya keindahan Ranu Kumbolo.

Saya kurang tahu bangun jam berapa. Dibangunkan teman saya, mungkin jam setengah enam pagi. Langit masih gelap. Namun samar samar terlihat sedikit gambaran terang. Dan akhirnya sinar matahari mulai muncul dari balik bukit yang ada hadapan kita. Sampai akhirnya matahari keluar dari salah satu bukit di sebrang sana. Pemandangan pun luar biasa indah. Ranu Kumbolo terlihat seperti mengeluarkan asap yang merupakan embun pagi. Terkadang, awan awan pun menutupi dua buah bukit tersebut. Pantulan air jernih dari Ranu Kumbolo juga membuat pemandangan alam semakin indah saja. Aku mencoba mengambil air dari Ranu, alamakkk dinginnya menyegarkan. Terkadang saya masih juga menggigil dengan hawa dingin, walaupun jaket masih tetap menyelimuti badan ini. Seorang teman mencoba memancing. Satu yang harus diingat, tidak diperkenankan untuk mandi, mencuci, dan berenang di Ranu Kumbolo karena inilah sumber air untuk kawasan Ranu Kumbolo. Jadi airnya harus dibiarkan apa adanya tetap bersih. Ambillah airnya dan gunakan di tempat lain untuk kebutuhan memasak, cuci muka, dan lainnya. Jangan langsung di sumber air. Berenang juga dilarang selain alasan menjaga kebersihan air, juga alasan keselamatan. Ini peringatan dari Penjaga Kawasan Taman Nasional. Jadi yang ada di film 5cm mereka berenang di Ranu Kumbolo sebenarnya kurang cocok.

Menyambut fajar di Ranu Kumbolo

Ranu Kumbolo
Setelah sarapan, beberapa teman mengajak untuk senam dan peregangan otot. Kami semua benar benar menjalaninya dengan serius. Harapannya agar kejadian semalam banyak yang kram dan sejenisnya, tidak terulang lagi. Dan sepertinya, itu terbukti. Perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati lebih lancar jaya.
Sebelum kami berangkat, sesuai dengan rencana awal, kami mengumpulkan sampah sampah (terutama sampah plastik) yang bertebaran di sekitar ranu kumbolo tempat banyak mendirikan tenda. Kami memang sudah membawa trash bag yang banyak. Harapan kami juga sebenarnya adalah memancing pendaki pendaki yang lain untuk lebih sadar akan lingkungannya. Tidak membuang sampah sembarangan, tapi membawanya pulang. Saya tidak terlalu banyak memungut sampah, ada beberapa teman lain yang sangat semangat.

Diawali dengan doa, pagi hari kami berangkat menuju Kalimati. Di kalimati kami akan beristirahat sampai jam 12 malam nanti berangkat menuju puncak Semeru yang bernama Mahameru. Perjalanan ini kemungkinan akan memakan waktu sekitar 3 jam. Di awal perjalanan langsung dihadang oleh tanjakan yang disebut tanjakan cinta. Mitosnya adalah bila kita berhasil menanjak terus sampai atas tanpa sekalipun menoleh kebelakang, pasangan yang selalu kita pikirkan, akan jadian sama kita. Sebagai info, memandang kebelakang akan memandang keindahan Ranu Kumbolo dan keindahan bukit bukit di sekitarnya. Tapi kita juga bisa memandangnya sesudah sampai di atas bukit. Selama menanjak, saya membayangkan dan mendoakan agar pacar saya yang berada nun jauh di Medan sana, semoga kami bisa menikah, punya anak, dan hidup bersama, dan saling mengasihi. (alamakkk....mantap nian doanya..).
Saya berhasil menanjak tanpa menoleh sekalipun ke belakang. Horeee...hahaha...
Tanjakan Cinta
Setelah memandang keindahan Ranu Kumbolo, saya pun membalikkan arah menuju arah sebaliknya. Terhampar indah bunga bunga Lavender yang semuanya lagi mekar di bawah sana. Warnanya merah muda menggoda. Ini benar benar lokasi yang indah untuk foto prewedding...hahaha.... Lokasi ini dinamakan Oro oro ombo. Kami beruntung datang ketika Lavender lagi mekar mekarnya. Sebenarnya ada dua jalur menuruni bukit. Pertama ke kiri menyusuri punggung bukit lebih landai. Atau langsung turun bukit ke bawah. Kami pun ambil track yang langsung menuju ke bawah agar bisa langsung menyusuri keindahan hamparan mekarnya Lavender. Usut punya usut, ternyata tanaman yang indah ini bukanlah Lavender, melainkan Verbena Brasiliensis Vell (menurut penjelasan petugas pengelola TNBTS), tanaman asal amerika selatan yang bisa jadi mengancam keberadaan padang rumput yang ada.

Oro-oro Ombo
Cukup lama kami berfoto foto disini. Jika melihat lokasinya, sangat super sekali, ibarat sebuah lembah yang sangat luas berisi padang rumput dan tanaman Verbena yang dikelilingi oleh tembok tembok bukit pinus di kejauhan. Tampak juga gunung menjulang, dan terkadang terlihat puncak Semeru dengan asap yang terkadang mengepul. Namun terkadang puncak gunung tidak terlihat karena tertutup awan. Luar biasa. Kami pun terus menyurusi jalan. Selepas sabana, kami memasuki hutan didominasi pepohonan cemara. Karena itu dinamakan Cemoro Kandang.
Cemoro Kandang
Di perjalanan, hujan ringan sempat membasahi bumi. Namun dengan raincoat, perjalanan bisa terus dilanjutkan. Akhirnya sampai juga di pos Kalimati. Lokasi ini adalah padang rumput yang sangat luas. Di sisi kiri dan kanan di kejauhan adalah hutan hutan yang sepertinya didominasi pohon cemara. Pos disini sudah terbangun sebuah rumah permanen. Ketika kami hampir mencapai Kalimati, hujan yang awalnya gerimis menunjukkan tanda tanda mau lebat. Kami pun berusaha melangkah cepat mencapai pos itu. Beberapa teman sampe belakangan. Ternyata ketika hujan lebat mereka masih di hutan cemara. Sehingga mereka membuat flying sheet dulu untuk berteduh.

Kalimati sering dijadikan tempat camp terakhir sebelum menuju puncak. Selain karena dataran yang luas, sekitar 30 menit dari kalimati ada sumber air. Dari sini juga bisa memandang Mahameru. Memang ada beberapa yang bermalam di hutan Arcopodo, tapi tentunya disana akan lebih dingin. 

Kalimati
Dari siang sampai sore, bahkan sampai jam 7 malam, hujan terus menerus tiada henti. Hawa pun menjadi sangat sangat dingin. Ketinggian Kalimati di 2.700 meter dpl ini saja sudah dingin ditambah lagi dengan hujan yang terus menerus. Walau menggunakan jaket, kaos kaki, masker, kupluk, kaos tangan, dan masuk ke dalam sleeping bag, tetap saja masih kedinginan. Saya berempat di dalam tenda dengan teman yang lain, berhimpitan pun tetap saja tidak bisa tidur karena terlalu dingin. Akhirnya setelah hujan reda, kami sebentar berkumpul sekitar jam 8 malam. Dari diskusi tersebut, ada beberapa hal penting yang kami sepakati. ada beberapa orang yang tidak menuju Mahameru karena memang kondisi fisik tidak memungkinkan. Nah , ada beberapa orang yang ingin mulai jalan jam 10 malam karena mereka ingin ke puncak namun mereka tidak percaya dengan kemampuan fisik mereka. Namun ketua rombongan memaksa agar berangkatnya harus sama semua jam 12 malam. Pada akhirnya, semuanya berangkat bersama sama namun beberapa teman tersebut gagal mencapai puncak, menyerah ketika menanjak di track pasir.
Untuk diketahui, bahwa batas terakhir berada di Mahameru adalah sekitar jam 9 pagi. Diatas jam 9 pagi, arah angin akan berubah sehingga semburan asap akan menuju mahameru. Bila dihirup, bisa mati. Dan sebenarnya untuk diketahui juga, sebenarnya ijin pendakian hanya sampai Kalimati. Menuju  Mahameru dilarang, oleh karena itu petugas taman nasional tidak bertanggung jawab terhadap hal hal yang terjadi pada pendaki antara Kalimati sampai Mahameru. Berarti, semua pendaki yang menuju Mahameru sudah melanggar Konstitusi..hahahaha...

Di Kalimati, ketika saya ke semak semak untuk buang air kecil, sangat banyak kotoran manusia bertebaran. Bahkan bertebaran di areal jalan setapaknya. Sangat menjijikkan. Hal ini juga ditemui di daerah Ranu Kumbolo. Semakin banyaknya pengunjung yang mendaki Semeru ini, semakin banyak juga sampah dan kotoran yang melimpah di kawasan ini. Sayang sekali. Seharusnya buang air besar juga ada etikanya. Yang paling baik tentu menggali tanah dan menguburnya kembali. Saya pikir sebaiknya perlu untuk mengentikan sementara kegiatan pendakian untuk kepentingan konservasi. Hal ini dilakukan di Gunung Gede Jawa Barat.

Kami mulai berjalan menuju Mahameru jam 1 pagi. Sebenarnya kami sudah mulai makan jam 11an malam, tapi namanya juga rombongan besar, selalu membutuhkan waktu yang lama untuk berkemas dan koordinasi. Saya tetap membawa carrier bag saya, isinya airrr.... Sekitar dua literan yang dibagi ke dalam 3 botol. Sisanya kebutuhan medis secukupnya. Hal ini membuat saya cukup tenang berjalan. Oh iya, sangat baik bila menggunakan tongkat. Hal ini sangat berguna di tanjakan pasir nantinya. Saya sendiri menggunakan tongkat kayu yang saya dapatkan ketika menuju Ranu Kumbolo. 
Satu jam pertama kita akan melintasi kawasan hutan lebat yang disebut Arcopodo. Hutan ini sangat dingin. Terkadang bisa muncul hujan es di kawasan arcopodo. Saya lengkap menggunakan jaket, kaos kaki, sepatu, kaos tangan, masker, dan penutup kepala. Track hutan yang terus menerus menanjak kadang buat gerah juga. Tapi anginnya amat sangat dingin. Di satu titik, terlihat pemandangan nunjauh. Sepertinya kota Malang yang ditaburi cahaya. Indah sekali dan juga dingin sekali...
Kami terus melanjutkan perjalanan sampai akhirnya keluar hutan dan menuju tanjakan pasir. Diawali dengan menemukan beberapa batu nissan. Ada beberapa batu nissan disitu, yaitu beberapa korban pendaki gunung, baik yang sudah ditemukan meninggal ataupun sampai sekarang masih hilang. 
Teman saya Mahendra bertekad untuk melaju cepat ke puncak. Saya sebenarnya ingin mengikuti, namun karena ada permintaan dari teman serombongan saya yang kebetulan di dekat saya untuk berjalan beriringan, saya setuju saja. Perjalanan menjadi lebih lambat. Tapi saya pikir, saling membantu dan menyemangati satu sama lain itu lah salah satu inti perjalanan ini. Yang uniknya, ada beberapa teman yang ditarik oleh porternya. Gila bener porternya. Dan rata rata porter itu pakai sandal jepit. Saya tanya teman saya, gimana sih rasanya ditarik porter? Emang lebih mudah? Dijawab ya lebih mudah, kita tinggal berusaha tetap menyeimbangkan badan saja, walau tetap capek.

Kondisi di tanjakan pasir benar benar sulit. Pasirnya benar benar tebal, sehingga sering merosot. Kalau saya perhatikan dan rasakan, tanjakan pasir Semeru lebih sulit dibanding tanjakan pasir Rinjani. Dan ramenya bukan main. Rame sekali, sementara lebar track tanjakan itu tidak terlalu lebar. Saya sering berusaha menahan emosi, ketika ada pendaki lain beristirahat sampai menyebabkan track tanjakan itu terhalang. Saya yang sudah berusaha sedemikian rupa mengatur nafas dan langkah saya, dengan sangat terpaksa harus berhenti. Ini malah membuat saya jadi semakin capek saja. Tingkat keramaiannya memang luar biasa...
Ada pendaki lain yang menggantungkan mp3 di tasnya untuk mendengar musik, saya dan teman berusaha konsisten bersamanya. Lagu lagu cukup menghibur di gelapnya malam menjelang pagi. Saya juga bertemu dengan bapak yang sudah cukup berumur. Ternyata dia rombongan besar juga dan bapak ini ketuanya. Orangnya sangat memotivasi. Senang sempat bertemu di tanjakan pasir tersebut. Setelah berjalan sekian lama, matahari mulai menampakkan sinarnya. Indah sekali. Nah, di atas sudah terlihat seperti puncak. Tidak ada jalan keatas lagi tertutup dinding batu.  Banyak yang menyebut itu adalah puncak bayangan. Karena sebenarnya setelah melalui dinding batu itu, jalanan ke atas masih panjang, sekitar 1 jam perjalanan lagi. Namun dari sini, ketika beristirahat, kita bisa menikmati pemandangan alam yang sangat indah. Gunung Bromo, Arjuno dan gunung gunung lain terlihat indah dipenuhi hutan hutan yang lebat. Langit yang mulai cerah dan hamparan awan yang bersih, membuat rasanya diri ini semakin termotivasi untuk segera ke puncak.

Dan akhirnya saya sampai di Mahameru. Mungkin sekitar jam 7an pagi. Puncak ini datarannya lebar sehingga bisa menampung banyaknya pendaki. Banyak sekali bebatuan disini,  hasil letusan gunung. Di beberapa titik ditancapkan bendera merah putih dan informasi ketinggian di 3726 meter dpl. Salah satu yang menarik disini adalah, disebelah puncak tempat kita berdiri, selalu mengeluarkan letusan setiap beberapa menit sekali. Rutin. Letusan ini mengeluarkan asap yang disebut wedhus gembel. Asap ini membubung tinggi membentuk seperti jamur dan kemudian hilang ditelan angin. Sebenarnya asap ini berbahaya bila terhisap, bisa menyebabkan kematian. Namun sangat menarik dan ditunggu tunggu untuk dilihat dari dekat. Memang angin membawa asap letusan ini ke arah yang lain, namun katanya di atas jam 9 pagi, angin berubah arah dan membawa asap ini ke arah pendaki gunung. Katanya asap ini juga yang menyebabkan meninggalnya aktivis UI Soe Hok Gie yang kisahnya pernah difilmkan. Saya sempat melepas kaus tangan agar lebih leluasa makan snack. Namun dalam beberapa waktu, udara dingin membuat tangan saya seperti mati rasa. Dingin sekali. Padahal matahari sudah muncul, tapi diingin udaranya masih luar biasa. Saya kembali memakai kaus tangan. Hal yang sama dialami oleh teman yang lain.

Saya pun mengucap syukur dalam hati pada Tuhan atas kesempatan itu. Saya bisa menikmati keindahan alam dari puncak gunung. Indah sekali. Kita bisa melihat hamparan gunung gunung lain yang berwarna hijau karena tertutup pepohonan yang lebat. Melihat batas ufuk di kejauhan. Ciptaan Tuhan memang luar biasa.
Wedhus Gembel Mahameru
Pemandangan dari Mahameru
Setelah kami berfoto dan menunggu teman lain, kami pun turun kembali. Teman saya meminta stok air saya 600 ml. Selama mendaki dari kalimati sampai puncak, saya hanya minum kira kira 300 ml, hemat juga. Jadi saya masih punya stok sekitar 1 literan air. Salah satu makanan yang membuat saya tahan haus dan lebih kuat adalah gula merah.

Turun di track pasir sebenarnya lebih mudah. Tinggal menggunakan tumit sepatu untuk melangkah dan mendarat di pasir, membuat kita  berjalan cepat memanfaatkan merosotnya pasir tersebut. Tapi terkadang kita juga terpeleset dan jatuh ke pasir. Ketika turun, masih ada beberapa pendaki yang berjuang sedikit lagi mencapai puncak. Saya berusaha untuk memotivasinya. Hanya itu yang mereka butuhkan. Di tengah turunan dari track pasir, saya sempat duduk sebentar dan memandangi kawasan ini. Nikmatnya pemandangan ini. Setelah puas, melanjutkan kembali turunan pasir. Nah, disamping kiri dan kanan track pasir ini seperti ada jalanan menurun juga. track menurun ini lebih didominasi tanah keras dan berpasir juga. Sepertinya menggoda untuk beralih ke jalur tersebut. Tapi sebenarnya tidak disarankan melalui jalan tersebut. Karena bila keterusan, melalui track sebelah kiri atau kanan akan masuk ke hutan dengan jalur yang berbeda dan bisa tersesat di hutan/disorientasi arah atau menemui jurang yang dalam. Area ini sering disebut area Blank 75 karena terdapat jurang dengan ketinggian 75 meter. Sebenarnya di area hutan Arcopodo juga disebut area Blank 75 karena jalurnya yang berkelok kelok, sehingga bila tidak konsentrasi atau tanpa didampingi orang yang sudah pernah melalui jalur, bisa tersesat dan lama kelamaan menjauh dari jalur menuju Kalimati. Di keseluruhan area Blank 75 inilah sering pendaki gunung tersesat, menghilang, dan ditemukan sudah meninggal karena kekurangan logistik dan kedinginan. 
Track Pasir dan view disekitarnya
Sampai di ujung track pasir, saya berhenti dan beristirahat bersama seorang teman. Kami menunggu teman yang masih menuruni track pasir tersebut. Beberapa orang sudah turun bergabung bersama kami. Mereka menginfokan yang beberapa orang yang lain diatas turun sangat lambat, karena ada yang terkilir kakinya. Wah, ya sudahlah. Kami pun melanjutkan perjalanan melintasi hutan Arcopodo. Di beberapa tempat kami menemukan beberapa tenda. Pastinya sangat dingin bermalam disini. Kami pun berjalan juga lambat karena seorang teman kakinya sering kram. Akhirnya kami tiba juga di Kalimati. Mungkin jam 10 atau 11. Di salah satu sudut di Kalimati, kami memandangi Mahameru dimana keseluruhan bagian puncak benar benar hanya pasir dan melihat ada segaris track pasir yang kami lalui tadi. Benar benar perjalanan yang hebat.
Puncak dan segaris rute track pasir dilihat dari Kalimati
Di Kalimati kami habiskan waktu untuk istirahat dan makan siang. Beberapa teman yang tidak ikut ke puncak, malah sudah berangkat pulang. Kami memang berencana untuk langsung sampai di Ranu Pani pada sore atau malam hari. Beberapa teman sudah ada yang kram, terkilir, mual, demam dan sejenisnya. 
Kami mulai perjalanan sudah sore. Sudah diduga, pasti akan berjalan malam. Awalnya kami berjalan beriringan. Namun di pertengahan, kami berjalan berempat berdekatan. sisanya tertinggal di kejauhan ataupun di depan. Selama perjalanan dari Kalimati ke Ranu Kumbolo, banyak sekali pendaki menuju Kalimati. Padahal ketika kami pulang, tenda di Kalimati saja banyaknya bukan main. Saya membayangkan bagaimana besok pagi mereka berdesakan di track pasir menuju Mahameru. Bisa seperti kemacetan arus mudik lebaran tuh.
Di Oro oro ombo, kami masih sempat mengambil beberapa foto. Memang keindahan tanaman Verbena yang lagi mekar dan lembah yang indah ini membuat kami betah berlama lama. Ternyata gerimis mulai turun. Dan gerimisnya kok makin deras saja. Padahal saat itu saya tepat di punggung bukit dimana bisa menikmati oro oro ombo dan Ranu Kumbolo dengan hanya membalikkan badan saja. Karena sepertinya hujan ingin menurunkan air yang banyak, saya pun bergegas menuruni tanjakan cinta dengan langkah cepat dan bergegas ke pos permanen Ranu Kumbolo. Disini ada beberapa teman yang sudah sampai dan pada akhirnya mereka berjalan duluan. Kemudian satu persatu muncul teman teman yang lain. Menunggu mereka, saya hanya duduk di tepian tembok memandangi Ranu Kumbolo yang disiram air hujan di sore hari. Pemandangan yang menghanyutkan dan melangutkan jiwa.
Gerimis sore di Ranu Kumbolo
 Kami sudah menikmati kopi dan makan makanan ringan ataupun buah, namun masih ada anggota kelompok yang belum sampai. Pada akhirnya mereka sampai juga dengan kondisi ada teman yang benar benar kram, keseleo, dan permasalahan fisik lainnya. Akhirnya ketua rombongan membuat kelompok. Termasuk saya di kelompok terakhir yang berisi teman teman yang sudah bermasalah fisiknya. Seperti Ambulans saja. Perjalanan kami sangat lambat. Perjalanan yang kami awali sekitar jam setengah 7 malam, akhirnya tiba di homestay warga Ranu Pani sekitar jam 1 pagi. Perjalanan lambat sangat melelahkan. Tapi tak ada pilihan lain. 
Keesokan paginya saya bangun jam 8 pagi. Setelah sarapan, saya mencoba mandi. Airnya dinginnya luar biasa dingin seperti air es. Tapi saya paksakan juga mandi, ga tau itu malah menyehatkan atau ntahlah.....
Di daerah Ranu Pani ada juga yang menjual souvenir. Tokonya sederhana, tapi stok kausnya banyak, selain itu juga menjual gantungan kunci, stiker, emblem, dll yang semuanya bertema Semeru.

Akhirnya kami harus pulang. Dengan menggunakan Jeep sewaan kami berangkat dari desa Ranu Pani menuju Tumpang Malang menuju rumah tempat pemilik Jeep ini. Pilihan lain keluar dari Ranu Pani adalah menggunakan truk sayur. Di perjalanan semaksimal mungkin kami menikmati keindahan alam. Bukit bukit yang ditanami sayuran yang tertata rapi, sampai bukit bukit hutan di kejauhan. Kami lama berhenti di pertigaan jalan menuju Bromo dan Tumpang karena sedang ada pengaspalan jalan. Lebih dari sejam kami menunggu, mungkin hampir dua jam.

Di Jeep
Memasuki wilayah Tumpang, hujan kembali turun. Untunglah ada terpal yang digunakan untuk menutupi Jeep terbuka ini. Sampai di rumah pemilik Jeep di Tumpang, kembali kami berkemas dan dimanfaatkan untuk membersihkan diri. Disini juga kami berpisah untuk pulang ke Jakarta. Beberapa teman menggunakan angkutan umum sewaan menuju stasiun Malang. Beberapa orang terburu buru ke bandara malang mengejar jam penerbangan pesawat. Sementara saya dan 5 orang teman yang lain menggunakan mobil sewaan ke bandara surabaya. Kami sempat singgah di Malang untuk makan rawon dan membeli beberapa oleh oleh. Banyak jenis keripik disini. Selain itu seorang teman membeli apel malang yang banyak berjejer di pinggir jalan. Harga apel murah, tapi tetap main tawar. Malang memang sumbernya apel.
Akhirnya sampai juga di bandara Juanda Surabaya, menggunakan Citilink penerbangan jam 9 malam kami tiba di Jakarta sekitar jam setengah sebelas malam.
Perjalanan ini pun berakhir dengan indah. Saya banyak belajar dari perjalanan ini.

Terima kasih kepada teman teman perjalanan yang tidak bisa disebut satu persatu :)

NB: 
1. Untuk info resmi mengenai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dapat mengakses ke www.bromotenggersemeru.com
2. Bila mengunjungi Semeru, sampahnya dibawa turun ke Ranu Pani ya (terutama sampah plastik). Soalnya di Ranu Kumbolo dan Kalimati sudah ada tumpukan sampah plastik yang cukup banyak.
Tumpukan sampah didominasi plastik
3. Film 5cm membuat gunung Semeru semakin terkenal. Bersiaplah terhadap banyaknya pengunjung/pendaki di hari hari libur...

Saturday, August 10, 2013

Pendakian ke Gunung Gede

Perjalanan mendaki ke gunung Gede ini sebenarnya mendadak. Awalnya ada teman yang berangkat ke gunung gede dan setelah turun memberi info bahwa edelweiss lagi mekar mekarnya. Akhirnya ada teman yang hobi fotografi mengajak kami untuk mendaki gunung gede. Persiapanpun dilakukan sesingkat mungkin.
Awalnya kami berencana untuk naik dan turun melalui track gunung putri. Namun karena ada teman yang ingin merasakan jalur Cibodas (walaupun memakan waktu yang lebih lama), akhirnya kami putuskan untuk naik dari jalur gunung putri dan turun dari jalur cibodas.

Gunung Gede merupakan bagian dari Taman Nasional Gede Pangrango. Gunung Gede dan Gunung Pangrango adalah dua gunung yang saling bertetanggaan. Jalur awalnya pun sama. Namun banyak orang memilih Gunung Gede karena pemandangan lebih baik di Gunung Gede dan ada hamparan padang rumput Surya Kencana yang indah. Dua track pendakian gunung gede yang terkenal adalah melalui jalur gunung putri dan cibodas. Kedua awal jalur tersebut berada di lokasi puncak kabupaten bogor. Untuk menuju desa gunung putri  melalui cipanas, masuk ke jalan tepat di samping istana presiden cipanas. Sementara bila naik dari cibodas, melalui kawasan wisata cibodas.
Akses menuju kesana juga mudah, bisa menggunakan angkutan umum menuju puncak dari bogor. Mungkin yang agak sulitnya adalah tidak ada angkutan umum dari tepi jalan raya cipanas menuju desa gunung putri. Jaraknya mungkin sekitar 10 km. Namun kita bisa menyewa angkutan umum atau menggunakan ojek motor.

Kami berencana naik sabtu pagi dan turun minggu malam. Perjalanan ini memang singkat. Karena kami naik mobil dari Jakarta, mobil harus diparkir dulu di Cibodas. Salah seorang teman kembali ke Cibodas memarkir mobil setelah mengantar kami dan perbekalan di gunung putri, dan kembali ke gunung putri menggunakan ojek motor. Tarif ojek motor dari cibodas ke gunung putri kalo ga salah 30 - 40 ribu.

Untuk mendaki gunung Gede, sebelumnya harus mendaftar dulu di pusat informasi Cibodas dengan biaya lima ribu per orang. Nah ketika hendak naik dari jalur gunung putri, maka kita akan melapor dulu ke pos informasinya dan menunjukkan bukti pembayaran. Selain itu juga diberikan briefing singkat. Salah satu point pentingnya adalah untuk saat ini mendaki gunung diwajibkan menggunakan sepatu tertutup. Selain itu harus menjaga kelestarian alam dengan tidak membuang sampah sembarangan, dilarang membuat api, dan juga tidak boleh membawa sabun, deterjen atau odol karena hal ini dapat mencemari sumber air yang cukup banyak di area gunung gede. Hal ini penting karena mata air dan sungai dari gunung gede merupakan sumber air untuk masyarakat Bandung, Jakarta dan sekitarnya.

Perjalanan kami mulai pukul 11 siang. Awalnya kami melalui perkebunan sayur milik masyarakat dan juga melintasi sungai kecil. Masyarakatnya memang banyak menanam sayur. Kami juga membawa brokoli dari desa gunung putri. Brokolinya segar segar, bahkan ada ulatnya yang membuktikan bebas pestisida..hehehe...
Setelah melintasi kebun sayur dan melewati gerbang gunung gede, mulailah memasuki hutan. Yang ada hanya pohon pohon besar dan lebat. Dari kejauhan terdengar suara ledakan yang bunyi secara rutin. Guide kami menjelaskan bahwa itu adalah meriam yang digunakan untuk mengusir babi hutan. Kalau tidak, babi hutan akan turun memakan dan menghancurkan ladang sayur warga. Guide kami juga bercerita kalau dulu dia lumayan sering berburu babi hutan menggunakan beberapa anjing. Dan ternyata susah juga menangkap babi hutan. Sering anjing menjadi korban. Dan kami pun bercanda andai ada seekor babi hutan yang kecil lewat dan bisa kami tangkap untuk dipanggang di gunung, pasti akan menjadi makan malam yang lezat...hahaha....
Kebun Sayur masyarakat di Desa Gunung Putri
Setelah melalui perkebunan, kami pun mulai memasuki kawasan hutan. Didahului dengan menjumpai gerbang masuk Taman Nasional Gede Pangrango. Gerbangnya hanya berupa tugu batu saja. Setelah itu kami hanya menjumpai hutan hutan yang lebat dan lembab.
Gerbang Taman Nasional Gede Pangrango dari desa gunung putri

Awalnya kami berencana untuk makan siang yang sudah kami bawa di pos yang bernama Buntut Lutung. Namun karena track yang terus menanjak dan teman juga mulai lapar, akhirnya kami makan di pos Legok Lenca, tepat satu pos sebelum Pos Buntut Lutung. Teman kami mengeluarkan trangianya, dan akhirnya kami juga ngopi disini. Setelah selesai makan siang, kami pun melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan sekitar satu jam, kamipun melewati pos Buntut Lutung. Kami sudah terbagi kedalam 3 kelompok karena yang dibelakang berjalan agak lambat karena salah seorang teman kami lututnya agak bermasalah setelah cukup lama tidak mendaki lagi. Setelah itu, kami ada melewati dua pos lagi yaitu Lawang Seketeng dan Simpang Maleber. Untuk diketahui, pos pos yang tadi dilewati tidak ada bangunannya. Kebanyakan hanya berupa area yang agak datar dan sedikit lebar untuk dapat beristirahat. Di beberapa pos hanya terdapat sisa sisa fondasi bangunan pos.

Saya lupa ketika di area mana hujan mulai turun. Hujan yang turun benar benar lebat. Untunglah kami  membawa jas hujan lengkap, ditambah dengan hutan yang lebat, air hujan tidak langsung membasahi kami sehingga masih bisa berjalan terus walau lambat. Track menjadi becek dan sepatu saya mulai basah. Setelah berjalan dengan track yang terus menanjak dan diguyur hujan, akhirnya kami seperti keluar hutan. Kami melihat padang yang benar benar luas. Inilah yang disebut Alun Alun Surya Kencana. Padangnya begitu luas dimana tumbuhan hanya edelweiss dan rerumputan. Sementara di sebelah kiri dan kanan ada gunung dan bukit yang lebat. Seperti berada di sebuah lembah dibentengi oleh gunung dan bukit. Ketika keluar hutan, kita akan belok ke kanan menyusuri padang rumput yang panjang. Karena bila ke sebelah kiri, padang rumputnya akan berakhir dengan jalanan menurun yang curam seperti jurang. Kalau dilihat dari kejauhan, seperti menuju ke awan. Kami berjalan menyusuri padang rumput surya kencana mungkin sekitar 2 km. Akhirnya kami membuat tenda di surya kencana namun agak merapat ke tepi pepohonan untuk menghindari angin. Ada beberapa tenda lain disana, tidak banyak pendaki karena sedang bulan puasa. Enaknya disini adalah ada aliran sungai dan mata airnya sehingga tidak kesulitan dalam hal logistik. Kami sampai sekitar jam setengah 5 sore. Pada saat tiba di surya kencana, muncul lagi hujan yang agak deras untunglah hanya sebentar saja. Dan setelah itu, muncullah pelangi yang indah. Ujung busur pelanginya berada di surya kencana. Indah sekali. Bahkan ada pelangi satu lagi kelihatan samar sehingga ada dua busur pelangi. Kami mendapat bonus setelah hujan..hehehe....
Pelangi di Surya Kencana
Cuaca pun semakin dingin, apalagi karena hujan cukup lebat. Kabut awan pun sering turun di surya kencana. Di malam hari, bintang bintang pun terlihat sangat jelas. Suasana hutan benar benar hening dan damai.
Setelah selesai makan dan mengobrol sebentar, kami pun tidur. Kami berencana untuk tidak mengejar sunrise di puncak yang hanya tinggal sejam perjalanan lagi karena prediksi kami sunrise tidak akan tampak karena cuaca yang didominasi hujan.

Keesokan paginya, kami bermain di area surya kencana. Teman saya sibuk dengan fotografinya, sementara saya dan teman mencoba mengeskplor surya kencana dengan terus berjalan ke kanan. Ternyata padang rumput ini berakhir dengan jalanan menurun curam seperti jurang menuju hutan. Kami pun kembali. Sangat indah menyaksikan hamparan edelweiss yang lagi mekar. Di satu tempat, terdapat batu batu yang disusun empat lima buah. Kalau dari kejauhan terlihat seperti patung patung batu.
Teman saya bercerita, ketika tidur, selain mendengarkan suara mendengkur teman yang lain dan juga saya yang katanya sempat mendengkur (padahal saya sangat jarang mendengkur), dia sempat mendengar suara kuda meringkik. Memang itu menjadi bagian misteri di surya kencana ini. Mungkin saja rombongan kereta kuda raja sedang melintasi surya kencana. Jika ingin tahu cerita legenda mengenai surya kencana, cari saja di Internet. hehehe...
Alun-alun Surya Kencana
Setelah selesai sarapan dan berkemas, kami pun kembali berjalan. Perjalanan menuju puncak tidak lama. Bagi yang berjalan cepat, mungkin 30 menit juga bisa sampai. Tracknya batu batuan sudah tersusun baik seperti anak tangga. Namun susunan tangga yang terus menanjak ini cukup menguras energi. Ketika berjalan menyusuri bebatuan anak tangga ini, saya berpapasan dengan satu orang bapak dan seorang putrinya yang masih berusia mungkin 5-6 tahun. Pada saat itu putrinya mengeluh capek, tapi si Bapak malah memaksanya naik dan mengatakan akan meninggalkannya bila terus terusan capek. Tapi putrinya tidak menangis, dan mulai jalan lagi. Hebat sekali. Mungkin putrinya ingin dididik jadi atlet. Mental anak itu sangat kuat untuk seusianya. Ketika sedikit lagi saya dan teman saya mencapai puncak, kami mendengar teriakan si anak tersebut "Ommm..., masih jauh ga puncaknya?" Teman saya teriak "Sedikit lagiiii...." kamipun saling tertawa....Dan tentunya anak tersebut juga berhasil sampai di puncak.
Menanjak ke Puncak
Akhirnya kami sampai di puncak. Ketinggian tertinggi Gunung Gede di 2.958 diatas permukaan laut. Benar prediksi kami, kata pendaki yang lain, sunrise tidak kelihatan di pagi hari. Kami cukup lama di puncak beristirahat dan mengobrol. Dari puncak kelihatan puncak gunung Pangrango yang berada di sebelahnya dan hamparan hutan dan perbukitan yang luas. Selain itu kami bisa melihat alun alun surya kencana yang kami lintasi kemarin. Dan tentu saja kawah gunung gede yang besar sekali. Masih terlihat asap belerang yang keluar dari punggung kawah. Gunung ini memang masih aktif. Kabut awan menutupi sebagian besar area kawah dan pemandangan. Cukup lama kami menunggu agar cuaca menjadi lebih cerah.
Puncak Gede
Setelah itu kami pun pulang melalui jalur Cibodas. Kami menyusuri tepian puncak gunung gede yang panjang. Perjalanan terus menurun didominasi akar akar pohon, bebatuan, dan tanah keras. Harus hati hati agar tidak terpeleset. Kami beberapa kali berhenti. Lutut teman saya sudah bermasalah sepertinya. Setelah berjalan panjang, kami bertemu dengan turunan yang curam yang sering disebut dengan tanjakan setan. Ada tali yang disiapkan disitu. Salah seorang teman saya yang sudah bermasalah lututnya menggunakan jalur alternatif yang ada di dekat tanjakan setan ini. Dan lucunya, malah dia yang duluan sampai di bawah daripada kami yang harus menuruni tanjakan setan ini. Tanjakan setan ini merupakan tanjakan bebatuan yang curam sehingga harus menggunakan tali yang sudah ada sebagai pegangan. Setelah melalui tanjakan setan, kami pun berjalan kembali. Tracknya berupa tanah melintasi pepohonan lebat dan basah. Tidak terlalu menguras tenaga karena struktur tracknya berupa lintasan tanah yang rapi dan turunan landai. Sampai akhirnya tracknya berupa susunan anak tangga yang disusun dari bebatuan. Sepintas seperti menuruni anak tangga, tapi cukup pegel juga terus seperti itu. Kami menemukan pertigaan untuk mendaki menuju gunung Pangrango. 
Hutan yang lembab, Tanjakan Setan, dan pertigaan ke Gunung Pangrango
Tak berapa lama kemudian, kami tiba di Pos Kandang Badak. Disini kami berencana masak untuk makan siang. Disini juga tersedia mata air yang baik. Sedang dibangun juga sebuah pos yang bagus, mungkin untuk tempat beristirahat. Kami kelamaan beristirahat dan makan siang disini, baru berangkat pukul setengah empat sore.

Pos Kandang Badak
Jalanan yang kami lintasi adalah track bebatuan yang sudah disusun rapi. Track ini memang sudah diatur sedemikan rupa. namun kaki saya lama kelamaan sakit juga karena terkadang memijak sudut batu yang runcing walau menggunakan sepatu. Dimulai dari sini akan banyak ditemukan aliran sungai, air terjun, air panas yang membuat kita ingin berlama lama disana. Kami berhenti di sebuah air terjun yang dingin untuk berfoto. Kemudian berhenti lagi di air panas. Disini beberapa orang berendam air hangat. Setelah itu kami melalui air panas yang turun dari tebing bebatuan dan kita melintasinya. Seperti melintasi air terjun panas yang kecil. Asap putih pun mengepul seperti sauna. Keren sekali. 
Air Terjun


Air Panas
Setelah melalui itu semua, terkadang akan ditemukan aliran aliran sungai di dekat track perjalanan kita. Sangat banyak anak sungai. Air air inilah yang turun terus sampai menyuplai air untuk Bandung dan Jakarta. Akhirnya sudah jam 6 sore. Setelah melewati beberapa pos, tak terasa malam sudah menyambut. Senter dinyalakan. Saya berkata kepada teman saya, kenapa kita selalu hobi bertemu dengan malam kalau turun gunung. Teman saya pun tertawa. Pendakian saya sebelumnya bersama dengan beberapa teman yang sama ke Rinjani dan Semeru memang selalu berjalan pulang sampai malam hari. Setelah berjalan beberapa waktu, kami bertemu dengan pos yang baik dan masih baru. Disini juga persimpangan jalan menuju air terjun Cibeureum. Air terjun ini merupakan salah satu objek wisata bila naik dari Cibodas. Air terjunnya cukup besar. Karena sudah malam, tidak mungkin lagi kami kesitu. Kami lanjutkan perjalanan, mungkin sekitar 1 jam lagi. Di perjalanan kami melewati area pusat penelitian burung, dan juga pepohonan besar yang menjadi bagian penelitian. Kawasan ini memang menjadi kawasan para peneliti. Akhirnya saya bersama dua orang teman saya sampai di pos informasi cibodas sekitar jam setengah delapan malam. Tiga teman saya yang lain sampai sekitar 30 menit kemudian. Kami beristirahat disini sambil mengobrol dengan penjaga posnya. Ada spanduk besar tertulis bahwa kawasan Taman Nasional Gede Pangrango akan tutup selama bulan Agustus untuk umum untuk konservasi. Hal ini memang rutin dilakukan setiap tahun untuk menjaga kelestarian alam dan juga memperbaiki track pendakian. Saya berkata dalam hati seharusnya hal ini dilakukan juga di kawasan Pendakian Gunung Semeru. Gunung Semeru semakin kotor saja semenjak semakin banyaknya jumlah pendaki akibat boomingnya film 5cm. Para pendaki sering kali hanya sebagai penikmat alam, tidak mencintai dan memelihara. Lama kelamaan kawasan hutan pun semakin kotor. Setelah itu kami berjalan menuju parkiran Cibodas. Memakan waktu sekitar 20 - 30 menit. 

Setelah melewati gerbang area Taman Nasional, kami melewati area padang golf. Sebenarnya agak bertanya tanya juga, seberapa pentingkah padang golf di area konservasi seperti ini. Akhirnya kami sampai juga di parkiran dan beristirahat di salah satu warung yang banyak berderet disana. Beberapa teman juga menyempatkan mengambil foto bintang bintang. Perjalanan melalui jalur Cibodas ini memang memakan waktu yang jauh lebih lama karena turunannya lebih landai. Namun yang enak adalah karena Cibodas merupakan tempat wisata, banyak warung dan sangat dekat ke jalan raya puncak. Orang sering ke Cibodas ini untuk ke Kebun Raya atau tracking ke air terjun Cibeureum.
Akhirnya kami memutuskan untuk makan kambing dulu ke restoran di Puncak Pass. Setelah kenyang, akhirnya kami turun ke Jakarta kembali ke kediaman masing masing.

Thanks untuk Bro Firman, Bro Mike, Bro Boni A'to, Bro Mahendra, dan Bro Untung. Walau perjalanan singkat, tapi terasa menyenangkan dan juga mengenyangkan. Bekal dan masakan kita enak enak..hehehe....Thanks juga untuk foto fotonya :)

NB: Untuk informasi lebih lengkap mengenai Taman Nasional Gede Pangrango, dapat mengakses ke web resminya di www.gedepangrango.org


Wednesday, August 7, 2013

Pendakian ke Gunung Rinjani (2)

Kami berencana untuk memulai perjalanan menuju puncak gunung rinjani yang sering disebut puncak Anjani sekitar pukul 1 pagi. Biasanya orang mulai melakukan perjalanan antara pukul 12 malam - 2 pagi. Dan ternyata kami ketiduran. Baru bangun pukul dua pagi. Dengan buru buru kami sarapan dan akhirnya berangkat pukul setengah tiga pagi. Perjalanan sungguh jauh. Bila dibandingkan dengan Semeru, jarak menuju puncak lebih jauh Rinjani. Tapi track tanjakan pasirnya memang lebih panjang di Semeru. Hawa yang dingin membuat kami menggunakan jaket, syal, kaos tangan, dan sepatu lengkap. Tapi terkadang hal ini membuat kami kepanasan juga karena kecapekan terus menghadapi track bukit bukit yang menanjak. Satu jam pertama, medannya langsung menanjak. rutenya tanah dan batu berpasir dan terus menanjak. Ditambah cuaca yang dingin, ini benar benar menguras tenaga dan mental. Akhirnya rute ini berakhir dan harus jalan melintasi punggung gunung yang sangat panjang sebelum memasuki track pasir. Di kejauhan di depan sana, terlihat cahaya senter pendaki pendaki lain sehingga kelihatan bahwa rutenya masih panjang. Akhirnya sunrise muncul ketika kami masih di perjalanan. Pemandangannya luar biasa sangat indah. Dalam hati saya berterimakasih kepada Tuhan pencipta langit dan bumi atas keindahan yang diberikannya kepada Indonesia dan mengucap syukur atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menikmati keindahan tersebut. Langit terlihat berwarna oranye kemerahan. Langit birupun mulai tampak membuka tabir keindahan gunung rinjani dan danaunya. Sementara bila melihat disisi lain, hamparan daratan yang luas terbentang tak terbatas. Matahari pagi pelan pelan muncul memberikan sinarnya untuk menghangatkan kami. Tapi tetap saja angin semilir yang berhembus memberikan rasa dingin bagi kami.

Sunrise di Rinjani
Setelah menikmati sunrise, kami pun melanjutkan perjalanan. Perjalanan masih panjang. Saya sebenarnya cukup lelah plus ngantuk juga. Tapi inilah tantangannya. Menaklukan diri sendiri. Menaklukkan rasa sakit, rasa lelah, mengalahkan pesimisme.
Mulai memasuki track berpasir perjalanan semakin sulit. Pasir pasir ini membuat langkah kaki seakan tak berarti. Melangkah dan merosot, seringkali seperti itu. Namun sesama pendaki sering saling menguatkan. Di gunung, rasa senasib sependeritaan itu memang muncul dengan sendirinya. Mengapa di kota tidak bisa seperti itu?
Air minum juga hanya saya bawa sedikit. Sebuah kesalahan. Untunglah ada pendaki lain yang memberikan beberapa teguk airnya. Teman teman saya ada yang sudah sampai di puncak, namun ada juga yang masih berjuang bersama saya di track pasir. Banyak juga pendaki yang mungkin benar benar kelelahan, tidur tergeletak di pasir tersebut untuk mengumpulkan tenaga. Enaknya track pasir di Rinjani dibanding Semeru adalah tracknya lebih lebar dan juga pengunjung tidak terlalu banya. Sehingga istirahat di track pasir tersebut masih menyisakan ruang cukup lebar bagi pendaki lain, tidak menghalangi.
Dan akhirnya saya mencapai puncak Rinjani dengan ketinggian 3726 m diatas permukaan laut Mungkin sekitar jam 8an.
Sampai di puncak, serasa berada di atap bumi, Tinggi sekali. Di kejauhan tampak gunung agung (kata teman saya). Kami bisa memandang batas langit di kejauhan. Danau Segara Anak yang terdapat di bawah juga kelihatan sangat cantik dengan Gunung Barujarinya. Nikmat sekali rasanya istirahat sambil menikmati alam ciptaan Tuhan. Matahari bersinar terik sehingga pemandangan benar benar cerah dan indah. Tak lupa mengabadikan indahnya pemandangan indah ini dalam jepretan foto.
Dari puncak kelihatan rute track pasir yang kami lalui. Cukup panjang. Melihat rute kami dari tenda menuju puncak, itu benar benar jauh. Tapi jauhnya perjalanan dibayar oleh pemandangan yang luar biasa indah.

Puncak Anjani

Setelah puas berfoto bersama, kami pun turun. Perjalanan turun awalnya masih menyenangkan karena bisa memandang terus keindahan danau dan pemandangan alam yang luar biasa. Melihat gunung baru jari, danau segara anak, dan batu batu pebukitan yang elok. Namun dikarenakan perbekalan yang menipis, serta panas yang semakin menyengat, rasanya semakin capek saja. Medan turunan yang sulit dan kaki yang sudah sangat pegal, serta mulut yang sudah kering serasa menghancurkan mental. Yang penting melangkah saja. Hanya itu satu satunya cara. Ketika jalan pulang kembali ke tenda, saya tidak menyangka sudah melalui medan yang sulit ini diwaktu gelap tadi. Benar kata salah satu turis yang  kami temui kemarin ketika berpapasan. Syukurlah mendaki gunung di waktu malam sehingga kita tidak melihat tracknya. Kalau pagi atau siang, mungkin melihat tracknya saja sudah capek. hehehe.... Track satu jam terakhir menuju tenda di Pelawangan adalah turunan tanah berpasir. Inilah rute awal yang kunaiki tadi pagi. Ternyata turunnya juga sulit. Sangat mudah terpeleset. Pantat pun jadi korban. Naiknya sulit turunnya pun sulit. Memang benar benar.....
Akhirnya tiba juga di perkemahan Pelawangan. Saya benar benar lelah, mental saya pun lelah. Benar benar terkuras. Setelah selesai makan siang, kami beristirahat sebentar. Rencana jam 2 siang kami akan menuju danau segara anak. melalui jalanan menurun yang curam dan berbatu.

Sedikit meleset dari rencana, kami baru berangkat jam 3 sore. Teman saya juga sudah ada yang mulai kram sehingga jalanan agak lambat. Track menurun yang didominasi batu batuan yang curam cukup membuat lutut bekerja keras. Setelah melalui track bebatuan sekitar 1-2 jam, akhirnya kembali ke track tanah. Pemandangan danau tidak terlihat lagi, karena tertutupi hutan. Terkadang, muncul kabut di sore hari yang agak membuat merinding. Seperti melalui area yang ada daya magisnya. Saya dan beberapa teman hampir saja tersesat. Untunglah kami curiga kenapa di jalur ini, tumbuhan mulai liar dan tidak ada sampah seperti sudah jarang dilalui orang. Dan ternyata benar. Salah satu teman kami naik kembali dan menemukan rombongan lain. Setelah berjalan kembali malam hari, akhirnya kami sampai di lokasi tenda di tepi danau segara anak sekitar jam 8 malam.
Track turun menuju danau Segara Anak

Setelah makan, menikmati bintang sebentar, dan sebentar ngobrol dengan teman setenda, saya langsung tidur karena kelelahan. Disini udara cukup dingin, lebih dingin dibanding Pelawangan. Tapi dengan berbagai kelengkapan seperti kaos kaki, jaket, kaos tangan, syal, itu sudah cukup. Berbeda dengan daerah Kalimati atau Arcopodo di Semeru yang dinginnya luar biasa menusuk sampai bisa hujan es. Perjalanan hari ini memang cukup melelahkan, dimulai dari menuju puncak Rinjani sampai akhirnya turun ke danau.

Keesokan paginya, bangun pagi kami sempat berfoto di danau dan bermain air. Air di danau ini memiliki kandungan belerang. Makanya ikan yang berenang di danau tersebut, kulitnya kurang bagus. Tapi ukurannya cukup besar. Ada juga yang mancing. Disekitar danau juga terdapat pura. Sebenarnya kami harus berangkat pagi untuk turun ke Desa Senaru. Tapi godaan untuk bermain di air panas dan air terjun di dekat lokasi tenda membuat kami mengubah rencana. Pemandangan disini juga luar biasa indah. Ada aliran sungai, air terjun, bukit bukit dan lembah. Luar biasa indah...
Danau Segara Anak
Air Danau sepertinya mengalir ke sungai yang ada di salah satu tepi danau. Sebagian airnya menuju air terjun yang tidak terlalu besar. Di bawah air terjun inilah kita dapat berendam karena airnya panas. Hawa panas berasal dari uap yang muncul dari dalam tanah. Air yang dingin dipanaskan oleh uap tersebut menjadi panas. Lokasi ini hanya sekitar 5 menit dari tempat tenda di tepi danau segara anak. Lokasinya yang berada di celah pebukitan memberikan pemandangan yang sangat indah. Sebenarnya di sebelah lain ada kolam yang lebih besar lagi untuk bisa berenang. Tapi kami tidak kesana karena airnya dingin. Berendam di air panas membuat segala pegal pegal hilang sejenak.
Aliran sungai, air terjun, dan air panas
Setelah berkemas, akhirnya kami mulai berjalan sekitar pukul 10an pagi. Rute perjalanan kami menuju Desa Senaru. Dengan kondisi yang masih lemas, sebenarnya guide kami sudah wanti wanti, pasti ini akan sampai malam. Tapi tak ada pilihan lain. Jalan dan melangkah saja.
Perjalanan dimulai dengan menyeberang sungai, kemudian mengitari danau. Perjalanan mengitari danau menghabiskan waktu sekitar 40 menit. Sebentar kami beristirahat sambil menikmati pemandangan danau. Pergerakan awan dan kabut membuat pemandangan sangat cepat berubah. Sesaat gunung barujari terlihat jelas, tapi sesaat kemudian kabut menutupi semuanya.
Mengitari danau
Setelah mengitari danau, kami pun mulai mendaki lagi. Inilah hebatnya gunung ini, mau pulang saja, kita harus mendaki lagi keluar dari area danau yang berada di kawah. Area pendakian ini adalah tebing bebatuan yang lumayan curam dan cukup memakan tenaga. Tapi pemandangan luar biasa indah. Sesekali kami berhenti menikmati keindahan alam rinjani. Edelweis pun mekar. Kami sempat beristirahat di lokasi yang banyak batu datarnya. Pemandangan dari sini juga sangat bagus. Di satu waktu ketika berjalan, hujan turun. Kami pun memakai jas hujan kami. Setelah hujan berhenti, muncul pelangi yang berada di atas danau. Indah sekali... Tuhan benar benar menunjukkan karya ciptaanNya.

Perjalanan Pulang menuju Senaru
Setelah selesai menanjak, mulai perjalanan mendatar dan kemudian menurun lagi. Pemandangan indah selalu saja ada silih berganti. Kami juga banyak berpapasan dengan orang lain yang kebanyakan turis asing. Mereka mengambil jalur Senaru untuk menuju puncak dan akan turun melalui Sembalun. Berkebalikan dengan kami. Di salah satu tebing, kami menemukan prasasti kecil yang dibuat oleh Kopassus. Isi kalimat penyemangatnya kalau tidak salah "Berjuang sampai Akhir". Menurut guide kami, Rinjani juga sesekali menjadi lokasi latihan Kopassus. Setelah melewati tebing bebatuan, pemandangan sedikit berbeda. Sekarang didominasi untaian bukit bukit dan pepohonan. Cuaca sebenarnya cerah. Tapi terkadang kabut datang menyergap, hawa dingin datang menerpa. Begitu silih berganti. Akhirnya kami tiba di pos 3 sekitar jam 5 sore. Ini adalah pos terakhir sebelum masuk hutan. Setelah pos ini kami hanya akan melalui hutan dan tidak ada pemandangan lain lagi, dan memang sudah mulai menjelang malam. Disini kami benar benar beristirahat dan makan sore/malam. Yang cukup unik adalah, kami menemukan ibu ibu turis asing seorang diri mendaki, namun porternya ada 3 orang. Turis asing saja sampai segitunya berjuang datang ke Rinjani, ibu ibu lagi.... Merupakan motivasi bagi saya untuk mengelilingi Indonesia yang indah ini.
Pos 3 Senaru
Akhirnya kami mulai melanjutkan perjalanan jam setengah tujuh malam. Senter sudah disiapkan. Ternyata perjalanan ini sangat amat panjang. Guide kami juga memaksa kami untuk terus berjalan dan hanya beristirahat sebentar selama dalam perjalanan. Walau lambat, yang penting melangkah. Setiap langkah menuruni akar tanaman ataupun bebatuan, kaki ini serasa menjerit. Sakit pegelnya bukan main. Setelah melewati beberapa pos, akhirnya kami keluar gerbang hutan sekitar jam 12 malam. Keluar dari gerbang hutan, guide pun bisa tersenyum lega dan menyalami kami, karena sudah melewati kawasan hutan yang angker di tengah kegelapan malam. Ya, menurut guide kami, hutannya masih terkenal angker. Kami beristirahat sebentar disini. Tapi pemandangan bintang masih indah. Sinyal sudah ada, sehingga kami bisa menghubungi teman yang sudah lama menunggu di pos informasi Senaru. Kami semua sudah sangat letih dan ngantuk, tapi sebenarnya ini belum akhir perjalanan. Karena kami harus berjalan satu jam lagi melewati ladang dan kebun rakyat untuk sampai di pusat informasi Rinjani Senaru dan juga bertemu dengan jalan raya. Air minum kami sudah benar benar habis sejak di pos 1. Saya hampir saja ingin minum dari pipa air yang kedengaran menjerit di parit tepi jalan setapak. Tapi karena tidak kelihatan dimana pipa air yang bocor itu, akhirnya saya urungkan. Akhirnya kami sampai di kantor pusat informasi jam 1 an pagi. Akhirnya bisa minum lagi walau hanya air ledeng. Tak ada lagi penjaga di kantor tersebut. Tapi ruangnya yang terbuka membuat kami bisa istirahat sebentar. Sekitar sejam kami disini. Teman kami sudah menunggu kami dengan mobilnya sejak jam 7 malam. Kami pun harus minta maaf karena mereka sudah menunggu lama. Rencana awal sebenarnya kami akan diantar ke Hotel di Senggigi. Namun karena sudah malam dan jalan dari Senaru menuju senggigi jauh dan takut tidak aman, akhirnya kami ke Hotel di mataram saja. Kami tiba di hotel jam setengah lima pagi. Ada kejadian lucu dihotel ketika kami langsung memborong minuman di lemari es di lobby hotel seperti orang yang ga pernah minum. Kami menginap di Hotel Griya Asri di Jalan Pendidikan mataram. Hotelnya sangat nyaman. Harga kamarnya juga standar. Walau tidak memiliki kolam renang, Hotel ini sangat menyenangkan. Alamat lengkap hotel griya asri adalah di Jl. Pendidikan No 58 Mataram 83125, Lombok Indonesia, Telp 0370-638474. alamat webnya di www.griyaasrihotel.com

Saya baru tidur pukul setengah enam pagi dan bangun jam setengah sepuluh. Saya dan sebagian teman yang bangun masih sempat mendapatkan sarapan pagi. Setelah benar benar membersihkan diri, akhirnya kami check out dari hotel sekitar jam 2 siang (waktu check outnya mendapat kelonggaran dari hotel). Saatnya berwisata santai sambil menunggu jadwal pesawaat di malam nanti. Kami pun menyewa sebuah mobil. Tujuan pertama adalah makannnnnn.. Kami pun langsung menuju restoran khas mataram lombok yaitu ayam taliwang dan pelecing kangkung.Saya lupa restorannya dimana, tapi menunya benar benar nikmat. Ditambah kami yang memang masih lelah, disuguhi makanan yang nikmat, hasilnya adalah porsi makan yang ga karu karuan...hehehe...
Setelah selesai makan, kami menuju toko souvenir. Selain membeli kaos dan cemilan khas lombok seperti dodol rumput laut, saya juga membeli madu yang juga merupakan khas dari lombok ini.
Kemudian setelah selesai, kami menuju Pantai Kuta yang memang dekat dari bandara Praya. Pantai Kuta di sore hari. Pantai ini masih terlihat sepi. Memang menurut para turis mancanegara, pantai Kuta di Lombok saat ini, mirip seperti pantai Kuta di Bali sekitar 20 tahun lalu dimana pantainya yang memang panjang dan bersih serta masih sepi. Kami menghabiskan senja di pantai ini. Yang agak mengganggu adalah, anak anak penjual souvenir yang menjual dagangannya dengan memaksa. Itu cukup mengganggu saya pikir. 
Air lautnya surut menjelang malam. Banyak orang menggunakan sepeda motor mengitari pasir pasir yang airnya surut. Mereka mencari kerang laut. Pantai ini sangat panjang. Tak mungkin mengitarinya dalam sebuah sore. Selain itu banyak bebatuan unik yang berada di tepi pantainya. Pantai ini memang indah dan masih bisa dikatakan asli.
Pantai Kuta Lombok
Setelah selesai, kami pun kembali ke bandara internasional Lombok Praya, untuk mengejar pesawat jam 8.30 malam waktu indonesia tengah. Seperti biasa, sebuah perjalanan ada awal dan akhir yang direncanakan. Bila perjalanan belum berakhir sesuai rencana, berarti mungkin kami sedang lost in the middle of nowhere. Hehehe... Perjalanan di pesawat serasa sangat cepat karena kami hanya tidur kelelahan di pesawat. Kami tiba di jakarta jam 9.30 malam waktu indonesia barat dan kembali ke kediaman masing masing. Pikiran saya terus dibayangi keindahan alam Rinjani.
pulang

Thanks to Aruna, Kintan, Om Teddy, Bro Boni A'to, Bro Mahendra, Bro Untung, Bro Paulus, dan guide Mas Totok. Perjalanan bersama kalian sungguh menyenangkan. Thanks juga foto fotonya :)

NB: Kepada pembaca, Percayalah, pemandangan Taman Nasional Rinjani dari awal sampai akhir sangat sangat indah. Lebih indah dari foto foto ini :)

Saturday, August 3, 2013

Pendakian ke Gunung Rinjani (1)

Perjalanan mendaki gunung Rinjani bersama dengan teman teman sekantor ini dimulai di hari kamis pagi. Dari bandara soekarno hatta, kami naik pesawat Lion Air pukul 5 pagi menuju Lombok. Dengan perbedaan waktu satu jam, kami tiba di Lombok pukul 8 pagi waktu indonesia tengah.
diatas Lombok

Bandara Internasional Lombok yang berada di daerah yang bernama Praya, Lombok Tengah ini masih kelihatan baru dan bagus. Tanahnya juga luas sangat memungkinkan untuk dikembangkan lagi menjadi lebih besar. Namun satu yang menarik perhatian adalah di teras bandara banyak masyarakat yang duduk duduk sekedar memperhatikan para traveller lalu lalang. Bahkan di parkiran, terdapat orang orang yang berjualan menyerupai pedagang kaki lima. Benar yang diinfokan selama ini. Mereka ingin melihat indahnya bangunan dan susasana keramaian, apalagi dulu bandara itu merupakan tanah mereka. Agak sedih sebenarnya melihat kenyataan seperti ini.
Posisi bandara Praya ini sebenarnya dekat dengan Pantai Kuta yang indah. Namun karena tujuan utama kami adalah Gunung Rinjani, maka ke pantai kuta menjadi rencana terakhir kami sebelum pulang nantinya.
Kami telah ditunggu oleh teman yang bekerja di Lombok, dan teman kami bersama temannya sudah mempersiapkan segala belanjaan yang kami pesan sehingga kami dapat menghemat waktu.

Sebelum menuju Desa Sembalun, kami makan siang dulu. Setelah perjalanan sekitar satu jam, kami tiba di Rumah makan Sederhana Rarang di daerah Rarang Lombok Timur. Makanan khasnya ayam dengan bumbunya yang pedas. Mantap... kami pun makan lahap sebelum melakukan perjalanan panjang.
Rumah Makan Sederhana Rarang

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan sekitar 1-2 jam lagi menuju Desa Sembalun. Kami sempat berhenti di salah satu titik perjalanan untuk berfoto dan menikmati pemandangan yang indah. Dari sini saja, sudah kelihatan indahnya Kawasan Taman Nasional Rinjani...
Pemandangan bukit dan lembah yang indah
Sayangnya pada saat itu sedang ada kampanye pilkada bupati, sehingga banyak mobil yang berkampanye lalu lalang orasi ga jelas. Yang paling parah, kami lihat dengan mata kepala sendiri, mereka yang kampanye membuang sampah ke jalanan dari dalam mobilnya yang bagus yang ada logo partai berlambang mercy. Begini toh modelnya???

Setelah sampai Desa Sembalun, Lombok Timur, kami singgah dulu ke SDN 04 Desa Sembalun, desa di kaki rinjani,  untuk memberikan sumbangan buku buku bacaan perpustakaan. Hal ini memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Walau sebenarnya hari kamis ini libur, tapi rumah salah satu gurunya ada di belakang sekolah tersebut.
SDN 04 Sembalun

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke pos pendaftaran di Rinjani. Tiket masuk untuk mendaki gunung adalah Rp. 2500 per orang.
Setelah berkemas kemas, melakukan perencanaan, dan berdoa, perjalanan pun dimulai. Kami bersembilan termasuk seorang guide, Mas Totok yang orangnya sangat friendly dan sudah pengalaman, serta memiliki hobi fotografi. Peralatan perang fotografinya mantap...
Pusat Informasi Rinjani

Perjalanan kami sesuai dengan peta pendakian Rinjani yang saya ambil di http://www.lombok-travelnews.com. Dimulai dari Desa Sembalun, dan berakhir di Desa Senaru. Gambar peta dibawah juga ada di Pusat Informasi Rinjani dalam bentuk miniatur.
Peta Pendakian Rinjani

Kami start sudah siang. Awalnya kami berencana untuk  nenda di pos 3, tapi tergantung situasi sajalah mana yang nyamannya.
Selama dalam perjalanan, pemandangannya luar bisa indah.
Dimulai dengan melewati area ladang penduduk. Setelah itu kami melewati aliran sungai yang airnya tidak ada lagi. Setelah berjalan meliuk liuk menaiki bukit, ada satu bukit yang kami lalui yang dipenuhi dengan sapi yang tiap sapinya ada loncengnya. Suara loncengnya bersahut sahutan...kerennn...

Kebun penduduk dan bukit sapi
Setelah melalui kebun sapi, kami melalui area tanaman keras dan pohon besar. Tapi itu tak lama. Setelah itu, pemandangan luar biasa pun mulai tampak. Hamparan padang yang luas dan langit yang cerah. Benar benar sangat indah. Perjalanan kami sebenarnya lumayan panjang dan melelahkan. Perjalanan didominasi naik dan turun bukit. Namun keindahan padang rumput seperti yang ada di film kartun anak anak Teletubbies membuat kami seperti tak merasakan lelah. Melihat pemandangan ini, saya teringat salah satu wallpaper microsoft windows bergambar padang rumput, tentu saja padang rumput rinjani jauh lebih indah.
Padang rumput menuju Pos 2

Akhirnya kami tiba di Pos 2 jam 5 sore lewat, kami memutuskan untuk nginap di pos dua saja. Tenda kami tepat di atas jembatan. Di bawah jembatan, ada sumber air namun kecil. Sepintas tak terlihat dan harus turun agak ke bawa.
Lokasi ini sangat indah. Dari bukit di dekat jembatan, gunung rinjani kelihatan dan pemandangan sangat indah. Gunung dan hamparan padang rumput. Indah sekali. Kami menikmati senja di sore hari dan fajar di keesokan paginya disini. Damai sekali.

Pemandangan dari Pos 2
Dan di malam hari, pemandangan bintang bintang benar benar indah. Terlihat hamparan galaksi Bima Sakti.
Saya masih saja selalu takjub melihat foto yang diambil teman saya Paulus ini. Tenda kami yang berada di atas jembatan, dinaungi oleh hamparan bintang bintang yang tak terkira banyaknya. Bahkan terkadang saya melihat bintang jatuh. Saya berdoa pada Tuhan agar kami selalu berada dalam lindunganNya.
pemandangan bintang di Pos 2

Keesokan harinya, jumat pagi, setelah sarapan, berkemas dan menikmati pemandangan, kami melanjutkan perjalanan. Ada beberapa pos yang kami lewati, dan juga pemandangan pemandangan yang menakjubkan selama dalam perjalanan. Di Pos 3 tempat kami sebentar beristirahat, banyak didiami oleh monyet. Mereka melakukan tindakan tindakan aneh yang mengundang tawa. Tapi tetap harus hati hati karena terkadang mereka mau mencuri makanan kita. Di pos 2 tempat kami menginap semalam, snack teman saya dicuri oleh monyet yang berjalan mengendap endap ke jembatan. Salahnya sendiri sepele terhadap monyet. Monyetnya pintar mencuri. Sudah layak menjadi anggota DPR...hahaha.....

Setelah itu perjalanan tetap didominasi naik turun bukit dan lembah dan hamparan padang rumput. Selalu saja berdecak kagum. Sebelum mencapai pelawangan, ada satu pemandangan yang cukup indah. Kita berjalan seperti menelusuri puncak bukit dan sedikit menanjak, jika melihat jauh ke depan seperti jalanan itu habis, mungkin menuju ke sorga karena indahnya hamparan langit. Tapi sampai di ujung, ternyata jalanan menurun dan mulai menemukan area perkemahan pelawangan. Selama dalam perjalanan, terkadang kabut menyergap sebentar dan setelah itu cerah kembali. Mungkin karena sudah berada di ketinggian, kabut sangat mudah menyergap perjalanan kami.
Perjalanan menuju Pelawangan

Akhirnya kami sampai di pelawangan di siang hari. Ini adalah lokasi terakhir tempat membangun tenda. Ketinggiannya sekitar 2300an meter. Dari sini kelihatan puncak rinjani yang berusaha akan digapai mulai malam nanti. Awalnya awan cukup tebal. Dan karena ketinggian lokasi pelawangan sudah berada di atas awan, danau tidak kelihatan. Namun kelamaan, awan bergerak dan akhirnya kelihatan danau segara anak di bawah. Disini terdapat juga mata air sehingga sangat membantu dalam perbekalan. Teman teman yang hobi fotografipun langsung mengeluarkan segala peralatannya. Di malam hari pun kami tetap dinaungi oleh milyaran bintang bintang. Indahnya ciptaan Tuhan.
Pelawangan
Sangat banyak turis asing yang berada di kawasan ini. Mungkin 50 persen dari pengunjung adalah wisatawan asing, kami sempat mengobrol dengan turis asing dari malaysia, eropa bahkan dari amerika latin. Keindahan Rinjani memang tiada tara. Pemandangan bintang di malam hari pun sangat menakjubkan. Setelah selesai makan malam, kami pun ngobrol kesana kemari, bercanda, menikmati indahnya bintang bintang, dan akhirnya istirahat untuk melanjutkan perjuangan ke puncak Rinjani jam 1 pagi nanti..

(bersambung)