Tuesday, July 26, 2016

Pengalaman melakukan Pelunasan dipercepat KPR

Setelah mencoba searching di Internet dan mengumpulkan berbagai informasi, saya mencoba untuk melakukan pelunasan dipercepat atas Kredit atas Kepemilikan Rumah saya.
KPR saya menggunakan fasilitas dari Bank CIMB Niaga, dimana rumah berada di Medan.
Berdasarkan informasi yang saya baca dari beberapa referensi di Internet, proses administrasi  lebih lama bila diajukan melalui Bank Cabang atau telepon ke call center 14041. Proses lebih cepat bila menggunakan email.

Kirimkan email ke admin.antiattrition@cimbniaga.co.id berisi permohonan untuk pelunasan kredit pinjaman, disertai dengan formulir seperti di bawah ini yang sudah diisi, dan juga dilampirkan ktp dan perjanjian kredit pada lampiran file email.



Proses yang saya alami cukup cepat.
Satu hari setelah saya mengirim email, saya dihubungi oleh pihak CIMB Niaga untuk membicarakan tanggal pelunasan. Biasanya pihak CIMB Niaga juga menanyakan alasan lebih detail mengapa melakukan pelunasan dipercepat dan kadang menawarkan paket bunga yang lebih rendah, namun karena tekad saya sudah bulat ingin melunasi pinjaman, tawaran itu terlihat kurang menarik...hehehe... Saya ditelepon dari special number yang tidak bisa saya telepon balik.
Pelunasan juga diupayakan di bawah tanggal 20, agar jaminan bisa keluar H+2 setelah pelunasan.

Satu hari setelah ditelepon, saya ditelepon kembali dimana pihak CIMB memberikan informasi lebih detail mengenai tanggal pelunasan dan jumlah pelunasan. Saya minta agar informasi tersebut dikirim ke email saya. Informasi pelunasan terdiri dari utang pokok, denda pelunasan dipercepat, dan bunga berjalan di bunga tersebut yang kesemuanya harus kita bayar sekaligus.
Sebagai informasi, cara pelunasan adalah dengan cara menyediakan uang yang dibutuhkan di rekening CIMB Niaga yang terdaftar di Perjanjian Kredit kita (biasanya rekening proses autodebet pembayaran cicilan bulanan KPR kita ), kemudian di tanggal yang disepakati pihak CIMB Niaga akan melakukan autodebet terhadap rekening kita. 
Setelah proses pelunasan berjalan, saya email kembali pihak CIMB Niaga untuk request pengambilan sertifikat dan dokumen lainnya di tanggal yang saya inginkan.

Pada saat pengambilan sertifikat dan dokumen lainnya (seperti asuransi kebakaran yang masih berlaku dan asuransi jiwa yang otomatis tidak lagi berlaku), ada satu dokumen yang menarik perhatian saya. Namanya sertifikat Hak Tanggungan. Di dalam dokumen tersebut hak tanggungan masih atas nama CIMB Niaga. Untuk mengganti nama tersebut menjadi nama pemilik, maka harus pergi ke BPN untuk meroya (menghapus) nama hak tanggungan. Bank CIMB Niaga juga menambahkan surat permintaan meroya sertifikat hak tanggungan tersebut . Sehingga bila kita ingin merubah nama tersebut, kita harus ke BPN membawa sertifikat hak milik, sertifikat hak tanggungan, dan surat permintaan untuk meroya dari CIMB Niaga. Saya belum melakukan itu. Dalam hati berkata, kenapa tidak bank saja yang melakukan itu sehingga saya terima bersih? Tapi siapalah nasabah dibanding dengan Kreditur.




Friday, July 18, 2014

Perjalanan ke Phuket, Thailand

Karena situasi dan kondisi, perjalanan ini diawali dengan berangkat dari Medan namun pulangnya ke Jakarta. Saya berangkat dari Medan hari Rabu pagi, transit sebentar di Kuala Lumpur, dan tiba sore hari di Phuket, kemudian pulang sabtu malam ke kuala lumpur (hanya numpang tidur), dan minggu pagi balik ke Jakarta. Seluruh perjalanan memanfaatkan tiket murah pesawat Air Asia. Ada satu hal yang unik ketika berjuang membeli tiket online pada saat itu dimana tiket dari Phuket ke Kuala lumpur + Kuala Lumpur ke Jakarta lebih murah dibanding tiket dari Phuket langsung ke Jakarta. Itulah sebabnya saya memilih singgah dulu di KL.

Hari Rabu pagi di bandara Kuala Namu ketika check-in, saya sudah disambut dengan sedikit kegetiran. Ya... airport tax di bandara kuala namu untuk tujuan internasional sudah naik menjadi 200 ribu rupiah per orang. Padahal selama di kuala lumpur atau phuket, tak ada istilah biaya airport tax. Tapi ya sudahlah. Dipikirkan terus juga uang tak kembali.

Dari medan, saya tidak membawa sepeser pun mata uang Baht. Saya hanya mempersiapkan beberapa ratus Dollar Amerika yang saya miliki, karena saya berpikir dollar diterima dimana mana. Di Phuket saja ditukar.
Ternyata sampai di bandara KLIA di Kuala Lumpur, saya ingin makan siang,  tapi tak punya ringgit sepeser pun. Sebenarnya ada beberapa bank di bandara KLIA, tapi saya berpikir sangat sayang menukar dollar ke ringgit hanya untuk makan. Ketika berjalan berkeliling dalam bandara, ternyata ketemu dengan bank CIMB. Saya teringat memiliki ATM bank CIMB Niaga. Langsung saja saya ambil uang secukupnya dari ATM CIMB, tentunya uang yang keluar mata uang ringgit. Saya cek dari internet banking, ternyata tidak ada pemotongan biaya dari pengambilan uang dari sesama CIMB group. Suatu kemajuan yang sangat membantu. Di Phuket pun saya menemukan beberapa ATM CIMB. Pada akhirnya atm CIMB Niaga saya cukup membantu dalam perjalanan. Tak perlu lagi menyediakan mata uang lokal negara lain dari Indonesia. Dan CIMB juga memiliki cabang di Kamboja (Dah kebayang kalau perjalanan berikutnya ingin ke Siem Reap tak perlu menukar mata uang Kamboja di Indonesia). Cukup ATM CIMB Niaga dan dollar amerika sebagai cadangan.

Sampai di bandara Phuket yang berada di tepi laut, akan ada banyak agen travel bis menawarkan jasa mengantar ke hotel. Tentunya kita menggunakan jasa angkutan ini. Untuk ke daerah Patong, biayanya 180 Baht (rata rata semua jasa angkutan harganya sama). Untuk ke daerah lain yang lebih jauh, biayanya sedikit lebih mahal. Sebelum memesan bus menuju Patong, saya menukar beberapa dollar ke Siam Bank yang ada di dalam bandara. Satu hal yang perlu diperhatikan, bila kita ke Phuket sama sekali belum memesan hotel, sebaiknya tak perlu memesan dari agent yang terdapat di dalam bandara. Karena penawaran yang diberikan bisa mencapai dua kali dari harga hotel yang sebenarnya. Tak perlu kuatir. Sedikit nekat saja. Bilang nantinya ke supir bis travel ingin turun di pantai Patong atau di Bang La road (pusatnya kehidupan malam) dan kemudian kita jalani sendiri daerah tersebut. Untuk hotel yang berkategorikan bagus, kita bisa mendapat harga miring sekitar 500 - 600 Baht per malam. Saya merekomendasikan Hotel Arita (www.aritahotel.com) yang masih berada di kawasan Patong, kami mendapat harga 500 Baht per malam dengan kamar yang luasss, terdapat kolam renang di atas, dan yang paling saya suka adalah berhadapan langsung dengan tempat jajanan malam yang bernama Malin Plaza. Tempat makan yang ueenakk dengan harga yang murahh. Kalau dari lantai atas hotel ini, kelihatan juga pantai Patong di kejauhan.
Sampai di hotel, saya memesan sepeda motor dengan harga 200 Baht per 24 jam. jadi bila mulai pemesanan motor jam 6 sore, maka jam selesai peminjaman adalah jam 6 sore keesokan harinya. Sangat sangat fair. Rabu malam kami hanya berkeliling kota di area pantai Patong yang sangat mirip dengan area Legian Kuta Bali.

Hotel Arita dan pasar Malin Plaza didepannya
Pantai Patong
 Hari Kamis pagi, sesuai dengan yang kami rencanakan, kami mencoba mencari sarapan di area Patong dan menemukan warung tenda di pinggir jalan. Namun harganya tidak bisa dibilang murah seperti warung tenda di Jakarta. Sedikit agak mahal. Setelah selesai makan, kami berencana untuk mengeksplor beberapa pantai dan tempat wisata yang menjadi objek wisata yaitu Karon Beach, Kata Beach, Kata Noi Beach, Big Buddha, dan Kuil Wat Chalong. Semua objek wisata ini searah ke arah selatan dari Patong bila melihat peta pulau Phuket.

Hal pertama yang dilakukan tentunya adalah mengisi bensin. Sangat banyak dijual bensin eceran disini. Awalnya saya malas mencari pom bensin terdekat atau mesin pengisian bensin self-service. Dengan harga 40 Baht, saya mendapatkan satu botol bensin. Namun menurut saya itu tidak sampai 1 liter, mungkin setengah liter. Sangat rugi. Sementara 1 liter bensin di pom bensin adalah 40 Baht. Lebih baik kita mencoba langsung mesin pengisian bensin yang banyak terdapat di tepi jalan. Tinggal memasukkan uang koin atau uang kertas, dan bensin akan keluar secara otomatis sesuai dengan jumlah uang yang dimasukkan. Hmm... satu hal lebih maju dibanding di Indonesia.

Yang pertama kami lakukan adalah menuju pantai Karon. Kami hanya mengikuti petunjuk jalan saja. Setelah sekitar 20-30 menit berjalan menggunakan sepeda motor. Kami sampai di lokasi pantai Karon. Pantainya panjang seperti Patong juga. Dan disekitarnya banyak terdapat hotel dan pasar souvenir atau makanan. Keuntungan disini adalah harga hotel yang lebih murah dibanding daerah Patong, namun kehidupan malamnya sepertinya masih lebih ramai Patong. Kami cukup lama menikmati pantai disini. Pasirnya cukup lembut dan berwarna coklat muda. Pada saat itu cuaca mendung walau hampir siang hari sehingga banyak turis yang tidak berjemur. mereka hanya duduk duduk atau  bermain air. Di satu sisi Pantai karon ini juga terdapat patung naga yang besar.
Pantai Karon

Setelah puas di pantai karon, kami berjalan terus menuju pantai Kata. Di daerah ini juga terdapat banyak penginapan dan daerah Kata juga sangat ramai dengan pasar souvenir, restoran, dan penginapan. Sebentar di pantai kata, kami menuju pantai kata noi. Disini juga banyak terdapat hotel dan ramai dengan turis yang ingin berjemur atau sekedar bermain di pantai. Di ujung pantai ini, terdapat Kata View Point.
Pantai Kata
Puas menikmati pantai, kami mencoba pergi ke lokasi patung Big Buddha. Untuk kelokasi ini, dari Kata Noi balik dulu ke arah Kata. Awalnya kami agak kesulitan menuju lokasi Big Buddha ini. Bila kami bertanya ke masyarakat setempat arahnya, mereka sering mengatakan lokasinya masih jauh. Selain itu petunjuk jalan ke Big Buddha hanya ada sesekali. Mungkin karena lokasinya masih jauh. Namun pada akhirnya patung tersebut mulai terlihat. Lokasinya berada di puncak bukit. Setelah berada di kotanya tempat lokasi Big Buddha, kami harus memacu kendaraan menuju puncak Bukit Big Buddha. Di tengah tengah perjalanan, kita akan melewati beberapa restoran yang pandangan langsung adalah pantai dari kejauhan. Sungguh indah. Selain itu ada wisata trekking menggunakan gajah ataupun mobil ATV. Dan akhirnya kami sampai juga di puncak bukit Big Buddha. Menurut saya, menuju puncak bukit ini mirip seperti menuju Puncak bukit Salib Kasih yang ada di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Namun perjalanan mencapai Big Buddha lebih panjang.
Dari puncak bukit ini, pemandangan cukup indah. Kita bisa melihat pantai di kejauhan. Pemandangan ke lembah yang ada di bawah. Sementara di dalam Patung Big Buddha ini sendiri merupakan kuil. Pada saat itu juga ada sembahyang di dalam kuil. Bangunan di samping kuil menjelaskan latar belakang pembangunan kuil, miniatur kuil dan penjualan souvenir. Ada juga tempat dimana kita bisa minta didoakan oleh Biksu yang ada disana. Banyak bule yang minta didoakan.
Pembangunan area patung Big Buddha ini belumlah selesai. Pengunjung boleh memberikan sumbangan seikhlasnya disana. Disana terdapat Papan panjang tempat ditempel uang sumbangan yang diberikan dalam bentuk mata uang berbagai negara. Iseng iseng saya mencari mata uang Indonesia. Saya menemukan uang kertas rupiah dari nominal 1000 sampai 20 ribu rupiah.
Big Buddha
Setelah puas melihat lihat area kuil Big Buddha, kamipun turun dari bukit tersebut. Waktu yang dibutuhkan sangatlah cepat. Bahkan di beberapa titik saya mematikan mesin motor dan motor bisa melaju sampai 60 km/jam. Namun tetap harus berhati hati menghadapi tikungan.

Setelah turun dari bukit tersebut dan masuk area perkotaan, kami menuju kuil Wat Chalong. Lokasi hanya tinggal beberapa km lagi. Di tengah jalan saya iseng untuk membeli gorengan yang ada di pinggir jalan. Penjualnya juga tak mengerti bahasa Inggris. Untunglah dibantu oleh pembeli yang lain. Harganya 10 Baht per biji. Sekitar 3500 rupiah. wahh.. masih lebih murah di Jakarta nih. Saya tak tau apa namanya, tapi cukup enak dimakan. Lapar ya dimakan saja. Hehehehe,,,

Akhirnya sampai juga di kuil Wat Chalong yang merupakan kuil terbesar di Phuket. Kuil ini merupakan kuil yang paling banyak dikunjungi di Phuket. Untuk info saja, sebenarnya sangat banyak kuil baik yang kecil maupun yang besar tersebar di seluruh area Phuket . Kuil ini tutup jam 5 sore. Kami tiba jam setengah lima sore dan masih sempat masuk ke dalam kuil. Di dalam kuil terdapat sangat banyak patung dan kita juga bisa naik ke lantai dua dari kuil. Desain interior dan arsitekturnya sangat bagus. Kami berjalan mengelilingi kuil dan juga pergi ke kuil yang lain yang berada di kompleks yang sama.
Wat Chalong
Setelah puas menikmati dan berkeliling, kami pun berjalan pulang menuju Patong. Di tengah jalan, kami melihat polisi menilang kendaraan. Banyak turis yang ditilang karena tidak menggunakan helm. Untuk diketahui, SIM Indonesia diakui di Phuket. Bila ingin menggunakan sepeda motor ke area yang jauh, sebaiknya menggunakan helm agar tidak ditilang. Namun hanya untuk keliling kota seperti di area Patong, saya lihat sepertinya penggunaan helm tidak wajib.

Ketika sampai di Patong, sebelum menuju hotel, kami melihat lokasi tempat diadakan pertunjukan Simon Cabaret (www.phuket-simoncabaret.com). Ini adalah salah satu pertunjukan yang terkenal di Phuket. Pertunjukan para lady boy yang menari dan parodi. Kami singgah disana dan membeli tiket untuk pertunjukan paling malam jam 21.30. Harga tiketnya terbagi dua yaitu 800 Baht untuk VIP seat dan 700 Baht untuk regular seat yang berada di lantai 2. Setiap hari pertunjukan dilaksanakan 3 kali yaitu pukul 18.00, 19.45, dan 21.30.

Setelah membeli tiket, sebelum pulang ke penginapan kami pergi ke area pantai Patong untuk mencari makan malam. Kami mencari makanan sea food yang enak. Sangat banyak pilihan makanan. Tapi didominasi sea food, daging ayam, dan tentunya daging babi. Untuk makan malam yang lengkap dan enak sampai kenyang. Agak mahal juga. Kalau dirupiahkan, seorang berkisar 70 ribuan...
Ada yang unik ketika kami melihat sebuah toko yang menjual segala macam tiket dengan harga yang sangat murah. Sampai bingungnya saya, harga tiket Simon Cabaret di toko ini bisa lebih murah dibanding dengan saya beli langsung di loket resmi pertunjukan. Karena bingung, saya pun bertanya kenapa bisa lebih murah. Penjualnya berkata bahwa mereka adalah distributor resmi dan hanya mengambil sedikit untung. Itulah sebabnya lebih murah. Akhirnya kami juga membeli tiket tour Phi-phi Island disini. Saya mendapat harga termurah disini dibanding harga yang saya tanya di hotel atau dimanapun, apalagi bila dibanding dengan harga di bandara. Tour Phi phi Island terbagi dua jenis dengan dua harga yang berbeda yaitu sekitar 600 - 900 Baht dan 1000 - 1500 Baht (tergantung agent yang didatangi dan nasib yang menaungi..hehehe...)
Pada intinya, perjalanan ini kita diajak untuk menelusuri gugusan Phi phi Island seperti pelabuhan Phi phi Don, Maya Bay, Loh Samah Bay, Pileh Lagoon, Viking Cave, dan Monkey Beach. Untuk harga tour yang mahal, kita akan singgah di hampir semua tempat tersebut plus snorkeling dan makan siang. Namun untuk tiket yang murah, ada beberapa tempat dimana hanya menyaksikan dari kapal saja. Ukuran kapal juga akan menentukan harga tour.

Setelah membeli tiket, kami kembali ke hotel untuk membersihkan diri sebelum menuju show Simon Cabaret.

Di area pertunjukan tidak diperbolehkan menggunakan kamera. Namun setelah selesai pertunjukan, penonton diberikan kesempatan untuk berfoto dengan para lady boy dengan memberikan tips minimal 50 Baht ke lady boy yang kita senangi...hehehe.... Pertunjukannya sangat atraktif dan kreatif. Didominasi oleh tarian dan terkadang ada bagian pertunjukan yang bercanda mencoba menggoda penonton dan juga mencium penonton pria. Saya perhatikan mereka menari sesuai tarian dari berbagai negara, tarian disesuaikan dengan latar panggung dan kostum. Sangat sangat bagus. Tapi tidak ada tarian dari Indonesia. Hehehehe... Pertunjukan berjalan sekitar 1,5 jam. Cukup menghibur. Setelah selesai acara dan hunting foto, kamipun pulang untuk keesokan harinya bersiap untuk tour Phi phi Island.
Simon Cabaret Show
Keesokan harinya, sesuai janji, bus menjemput kami jam 9 pagi. Perjalanan ke pelabuhan sekitar 1 jam.
Yang perlu diperhatikan adalah bila tidak biasa berjalan laut, sebaiknya makan obat anti mabok. Kalau tidak, sayang sekali tidak bisa menikmati pemandangan karena sudah mabok laut. Ada juga beberapa bule yang terkapar di kapal sudah mabok. Sebenarnya gw pingin kasi pelukan ke cewe bule tuh supaya ga pada mabok....hehehe........


Perjalanan tour ini kita akan menikmati pemandangan, snorkeling sebentar (sekitar 45 menit), dan berjalan jalan di Phi phi. Menurut saya, kalau memang ingin menikmati lebih dalam, sebaiknya menginap di Phi phi. Tapi bila hanya ingin tau saja, mengikuti tour juga bagus. Snorkeling yang ada di dalam tour juga menurut saya tidak terlalu istimewa. Lokasi snorkeling karangnya sangat sedikit, bahkan sebagian hancur. Ikan ikan cukup banyak namun hanya sejenis. Tapi snorkeling di area bukit bukit batu yang menjulang tinggi merupakan sebuah kenikmatan tersendiri. Gugusan pulau pulau Phi phi memang indah dan keren.

Jika ingin lebih menikmati Phi phi dan sekitarnya, ada baiknya kita memang menginap disana sehingga lebih leluasa untuk eksplorasi. Apalagi bila ingin diving. Cukup banyak spot diving di area ini.
Phi-phi Island
Sore hari sekitar jam 5 sore kami sudah tiba di hotel diantar oleh tour sesuai kesepakatan. Malam ini kami berencana untuk makan malam didekat hotel sambil mencari souvenir. Merasakan semua makanan yang dijajakan di Malin Plaza tepat di depan penginapan, rasanya benar benar nikmat. Perut kenyang hatipun senang. Setelah itu, kami hanya berkeliling di area Malin Plaza untuk melihat souvenir.

Keesokan harinya Sabtu pagi, kami berencana untuk pergi ke arah utara dari Patong yaitu pantai Kamala dan Surin. Di sepanjang perjalanan sangat banyak view ke arah pantai. Pada akhirnya kami hanya menikmati pantai Kamala. Area ini juga menyediakan banyak penginapan yang murah di banding area Patong. Kami menikmati pantai di Kamala ini dan memutuskan untuk tidak eksplore ke pantai Surin. Sepertinya kami sudah cukup puas dengan wisata pantai. Di area Kamala juga terdapat tempat pertunjukan Fanta Sea (www.phuket-fantasea.com)yang menampilkan pertunjukan teater yang menggabungkan drama, tarian, binatang seperti gajah menjadi satu kesatuan atraksi budaya khas Thailand. Harga tiket masuknya 1500 Baht per orang dan bebas menonton semua show yang ada di dalam lokasi. FantaSea hanya buka di malam hari mulai pukul 17.30 sampai 23.30.
Kamala
Pulang dari Kamala, kami kembali mencoba makanan di tempat yang berbeda dan mencari souvenir. Setelah selesai, kami duduk di lobby hotel dari jam 4 sore sambil menunggu bus travel ke bandara yang akan datang menjemput jam 6 sore. Kami memesan melalui hotel dengan harga 200 Baht per orang. (lebih mahal 20 Baht daripada ketika datang tiga hari sebelumnya). Karena di dekat hotel adalah tempatnya jual beraneka ragam makanan, kami pun sangat menikmati sore itu dengan bersantai di lobby hotel sambil makan berbagai jenis makanan. Kami mencoba membandingkan Phuket dengan Bali khususnya Kuta. Menurut saya, Patong Phuket tidak terlalu ramai dibandingkan dengan Kuta Bali sehingga masih bisa menikmati suasana kota. Area Kuta Bali juga sudah terlalu macet. Mengenai tawaran wisata secara keseluruhan, Bali masih lebih mempesona dengan perpaduan antara alam dan budaya. Alam Bali juga lebih beragam tidak hanya pantai. Namun Phuket lebih profesional dan rapi dalam mengemas wisatanya serta banyak memiliki paket atraksi wisata.
Akhirnya, bus travel pun tiba menjemput kami ke bandara. Pesawat berangkat malam dari Phuket menuju Kuala Lumpur. Sampai di Kuala Lumpur kami tidur di bandara sambil menunggu keberangkatan Minggu pagi. Ada satu lokasi di bandara KL tempat banyak orang tidur dengan berlantai karpet.
Begitu sampai di Jakarta, saya sangat senang pulang ke tanah air tercinta disambut oleh petugas Imigrasi. Walau saya kali ini melakukan perjalanan ke negara lain, kecintaan terhadap tanah air Indonesia tidak pernah luntur sedikitpun.

Tips yang bisa digunakan selama di Phuket (menurut saya ya):
1. Bila belum memesan hotel, sebaiknya tidak perlu memesan hotel di bandara Phuket karena harganya bisa dua kali lebih mahal untuk hotel yang biasa biasa saja. Nekat saja pergi ke daerah Patong dan mencari hotel disana. Anda juga bisa mencari hotel yang anda inginkan dengan melihat di agoda.com atau booking.com.

1b. Hotel di Phuket sangat ramah. Kita bisa check out jam 12 siang tapi menitipkan barang di lobby hotel untuk kemudian berjalan jalan dan sore hari mengambil kembali barang barang kita untuk pergi ke area wisata lain atau ke bandara.

2. Jika rental sepeda motor, sebaiknya dari hotel tempat menginap saja. Mereka akan meminta passport asli dan memberikan kita fotocopy passport dan bukti pembayaran. Agak riskan juga . Tapi saya membuat perjanjian dengan mereka bahwa hanya saya yang bisa mengambil kembali passport tersebut.

3. Di phuket banyak terdapat taksi. Tapi bukan seperti taksi di Jakarta. Taksinya khusus taksi wisata yang bernama tuktuk. Harganya berlaku tawar menawar, tapi mereka sudah punya standar harga juga sih berdasarkan jarak.

4. Patong bukan satu satunya lokasi penginapan. Bisa di area Kamala, Karon, atau Kata yang lebih murah dibanding Patong. Tapi pusat kehidupan malam memang terdapat di Patong terutama di Bang La road.

5. Pertunjukan Thai boxing di Patong boleh dicoba bila minat. Biasanya pertandingan ada di hari sabtu malam. Tiketnya kalau tidak salam sekitar seratus ribuan (dalam rupiah).

6. Jika ingin menikmati Phi phi Island lebih dalam dan punya waktu lebih, ada baiknya menginap disana.

7. Jus nanas patut dicoba :)

8. Penjual souvenir didominasi orang India. Jangan sungkan untuk menawar. Bandingkan harga tiap toko agar tidak merasa tertipu harga.

9. Sangat banyak tempat pijat. Silahkan mencoba pijatan khas Thailand.

10. Bila menyewa kendaraan bermotor di Phuket, jangan bawa gaya Jakarta ya. Menurut saya, mereka masih lebih sopan dalam membawa kendaraan.

11. Di bandara Phuket banyak disediakan segala jenis brosur dan peta. Brosur tersebut sangat membantu untuk mengetahui apa saja yang ada di Phuket.

Tuesday, February 4, 2014

Buku: Menyemai Kreator Peradaban

Buku yang berjudul "Menyemai Kreator Peradaban" baru selesai saya baca. Buku ini ditulis oleh Prof. Mohammad NUH yang merupakan renungan tentang pendidikan, agama, dan budaya. Sebuah kata mutiara tertulis di sampul buku yang isinya "Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya. Sungguh mereka akan menghadapi masa yang berbeda dari masamu - Ali bin Abi Thalib".
Sampul depan
Sesuai dengan yang tertulis di sampul depan bukunya, isi buku ini banyak membahas mengenai pendidikan, agama dan kebudayaan yang berkaitan dengan pendidikan.
Karena Prof. Mohammad NUH menulis buku ini juga sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan, maka beliau banyak menjelaskan mengenai cikal bakal Kurikulum pendidikan 2013 serta maksud dan tujuannya. Selain itu banyak ajaran agama Islam yang dijelaskan di buku ini. Sangat banyak kata kata mutiara, cerita/ceramah dari para Kiai, ataupun saduran dari Alquran yang ditulis pada buku ini sekaligus penjelasannya. Saya sebagai orang yang bukan penganut agama Islam masih tetap nyaman membaca buku ini karena banyak mengajarkan tentang kebaikan. 
Menurut saya buku ini berkualitas dan memang layak untuk dibaca oleh siapapun. Apalagi untuk orang yang berkecimpung di dunia pendidikan, baik itu formal, nonformal, informal, bahkan orang tua juga diharapkan membaca buku ini untuk dapat mendidik anak anaknya dengan benar. 
Yang saya tangkap, penulis sangat mengharapkan sekali melalui proses pendidikan yang benar, akan terlahir manusia manusia Indonesia yang memiliki karakter, yang pintar, terampil, dan sikap yang baik sehingga menghasilkan manusia seutuhnya. Penulis juga berharap agar generasi mendatang lebih toleran dan terbuka serta memiliki kasih sayang, jiwa sosial dan rasa kepedulian yang tinggi. Hal ini sangat perlu karena penulis juga membandingkan dengan kondisi saat ini dimana mulai terjadinya kemerosotan moral diantara sesama manusia.
Di bab akhir dari buku ini, penulis sedikit menjelaskan mengenai hidup penulis dari masa kecil sampai bisa terpilih menjadi menteri dan para kiai yang sedikit banyak sudah membentuk dan mempengaruhi pola pikirnya (mungkin juga seperti ucapan terima kasih kepada orang orang tersebut).

Buku ini bagus dan saya pikir bukan sebuah pencitraan. Hal yang kurang mungkin adalah masih adanya beberapa kesalahan pengetikan beberapa kata. Mudah mudahan diperbaiki di cetakan selanjutnya.

Selamat membaca...

Buku ini juga banyak membahas mengenai Kurikulum 2014, dari asal muasalnya sampai bagaimana implementasinya. Pada akhirnya, setidaknya sampai saat ini, implementasi kurikulum 2014 ditunda (setelah sempat berjalan beberapa bulan) dan kembali ke kurikulum sebelumnya  dengan alasan perangkat yang belum siap. Tapi tetap harus digarisbawahi bahwa Kurikulum 2014 sangat baik dengan mengutamakan pendidikan karakter. Semoga akan ada saat dimana nanti pelaku pendidikan sudah siap untuk mendidik anak bangsa melalui pendidikan yang berkarakter dan berintegritas.

Friday, October 25, 2013

Perjalanan ke Semarang, Jogjakarta, dan Dieng

Perjalanan saya bersama teman sekitar bulan april yang lalu memakan waktu sekitar 3 hari 3 malam full. Dimulai Jumat pagi pukul 05.15 menggunakan pesawat Air Asia dari Jakarta menuju semarang, dilanjutkan ke magelang, jogjakarta, wonosobo - dieng, dan kembali ke Jakarta menggunakan bus tiba hari senin pagi sekitar jam 7.
Untuk saat ini sepertinya air asia menutup penerbangan jakarta semarang.

Kami tiba di bandara Achmad Yani Semarang sekitar jam  6.45 pagi. Bandaranya tergolong berukuran kecil. Dari sini kami berencana menuju Gedung Lawang Sewu. Dari bandara kami bertanya kepada petugas disana bagaimana cara untuk mencapai gedung tersebut. Rata rata mengusulkan untuk naik taksi saja, karena tergolong dekat (sepertinya hanya sekitar 5 km). Sebenarnya bisa naik bus angkutan umum, tapi kita harus berjalan dari gedung bandara menuju jalan raya dan jaraknya lumayan jauh. Kami berusaha mencari taksi yang sering dipercaya di jakarta (tak perlu menyebut nama taksinya) tapi tidak ada, kemudian saya iseng mengajak jalan ke bagian terminal keberangkatan, dan ternyata ditemukan taksi yang kami inginkan yang baru saja mengantar penumpang. Kami langsung masuk taksi tersebut. Ketika kami tanyakan kepada supir taksi kenapa tidak mangkal di bandara, ternyata tidak diberi ijin oleh operator bandara. Hal ini memang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Entah mengapa takut sekali bersaing dengan taksi yang satu ini. Padahal membuka persaingan akan meningkatkan pelayanan taksi taksi lainnya.

Perjalanan hanya sekitar 10-15 menit. Ongkos hanya sekitar 20 ribuan (ini sebelum argo taksi naik akibat kenaikan harga BBM). 

Setelah itu kami melintasi tugu simpang lima yang terkenal itu dan kami diturunkan tepat di gerbang Gedung Lawang Sewu. Di pintu gerbangnya tertulis bahwa jam buka adalah jam 7 pagi sampai jam 9 malam. Namun ketika kami tiba sekitar jam 7.30 pagi, penjaganya mengatakan bahwa petugas loket belum datang, sehingga kami menunggu di kursi dekat loket sambil sarapan dari bekal yang kami bawa. Petugas datang sekitar jam 8.15 dan meminta maaf kepada kami atas keterlambatannya. Harga tiket pada saat itu adalah 10 ribu per orang, namun untuk anak anak dan pelajar hanya lima ribu rupiah.

Kami berkeliling di lokasi Gedung Lawang Sewu. Gedung ini memang besar, megah, dan arsitekturnya indah. Sekilas dilihat seperti gaya arsitektur eropa. Namun kalau melihat dari kubah dan juga atapnya, seperti ada perpaduan budaya cina dan arab. Terdapat juga peta alur kunjungan gedung agar kita tidak tersesat di dalam gedung yang besar ini. Banyak yang bilang bahwa gedung lawang sewu terdiri dari gedung 1000 pintu karena banyaknya pintu di gedung tersebut.Tapi sepertinya tidak sampai 1000, mungkin ratusan. Di dalam gedung, kebanyakan ruangan saling terhubung dengan pintu, atau disatukan oleh  selasar yang berada di sisi gedung. Gedung Lawang sewu ini sebenarnya terdiri dari beberapa gedung. Pada saat kami berkunjung, ada salah satu gedung yang sedang direnovasi.
Di salah satu gedung yang kecil, terdapat informasi yang cukup lengkap mengenai Sejarah Gedung Lawang Sewu dan sejarah kereta api di semarang. Gedung ini memang sempat menjadi kantor kereta api. Secara umum, gedung ini sudah mulai terawat dan baik, walau di bagian lain ada bagian bagian yang rusak, mungkin masih menunggu antrian untuk diperbaiki. Begitu banyaknya dan besarnya ruangan, sementara tidak ada isi di dalamnya membuat gedung serasa kosong. Ini mungkin yang perlu diperbaiki agar gedung ini terlihat lebih menarik. Banyak yang mengatakan bahwa gedung ini berhantu, bagi saya sebenarnya tidak seperti itu. Hanya kekosongannya sajalah yang menimbulkan kesan sepi dan sunyi.

Setelah puas menjelajah dalam gedung dari gedung yang satu dan yang lain, kami berjalan di halaman gedung menikmati indahnya arsitektur gedung. Di salah satu sisi halaman, terdapat sebuah lokomotif uap dengan kode C 23 01. Ini lokomotif yang dulu pernah digunakan sejak 1908 sampai tahun 1980-an. Setelah puas, kamipun akhirnya keluar dari gerbang kompleks gedung Lawang Sewu. Tepat di depan kami adalah bundaran tugu simpang lima. Di sekitar tugu simpang lima ini, terdapat beberapa gedung pemerintahan termasuk Gedung Lawang Sewu.
Lawang Sewu
Kami berencana melanjutkan perjalanan ke Magelang untuk berkunjung ke Borobudur. Setelah bertanya sana sini, kami akhirnya naik angkutan umum ke Terminal Terboyo di Semarang. Perjalanan cukup lama, mungkin sekitar hampir 1 jam. Sampai di Terminal Terboyo, saya agak tertegun. Begitu memprihatinkan situasinya. Terminal ini tidak terawat dan terkesan tidak aman. Kemudian kami mencari bus luar kota menuju Borobudur. Kami disarankan untuk naik bus nusantara dengan tujuan Semarang Jogjakarta. Kami menunggu bus sekitar 1 jam di loketnya. Harga tiket pada waktu itu 21 ribu per orang. Busnya sangat baik dan ber AC. Kami mengatakan kepada kondekturnya ingin ke borobudur, sehingga nantinya dia akan menurunkan kami di terminal untuk melanjutkan dengan bus dalam kota menuju candi borobudur.
Perjalanan dari Semarang menuju Magelang sekitar 3 jam. Saya manfaatkan untuk tidur, namun terkadang saya lihat pemandangan selama dalam perjalanan cukup indah. Di kejauhan terlihat perbukitan yang hijau dan luas, namun saya kurang tau itu daerah mana. Di Magelang saya perhatikan kami juga melalui kompleks Sekolah Angkatan Darat dan juga sekolah Taruna Magelang yang terkenal itu.
Akhirnya kami diturunkan di terminal di Magelang. Setelah menunggu sebentar, kami mengambil bus dalam kota menuju Borobudur. perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit dan ongkosnya 8 ribu rupiah. Kami turun di pemberhentian terakhir bus tersebut di terminal desa borobudur. Di terminal ini akan banyak tukang becak yang menawarkan jasa becak ke candi borobudur. Harga yang ditawarkan sekitar 10 ribu. Kalau jalan kaki mungkin sekitar 1 km. Mungkin jalan kaki juga nikmat, namun karena di lokasi candi kita juga akan sangat banyak berjalan, lebih baik menikmati angin dari atas becak. Tukang becak juga akan banyak menawarkan penginapan murah di sekitar candi borobudur mulai dari harga 50 ribu rupiah.

Harga tiket masuk untuk turis lokal ke candi Borobudur 30 ribu. Terdapat juga tempat penitipan barang barang gratis. Ini sebenarnya kunjungan saya yang kedua ke Borobudur. Tapi kemegahannya tetap menakjubkan. Beberapa tahun yang lalu sebenarnya borobudur sempat terkena abu vulkanik dari gunung merapi, namun saat ini pembersihan sepertinya sudah selesai. Menjalani kompleks area menuju candi, banyak pepohonan hijau yang berjejer rapi, taman taman yang rapi bersih, membuat hati tenang teduh. Kami kemudian berkeliling dan naik ke candi sampai ke paling atas. Melihat indahnya patung patung dan ukiran batu yang terdapat di dinding candi. Dari atas candi, memandang ke sekitar, akan terlihat pemandangan hijau, pepohonan dan pebukitan, sehingga seakan akan candi ini berada di tengah tengah hutan. Kami tidak menyewa guide lokal (seperti kebiasaan banyak turis lokal), sehingga tidak mengetahui hal hal yang mungkin menarik di area candi. Suatu saat nanti bila kesana lagi, sepertinya saya ingin untuk menyewa jasa guide lokal untuk menuntun.
Di saat turun, hujan sempat turun dan bermunculan jasa sewa payung dengan tarif 5 ribu rupiah, tapi 5 menit kemudian berhenti. Ada ada saja...hehehe...
Ketika sedang berjalan di kompleks borobudur, akan sangat banyak para penjual menghampiri menawarkan barang dagangannya. Dari pernak pernik, kaos dan celana. Buat teman teman, santai saja, tidak usah buru buru membeli, karena diujung jalan juga akan banyak penjual cindera mata. Terkadang bila tidak hati hati, para penjual yang menghampiri akan menjual barang dagangannya sedikit lebih mahal. 
Enaknya, di semua penjual, kita bebasss untuk menawar sana sini....
Borobudur
Setelah puas berkeliling, kami kembali ke terminal untuk mengambil bus ke Jogjakarta. Di terminal ini terdapat beberapa warung makan. Kami sempat makan disana sebentar, harga harga makanan disini murah. Angkutan umum dari desa Borobudur ke Jogjakarta berangkat tiap 30 atau 60 menit dan kalo tidak salah bus yang terakhir adalah jam 6.30 malam. ongkosnya sekitar 5 sampai 6 ribu rupiah. Setelah perjalanan sekitar 1 jam, maka sampai di Jogjakarta. Kalau tidak salah kami sampai di pemberhentian bus terakhir di terminal Jombor, Jogjakarta. Diingatkan oleh kondekturnya juga untuk hati hati terhadap copet. Bus diberhentikan tepat di samping halte bus trans jogja dan kami langsung menuju halte tersebut. Kami berencana untuk menginap di kawasan malioboro. Kepada petugas kami berkata ingin ke maliboro, dan diberikan tiket bus transjogja dan nomor bus yang harus dinaiki agar tidak salah. Bus ini mirip busway di Jakarta, namun ukurannya lebih kecil.
Sampai di halte bus Malioboro, kami berencana untuk mencari penginapan terlebih dahulu sebelum makan malam. Di kawasan malioboro banyak penginapan dengan tarif yang murah dimulai dari 75 ribu rupiah kamar tanpa AC. Saya berinisiatif untuk menjalani jalan sosrowijayan dan memang disana sangat banyak penginapan. Akhirnya kami memilih salah satu penginapan yang cukup baik disana. Di malioboro biasanya tukang becak juga akan menawarkan untuk mencarikan penginapan sesuai keinginan kita. Tapi dengan menjalani jalan di sekitar malioboro, dan sedikit tanya sana sini (tanya saja ke tukang parkir, atau petugas halte trans jogja atau ke para penjual disana), pasti dapat penginapan murah yang diinginkan. 
Di penginapan setelah selesai mandi dan istirahat sebentar, kami berjalan ke jalan malioboro untuk mencari makan. Kami memilih salah satu tempat lesehan disana. Harga makanan disini sebenarnya tidak tergolong murah, mungkin karena mereka tahu bahwa yang makan kebanyakan adalah turis. Namun makanannya benar benar nikmat. Satu hal yang masih tidak bisa saya nikmati adalah kehadiran pemusik jalanan yang amat sangat banyak. Selama nongkrong disitu, lebih dari 10 pemusik jalanan menghampiri, dari yang luar biasa sampai yang biasa saja mencoba menghibur pengunjung. Tapi saya malah agak sedikit terganggu.
Setelah selesai makan dan ngobrol, kami coba menjalani jalan malioboro. Sangat banyak yang jualan souvenir disini. Saya membeli sebuah kaos untuk sekaligus dipakai dalam perjalanan ini. Setelah selesai, kami kembali berjalan ke penginapan untuk istirahat.
Malioboro di malam hari

Keesokan paginya setelah selesai sarapan, kami berencana untuk pergi ke Keraton. Menuju kesana, kami sengaja menggunakan becak untuk menikmati sensasi mengelilingi jalanan di jogja. Tukang becak menawarkan untuk mengantarkan ke toko bakpia, toko toko penjualan batik dan souvenir, keraton, museum kereta, galeri lukisan. Lokasi lokasi tersebut memang berdekatan. Kalau tidak salah tarif becak 20.000,- Pengalaman kami, bapak bapak pemilik becak ini bisa dipercaya. Kita bisa menitipkan barang barang di becak dengan aman dan terjaga. Setelah diantar ke toko bakpia dan souvenir, kami diantar menuju perusahaan batik di jalan rotowijayan. Selain menjual batik, toko disini juga membuat batik. Di belakang toko biasanya terdapat dapur tempat pembuatan batik cetak. Pada saat itu sedang ada syuting dari salah satu stasiun TV. Kami pun sempat memperhatikannya beberapa saat. Setelah puas, kami berangkat ke keraton jogja.
Usaha Batik
Sesampainya di Keraton, setelah membeli karcis, kami pun masuk ke dalam. Cukup banyak wisatawan domestik maupun asing yang datang kesini. Disini banyak sekali terdapat berbagai macam benda benda peninggalan keraton. Seperti alat musik gamelan yang berusia ratusan tahun dan rajin dicuci dan hanya digunakan diacara sakral. Selain itu banyak terdapat hiasan hiasan seperti patung dari emas, jenis jenis kain batik, lukisan, guci dan berbagai keramik, serta gambar gambar keluarga keraton. Juga terdapat meja dan kursi peninggalan keraton jogja dahulu. Jika ingin mengamati dengan detail, saya pikir butuh satu hari penuh untuk menikmati keseluruhan komplek keraton dan isinya. Di dalam kompleks juga ada pertunjukan wayang. Arsitektur bangunan yang terdapat di kompleks juga beragam. Ada yang berbentuk bangunan khas Jawa dan juga bangunan mirip arsitektur eropa. Setelah puas dari sini, kami berangkat pulang ke penginapan untuk check out. Di keraton banyak yang menawarkan untuk menjadi guide ke taman sari. Ini adalah lokasi kebun istana keraton dan lokasi pemandian keraton di jaman dahulu. Selain itu juga terdapat museum kereta istana dan galeri lukisan di dekat keraton.
Keraton dan koleksinya
Koleksi keraton

Setelah keluar dari penginapan jam 12 siang, kami berencana untuk berangkat ke Candi Prambanan. Sebelumnya kami sempatkan untuk kembali makan di kawasan malioboro. Sama saja seperti di malam hari, di siang hari juga banyak terdapat pengamen berdatangan silih berganti. Satu kejadian yang sangat tidak mengenakkan adalah ketika ada seorang pengamen tidak diberikan uang oleh satu pengunjung pun di tempat makan kami, kemudian dia marah sambil pergi. Pengunjung dan pemilik warung sama sama kesal melihat tingkah lakunya. Pengamen memang sudah menjadi masalah di kawasan malioboro. Sudah semakin banyak dan tidak terkendali. Beda dengan dulu, mereka disebut musisi jalanan, karena penampilan yang rapi dan musik yang dibawakan bagus. Para musisi jalanan bekerjasama dengan pemilik warung untuk menghibur pengunjung.
Selesai makan siang, kami menuju Candi Prambanan. Kami menggunakan bus transjogja. Halte transjogja ada di kawasan malioboro. Kemudian diarahkan oleh petugas halte untuk menaiki trayek bus yang benar. Menuju Candi Prambanan merupakan tujuan halte terakhir dari bus transjogja yang kami naiki. Satu halte sebelum prambanan adalah halte bandara Adisutjipto. Busnya masuk ke terminal bandara. Karena itu, bila ke jogja menggunakan pesawat terbang, bisa langsung menaiki bus transjogja untuk melanjutkan perjalanan. Sangat mudah dan murah.

Sampai di halte transjogja, kawasan Candi Prambanan berjarak sekitar 1 km. Sebaiknya menggunakan jasa becak atau delman. Beberapa becak disini sudah menggunakan sepeda motor.
Tiket masuk Candi Prambanan adalah 30 ribu rupiah untuk turis domestik. Disini juga disediakan fasilitas penitipan barang gratis. Mirip seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan juga merupakan situs warisan dunia yang diakui UNESCO. Kompleks candi ini tertata rapi dan bersih. Pengunjung yang berjalan di kompleks candi sangat merasa nyaman menikmati keindahan area candi. Dari Candi Prambanan, disediakan fasilitas bus gratis menuju Candi Ratu Boko. Nantinya dari Candi Ratu Boko, akan diantar kembali lagi ke Candi Prambanan. Kalau tidak salah, bus terakhir jam 3 sore. Tiket masuk candi Ratu Boko sebesar 30 ribu juga. Setelah selesai berjalan di candi Prambanan, pengunjung bisa singgah di tempat penjualan souvenir. Silahkan menawar sepuasnya.
Candi Prambanan

Candi Prambanan

Kami cukup lama di Candi Prambanan menikmati sore. Ingin ke Pantai Parangtritis, tapi sepertinya sudah sore sehingga kami urungkan rencana tersebut. Akhirnya kami berencana menuju ke Dieng. Kota terdekat dari Dieng adalah Wonosobo. Untuk menuju Wonosobo dari Jogjakarta, ada satu travel yang menurut saya cukup bagus. Namanya Travel Andyni Bakti. Busnya menggunakan mobil Toyota Avanza. Dan memiliki beberapa jam keberangkatan dari pagi sampai malam hari. Cukup banyak yang menggunakan jasa travel ini. Kami saja kebagian yang jam terakhir. Harga tiketnya 45 ribu per orang, namun bisa juga dijemput ke rumah dengan menambah biaya 10 ribu rupiah.
Kantor Travel Andyni di Jogja ada di Jalan A.M. Sangaji No. 12. Telp: 0274 - 6672767 atau 0274 - 625233. Mereka melayani perjalanan Jogjakarta - Wonosobo dan sebaliknya. Untuk kantor Andyni Travel di Wonosobo, alamatnya di jalan Veteran Mb. No.11. Telepon : 0286 - 322211 atau 0286 - 323770 atau 081903866396.
Karena kami tidak tahu Wonosobo, kami meminta bantuan supir untuk mencarikan penginapan yang murah. Kemudian kami diantar ke salah satu hotel di Wonosobo. Lokasinya dekat dari alun alun wonosobo. Harga per kamar antara 150 ribu sampai 200 ribu sudah mendapat kamar yang besar dan nyaman. Suhu udara wonosobo cukup dingin sehingga tidak memerlukan AC.
Kami beristirahat di penginapan untuk keesokan paginya berangkat ke Dieng.

Setelah selesai sarapan, kami langsung check out dan menuju Dieng. Setelah bertanya kepada pegawai penginapan hotel cara ke Dieng, kami pun berangkat. Dari depan penginapan menaiki angkutan umum kota, melewati alun alun, dan diturunkan di tepi jalan tempat kami menunggu bus menuju Dieng.
Bus menuju Dieng selalu ada dari pagi sampai sore hari. Ukurannya seperti angkutan Kopaja di jakarta. Tarif busnya 10 ribu rupiah dengan lama perjalanan sekitar 1 jam. Perjalanan akan terus menaik karena Dieng berada di dataran tinggi. Jika bingung turun dimana, katakan saja di Penginapan Bu Jono. Ini lokasi terbaik untuk memulai perjalanan, di Jalan Raya Dieng km 27. Di jalan ini cukup banyak penginapan berbentuk homestay. Harga per kamarnya juga murah. Di jalan ini juga akan langsung terlihat lokasi penyewaan sepeda motor dengan tarif 50 ribu rupiah untuk mengelilingi beberapa objek wisata utama di Dieng.
Pertigaan Penginapan Bu Djono

Kami pun menggunakan jasa menyewa sepeda motor.
Untuk masuk dan menikmati lokasi wisata, kita diharuskan membeli tiket masuk. Kami membeli Tiket terusan seharga 20 ribu per orang dimana tiket ini merupakan tiket sekaligus untuk masuk ke lokasi Candi Arjuna, Kawah Sikidang, Dieng Plateau Theatre dan Danau Telaga Warna.

Awalnya kami diantar ke lokasi Danau Telaga Warna. Danau ini sangat unik karena berwarna hijau. Danau ini terlihat tenang tetapi di beberapa titik terdapat gelembung gelembung udara ke atas permukaan air yang merupakan gas dari bawah tanah.
 Di sekitar danau ini masih sangat teduh karena banyak pepohonan rindang.
Selain Telaga warna, didekatnya terdapat danau Telaga Pengilon. Selain itu terdapat banyak terdapat goa seperti Batu tulis dengan bahasa sansekerta, Goa Semar, Goa Sumur, Goa Pengantin, dan Goa Jaran. Kami menjalani lokasi tersebut satu persatu. Goa tersebut tidak besar, hanya seperti sebuah ruangan kecil tempat dimana orang orang sakti jaman dahulu bersemedi. Namun lokasi beberapa goa saat ini sudah dibuat gerbang dan ditutup untuk menghindari pengunjung yang melakukan hal hal yang dapat merusak situs tersebut. Namun jika ada pengunjung yang ingin berdoa atau melakukan ritual, bisa memohon agar dibukakan kunci gerbang tersebut.
Danau Telaga Warna

Goa dan Telaga Pengilon

Setelah puas mengelilingi area telaga warna, kami diantar ke Dieng Plateau Theatre. Ini merupakan sebuah bangunan seperti bioskop tempat pemutaran film bagaimana asal mula terjadinya Dataran Tinggi Dieng. Sesampai disana, sambil menunggu pemutaran film, di dekat gedung tersebut terdapat beberapa penjual makanan. Ternyata yang kebanyakan dijual adalah kentang goreng dan jamur goreng. Rasa Kentang gorengnya luar biasa nikmat. Mengalahkan kentang goreng buatan restoran amerika, menurut saya ya... Dieng memang merupakan salah satu penghasil kentang terbesar di Indonesia.
Di Theatre, kami menonton film dokumenter yang menjelaskan mengenai bagaimana Dieng terbentuk, apa potensi alam yang terdapat di Dieng, dan kehidupan budaya penduduk Dieng. Selain itu diceritakan pula bencana yang pernah terjadi di Dieng. Salah satu bencana yang pernah terjadi adalah ketika penduduk satu kampung di Dieng tewas karena keracunan gas beracun yang keluar dari perut bumi. Film dokumenter ini sangat menambah pengetahuan kami.
Dieng Plateau Theatre

Setelah puas dari Theatre, oleh ojek sepeda motor kami diantar ke lokasi Kawah Sikidang. Area ini merupakan tempat dimana gas dari perut bumi keluar dan memunculkan kubangan kubangan air mendidih dan memunculkan bau belerang yang sangat pekat. Disana disarankan untuk menggunakan kain penutup hidung. Disana juga terdapat penjual yang menjual masker. Kawah kawah ini sebenarnya mengingatkan saya terhadap kawah sejenis di daerah Sipoholon Tarutung, Sumatera Utara. Namun di Sipoholon, airnya dialirkan ke bak bak penampungan kamar mandi untuk digunakan menjadi pemandian air panas. Kalau di Kawah Sikidang sepertinya airnya tidak cukup banyak. Dari kejauhan kita akan melihat pipa pipa berukuran besar yang merupakan pipa pembangkit listrik tenaga panas bumi. Gas dari dalam bumi dialirkan melalui pipa tersebut untuk memutar turbin. Ini benar benar pembangkit listrik yang sangat ramah lingkungan. Di area Kawah ini juga banyak penjual souvenir dan penjual hasil pertanian di Dieng seperti sayur sayuran dan buah buahan.
Kawah Sikidang

Selepas dari sini, kami diantar ke lokasi terakhir yaitu Kompleks Candi Arjuna. Dari lokasi parkiran, menuju kompleks candi Arjuna harus berjalan ke lembah berjarak sekitar 300- 500 meter. Namun sebelum itu, ada baiknya berkunjung ke museum yang dekat dengan lokasi parkiran tersebut. Namanya Museum Dieng Kailasa. Harga tiket masuknya 5 ribu per orang. Museumnya memang tidak terlalu besar, namun di dalamnya terdapat arca batu peninggalan dari candi di dieng. Selain itu terdapat juga jenis jenis bebatuan yang terdapat di dieng. Selain itu banyak terdapat gambar gambar yang menjelaskan kegiatan budaya di Dieng.
Di sekitar museum ini terdapat taman yang terdapat banyak bunga bunga yang indah. Lokasinya yang tinggi membuat kita bisa memandang sampai di kejauhan. Terlihat juga kompleks candi arjuna di kejauhan. Lokasi kompleks candi arjuna ini memang benar benar berada di tengah tengah lembah. Dia dikelilingi oleh pebukitan di kejauhan.
Museum Dieng Kailasa
Dari museum, kami menuju candi gatot kaca masih di dekat lokasi parkir. Ukuran candinya kecil.
Setelah itu kami akhirnya menuju kompleks candi Arjuna. Jalan setapak yang dibuat cukup baik dimana di kiri kanan jalan banyak pepohonan yang sengaja ditanam. Di kompleks ini terdapat 5 buah candi (Pendawa Lima). Ukuran candi disini memang kecil (jangan dibayangkan seperti prambanan), namun candi disini merupakan candi Hindu yang konon tertua di Jawa. Sebenarnya di daerah ini terdapat beberapa candi lagi, namun belum dilakukan rekonstruksi dan hanya ada fondasi candi. Setiap tahunnya di lokasi candi ini diadakan acara Dieng Culture Festival. Duduk disini menikmati keindahan alam dan pebukitan di sekitar candi sangat menenangkan.
Kompleks Candi Arjuna
Puas dari lokasi candi ini, kami kembali ke parkiran dan diantarkan oleh ojek kembali ke pangkalan ojek di dekat penginapan bu jono. Kami diingatkan oleh tukang ojek bahwa kami harus segera ke terminal wonosobo bila ingin langsung ke Jakarta. Loket terakhir buka sekitar jam 6 sore. Namun kami menyempatkan diri makan dulu di salah satu warung makan di Dieng. Harga makanan di Dieng tergolong murah.

Beberapa saat kami menunggu bus yang akan membawa kami kembali ke Wonosobo. Setelah satu jam perjalanan, kami diturunkan di kota Wonosobo. Sudah ada bus lain yang menunggu yang rutenya menuju terminal Wonosobo. Akhirnya kami tiba di terminal Wonosobo sekitar jam 5 sore. Ternyata benar yang dikatakan ojek di Dieng. Apalagi karena hari minggu, tiket bus tujuan Jakarta sudah pada habis. Ada satu bus Ekonomi tujuan Lebak Bulus Jakarta namun kami enggan menaikinya melihat kondisi bus. Setelah mengobrol dan diarahkan oleh petugas tiket, akhirnya kami naik bus tujuan Wonosobo ke Cileunyi Bandung. Disana nanti diturunkan untuk mengambil bus menuju Jakarta. Ternyata banyak juga penumpang yang seperti kami. Dari Wonosobo, kami naik bus Sinar Jaya - DMI. Kondisi busnya bagus dan nyaman. Bahkan kami  sudah tertidur lelap ketika dibangunkan sekitar jam setengah empat pagi untuk turun di Cileunyi.
Di Cileunyi ternyata sudah banyak orang yang menunggu bus ke Jakarta bahkan rela berdiri di bus. Kami sengaja menunggu bus yang kosong agar bisa tidur. Akhirnya lewat juga bus Primajasa. Ongkos ke Jakarta 26 ribu. Bus ini berakhir di pangkalan khusus bus Primajasa di Cawang dekat UKI. Kami tiba di jakarta sekitar jam setengah sembilan pagi karena sempat macet di jalan tol.
Akhirnya perjalanan ini pun berakhir sudah.

Monday, October 7, 2013

Menyelam di area Pulau Sangiang

Diving di area pulau Sangiang ini saya lakukan bersama beberapa teman yang sebelumnya mengambil sertifikasi diving open water. Pulau Sangiang sendiri lokasinya berada di selat sunda diapit oleh pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Berikut lokasinya saya ambil dari http://www.bentengindonesia.org/bentengpict/221/221_SANGIANG_ISLAND_1a.jpg
Lokasi Pulau Sangiang
Perjalanan hanya sebentar saja. Pergi sabtu pagi dan sudah kembali tiba di jakarta sabtu sore.
Pagi pagi subuh jam setengah enam pagi kami berangkat dari Jakarta menuju pelabuhan anyer. Kami sengaja berangkat pagi agar tidak macet. Dan satu lagi, diving siang hari di sangiang sudah kurang bagus karena visibility yang sangat rendah. Banyak butiran butiran kotoran yang melayang layang di dalam air sehingga air kurang jernih dan menghalangi pemandangan bawah laut.

Kami tiba di dermaga anyer sekitar jam 8 pagi. Kemudian kami berkemas menyiapkan peralatan, tanki udara, masker, fins, BCD, regulator, weight belt, dll. Sementara untuk wet suit saya ganti di kapal saja. Tak lupa kami membeli makanan sarapan dari warung terdekat. Perjalanan menuju area penyelaman sekitar 60 menit - 75 menit menggunakan kapal kayu yang disewa.
Kapal Kayu yang digunakan
Saya dan beberapa teman sarapan di atas kapal. Ombaknya benar benar deras. Perut saya langsung mual. Baru sekitar 10 menit setelah selesai makan, saya langsung muntah. Walau muntah, perut ini belum juga lega. Masih ada yang mengganjal. Teman mengatakan itu akibat saya tidak mencicipi air laut dulu sesaat sebelum mengarungi lautan. Awalnya saya agak ragu terjun. Tapi akhirnya turun juga.
Penyelaman pertama kami di titik yang bernama Tanjung Bajo. Ombak laut tetap keras, mengombang ambingkan kami semua. Karena ombak yang lumayan deras, kami memasang BCD di permukaan air, bukan di kapal. Sialnya bagi saya, begitu masuk laut, mencicipi air laut yang begitu asin, ditambah dengan rasa mual yang masih ada, semakin membuat saya bertambah mual dan akhirnya muntah lagi. Sialll.... Beberapa teman sudah mulai masuk ke bawah permukaan laut, sementara saya ditemani oleh seorang yang lain masih mengapung saja. Saya masih menetralkan kondisi dulu. Setelah minum sebotol air mineral dingin, barulah perasaan lebih tenang. Untuk melawan asinnya air laut, memang yang paling bagus ya minum air tawar. Kami berdua masuk ke dalam. Melihat keindahan bawah laut sambil mengejar teman yang sudah duluan turun. Kondisi di dalam ternyata berarus. Hal ini tidak saya alami ketika pertama kali menyelam di kepulauan seribu. Arusnya begitu kuat sehingga kita tidak perlu lagi mengayuhkan kaki untuk bergerak. Kita dibawa oleh arus. Harus hati hati juga agar tidak terpisah dari teman karena terlalu membiarkan diri dibawa oleh arus. Cukup banyak terumbu karang di perairan ini. Ikan ikan hias pun sangat banyak. Ikan berbagai warna muncul silih berganti, warna oranye (nemo), biru, kuning, dll. Ada yang berenang bergerombol dan beriringan. Kami juga bertemu dengan segerombolan ikan barakuda. Ubur ubur pun tak ketinggalan. Terkadang berpapasan dengan ubur ubur yang harus dihindari. Pemandangan bawah lautnya sangat indah. Memang kami tidak menemukan hiu, penyu, ataupun pari. Tapi ini juga sudah puas. 
Alat pengukur tangki udara saya juga menunjukkan bahwa udara sudah hampir habis. Tak tau kenapa sepertinya saya cukup kuat menyedot udara tangki. Mungkin karena barusan muntah dan mual sehingga lebih membutuhkan banyak udara ketika bernafas.
Akhirnya kami naik ke permukaan. Begitu naik ke permukaan, langsung disambut dengan ombak yang cukup kuat yang mengombang ambingkan kami. Kru kapal kami melemparkan tali untuk membantu menarik kami ke kapal. Entah kenapa selama dalam proses dari permukaan sampai naik ke kapal, rasa mual muncul lagi. Begitu naik di atas kapal, saya muntah lagi. Tapi muntahnya tidak mengeluarkan apa apa karena mungkin yang ada di perut sudah habis. Hanya menyisakan rasa asam dan sedikit pahit. Teman teman yang melihat saya hanya tersenyum saja. Ya... tiap orang biasanya pernah mendapatkan situasi seperti ini.
Setelah penyelaman pertama selesai, kami menuju pulau sangiang. Kami menepi ke pulau dan makan siang di pulau sangiang. Kami tidak mengeksplor pulau karena fokus hanya menyelam.

Perjalanan di kapal
Setelah selesai beritirahat, kami menuju titik kedua yang bernama Legon Waru. Derasnya arus sedikit berkurang di titik ini. Di kedalaman, kami juga melihat indahnya terumbu karang dan berbagai ikan berenang dan melintasi kami. Arus di dalam juga masih cukup kuat untuk menggerakkan kami. Sangat nikmat sehingga kita tidak sadar sudah di kedalaman 20 meter. Kalau saja saya tidak melihat dive comp, mungkin saya akan terbawa suasana untuk masuk terus ke kedalaman 30 meter. Hal yang sama juga saya rasakan di titik pertama sebelumnya. Namun karena sudah semakin siang, visibility di dalam air berkurang. Hal ini karena kotoran seperti debu beterbangan di dalam air sehingga menghalangi penglihatan. Di penyelaman kedua ini juga saya bingung kenapa saya begitu cepatnya menghabiskan udara di tangki. Namun karena ketua tim sudah menunjukkan sebentar lagi akan naik, dan juga karena terumbu karang yang indah di kedalaman sekitar 9-12 meter, saya tetap bertahan. Pada akhirnya ketika kami naik, sisa udara saya hanya tinggal sedikit lagi. Sebenarnya kurang bagus juga cara seperti ini.Begitu naik ombak juga masih mengombang ambingkan kami. Ombak di perairan ini memang tidak pernah tenang. Kami pun kembali ke kapal. Perjalanan kembali ke dermaga anyer memakan waktu hampir satu setengah jam. Sampai di dermaga anyer, kami membersihkan diri di salah satu rumah penduduk yang sudah dikenal oleh ketua rombongan kami. Begitulah memang kondisinya. Tempat penyewaan peralatan menyelam saja tidak ada. Jadi semuanya dibawa atau disewa dari Jakarta. Akhirnya kami kembali ke Jakarta memakan waktu lebih dari 2 jam karena jalanan sudah macet. Demikianlah perjalanan singkat kali ini.

Foto foto underwater masih belum ada karena masih di kamera teman :)

Sekitar hampir dua minggu setelah kami diving di Sangiang, sekitar bulan Juli 2013 kami mendengar sebuah Kapal Motor yang membawa diver dari Jakarta dan juga dari luar negeri dihantam ombak ketika bersandar di dekat pulau Sangiang ini. Mereka beberapa hari menyelam termasuk nite dive dan tidur di kapal. Kapal kayu yang jauh lebih besar dihantam oleh ombak besar. Kapal tidak diketemukan sepertinya hancur. Seluruh penumpang dan kru kapal terjun ke perairan tersebut diombang ambingkan arus laut. Keesokan harinya setelah dilakukan upaya penyelamatan, dua orang tidak diketemukan, seorang kru dan seorang lagi diver dari jakarta. Di hari terakhir pencarian, diketemukan jenazah diver tersebut, sementara krunya saya kurang tau apakah sudah ditemukan atau tidak karena jangka waktu pencarian oleh tim sar sudah selesai.
Saya kurang tau kenapa ombak di perairan selat sunda ini begitu dasyatnya. Apakah karena lokasinya yang diapit oleh dua pulau besar Jawa dan Sumatera atau karena tidak banyak pulau pulau di sekitar Sangiang sehingga tidak ada pulau yang bisa berfungsi sebagai pemecah ombak. Kejadian ini mengingatkan saya untuk tidak memaksakan perjalanan bila alam sedang tidak bersahabat.
Saya juga teringat dengan jembatan selat sunda yang rencananya akan dibangun menghubungkan jawa dan sumatera akan melalui pulau sangiang. Saya tidak bisa membayangkan bila nantinya pembangunan jembatan tersebut akan merusak habitat ikan, terumbu karang, binatang dan cagar alam yang ada di pulau sangiang.

Saturday, October 5, 2013

Perjalanan ke Baduy

Kali ini saya bersama teman teman sekantor dan juga teman teman dari teman sekantor (bingung bacanya ya...) melakukan perjalanan ke Baduy. Sebenarnya kata Baduy ini merujuk ke gunung Baduy atau sungai Baduy, namun orang orang (pengunjung) sering menyebutnya daerah Baduy atau orang Baduy. Padahal penduduk Baduy sendiri lebih menyukai disebut sebagai urang kanekes yang artinya orang Kanekes. Kanekes sendiri merupakan nama wilayah mereka.
Nah.. penduduk Kanekes sebenarnya merupakan subetnis Sunda. Menurut penjelasan salah seorang penduduk Baduy di tempat saya dan teman teman menginap, Sunda terbagi dua yaitu Priangan dan Wiwitan. Dan penduduk yang mendiami gunung Baduy ini adalah etnis wiwitan. Dan menurut mereka, sub etnis wiwitan lebih tua dibanding dengan priangan. Etnis priangan adalah orang orang bersuku sunda yang saat ini banyak bermukim di Bandung dan sekitarnya. Begitulah kira kira penjelasan yang dapat saya tangkap.

Perjalanan dari Jakarta kami mulai hari Jumat malam. Rencananya kami start jam 7 malam, namun karena satu dan lain hal, molor menjadi jam setengah sembilan malam. Kami beriringan menggunakan sekitar 6 mobil. Jauhnya perjalanan menuju desa ciboleger sebagai desa Baduy Luar pertama mungkin sekitar 120 - 130 km. Namun perjalanan memakan waktu 5-6 jam karena jalanan yang berkualitas buruk terutama setelah melewati Rangkasbitung menuju desa Ciboleger.
Perjalanan kami juga agak lama karena sekitar jam 11 malam ketika di daerah Serang tepatnya di jalan Raya Pandeglang - Baros, banyak terdapat warung durian yang buka 24 jam. Kami pun singgah di salah satu pondok disana yang bernama Durian Jatuhan Haji Arif - DJHA. Yang enaknya, mereka juga menyediakan tempat lesehan untuk rebahan dan gratis. Jadi misalnya kita lelah dalam perjalanan malam dan ingin rebahan sampai pagi, mereka menyediakannya. Sayapun yang lebih senang dengan durian yang rasanya lebih pahit, langsung sikat... hap hap hap...durian Indonesia memang mantapp...
Makan durian di DJHA
Setelah puas makan durian, kami melanjutkan perjalanan malam. Sempat kami salah arah, namun akhirnya para driver menyadarinya. Kondisi jalanan banyak lubang, dan terkadang sama sekali tidak beraspal. Ini yang membuat sangat tidak nyaman di dalam mobil padahal sudah mulai mengantuk.
Akhirnya kami tiba di Desa ciboleger sekitar jam 2an pagi. Di desa Ciboleger ini gerbang masuk menuju desa baduy luar pertama. Masih terdapat minimarket dan sekolah dan juga mesjid. Setelah berjalan sekitar 200 meter, tepat di gerbang pembatas, disitulah mulai terlihat peradaban yang lain dari umumnya. Itulah desa pertama Baduy Luar. Mereka tidak menggunakan listrik. Sementara beberapa meter dikejauhan, terlihat rumah menggunakan listrik dan lampu lampu bercahaya. Kami bermalam di desa ini di rumah penduduk. Keesokan paginya, kami bangun dan menyiapkan diri untuk berjalan menuju desa Baduy Dalam. Perjalanan akan memakan waktu 4-5 jam. Kami sarapan sesuai dengan kebiasaan setempat. Kami makan bersama sama di daun pisang yang panjang. Jadi di atas daun pisang, diletakaan nasi dan lauknya, dan kami makan berjejeran di tepi daun pisang tersebut. Penduduk Baduy luar, selain bercocok tanam, mereka banyak menjual cendera mata ke pengunjung. Kebanyakan adalah kain hasil tenunan sendiri, jahe merah yang sudah jadi bubuk, madu, dan souvenir lainnya seperti gantungan kunci, kaos dan kemeja dengan motif khas Baduy.
Sarapan
Desa pertama Baduy Luar - Ciboleger
 Setelah selesai sarapan, kamipun berkemas untuk segera berjalan. Awalnya kami permisi dulu ke kepala desa setempat yaitu Bapak Jaro Dainah. Beliau mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas kunjungan kami. Beliau juga mengatakan bahwa beliau mungkin adalah kepala desa dengan penduduk terbanyak sekitar 10 ribuan (total penduduk baduy luar dan baduy dalam). Beliau juga menjamin bahwa tidak pernah ada kriminalitas di daerah Baduy. Tidak ada satupun warga baduy yang masuk penjara. Namun kami dipesankan juga untuk menghargai dan menghormati adat setempat. Mendengar hal itu, sebenarnya hati saya malu. Mereka yang tidak pernah menuntut apa apa dari negara ini, sangat mencintai tempat kediamannya. Tidak seperti Jakarta yang diisi orang orang yang katanya cerdas, pintar, dan banyak menuntut, namun banyak yang tak bermoral.
Kepala desa
Setelah selesai mengobrol dengan Pak Jaro, kamipun berangkat menuju desa Cibeo sebagai desa terakhir Baduy dalam. Awalnya kami melalui banyak perkampungan. Dari satu kampung ke kampung lain. Begitu seterusnya. Ini masih daerah perkampungan Baduy luar. Guide kami adalah orang dari Baduy dalam dan juga baduy luar.
Perkampungan di Baduy Luar
 Di salah satu desa, kami melihat bagaimana seorang nenek dengan alat tradisionalnya mengubah kapas menjadi benang. Kelihatannya mudah, tapi ketika teman teman mencobanya, setiap kapasnya ditarik, pasti putus. Namun nenek tersebut, bisa menarik kapas tersebut, menggulungnya dengan alat tradisionalnya, sampai kapasnya habis menjadi benang tidak putus putus. Nah.. benang inilah yang akan ditenun menjadi kain dan menjadi baju orang Baduy. Benar benar sangat alami. Mereka benar benar hidup dari alam, oleh alam, dan untuk alam. 

Mengubah benang menjadi kapas
Kami kemudian beristirahat sambil makan siang nasi bungkus yang sudah kami siapkan sebelumnya.
Di tengah perjalanan, seorang guide kami orang baduy dalam (saya lupa namanya), membawa air nira yang baru saja diambilnya dari pohon. Kamipun mencobanya. Sedapnya bukan main. Nira asli benar benar nikmat. Minuman bersoda bermerek apapun kalah jauh. Nira ini masih sangat steril karena langsung dari pohon. Di perjalanan juga banyak pohon durian, tapi sayang belum waktunya berbuah. Kami juga melewati beberapa aliran sungai selama dalam perjalanan.
Perkampungan selama dalam perjalanan
Dan akhirnya kami akan menyeberangi sebuah jembatan bambu yang lumayan panjang. Ini menjadi pembatas antara baduy luar dan baduy dalam. Salah satu ketentuan tidak tertulis adalah yang boleh memasuki kawasan baduy dalam adalah ras asli orang Indonesia (ras Australoid kalo ga salah). Jadi ras mongoloid seperti saudara kita orang Indonesia yang bersuku Tionghoa dilarang memasuki kawasan tersebut. Namun pada saat itu, guide kami orang baduy mengijinkan teman kami yang dikategorikan sebagai ras mongoloid untuk memasuki kawasan baduy dalam. Kami pun berterima kasih atas hal tersebut karena tidak sering sering mereka mengijinkannya. Beberapa teman kami tidak melewati jembatan, tetapi menyeberangi langsung sungai. Sepertinya lebih enak bermain air di sungai.Aturan yang penting di Baduy dalam juga adalah tidak diperkenankan untuk mengambil foto. Dan sebaiknya handphone dimatikan saja, toh sinyal juga tidak ada.
Jembatan ke Baduy Dalam
Kemudian perjalanan kami lanjutkan kembali. Cukup banyak perbukitan yang menanjak harus kami lewati. Saya sendiri tidak menyangka akan secapek itu. Hebatnya orang orang asli Baduy tersebut tidak ada rasa letih, keringatpun tak ada. Mereka memang sudah biasa. Dan mereka tidak menggunakan alas kaki sesuai dengan aturan adat mereka.

Akhirnya kami sampai juga di Desa Cibeo sekitar jam 3 sore. Saya dan beberapa teman menginap di salah satu rumah penduduk. Teman saya mencoba mengajak mengobrol ibu dan anak pemilik rumah. Ketika teman saya bertanya dimana suaminya, si ibu menjawab sedang ke jakarta sudah 2 hari untuk kunjungan balasan. Ya, begitulah mereka. Mereka sangat senang dikunjungi, dan bila kita memberi alamat kita, mereka akan mendatangi kita sebagai kunjungan balasan. Mereka akan ke rumah kita dengan BERJALAN KAKI TANPA ALAS KAKI. Itu sesuai dengan peraturan adat mereka. Mereka tidak minta apa apa di kunjungan balasan mereka. Itu sebagai tanda terima kasih mereka sudah dikunjungi sebelumnya. Biasanya cara mereka ke jakarta berjalan kaki adalah dengan mengikuti rel kereta api.
Di rumah kami disuguhi air minum. Gelasnya terbuat dari potongan bambu. Tempat airnya kendi tanah liat. Rumahnya dari anyaman bambu. Semuanya serba alam.
Setelah beristirahat, kami menuju salah satu rumah tempat banyak terdapat alat musik angklung dan gendang. Disinilah biasanya anak anak baduy bermain musik. Sangat enak didengar. Musiknya khas sunda. Mereka belajar sendiri dan angklungnya juga penduduk setempat yang membuat sendiri.
Kemudian saya dan beberapa teman mandi di sungai di sore hari. Di sungai sudah ada lokasi yang ditentukan dimana tempat wanita mandi, laki laki mandi, dan juga tempat buang air. Sesuai aturan adat, tidak diperbolehkan menggunakan sabun,, shampo, odol dan bahan lain yang mengandung bahan kimia. Di dekat kami ada seorang bapak penduduk asli yang mandi. Mereka mandi hanya menggosokkan badan dengan tangan saja. Dan bajunya dikucek kucek dengan air. Tidak menggunakan deterjen atau hal lain yang dapat mencemari air sungai. Sangat menyatu dengan alam. Kami sangat menikmati berendam di sungai sampai cukup lama, sampai ada ular kecil yang mendekati salah seorang teman kami. Karena itulah kami naik, mungkin peringatan juga untuk kami bahwa waktu mandi sudah habis, saatnya ular yang mandi...hehehe....

Setelah selesai mandi kami kebanyakan duduk duduk di bebatuan di lapangan terbuka seperti di tengah kampung tersebut. Di kejauhan terlihat beberapa rumah yang katanya didiami oleh tetua adat dan tidak boleh didekati. Kami juga berkeliling kampung dan ternyata sudah ada penjual snack (bukan penduduk setempat). Beberapa anak anak kecil baduy dalam membeli snack disitu. Dijual juga minuman minuman bersoda dan juga mie instant. Ini sudah salah satu bentuk keterbukaan baduy dalam. Sepintas saya melihat orang Baduy inilah yang hidup menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam. Malam mulai menjelang, dan perkampungan benar benar gelap. Penduduk baduy dalam tidak menggunakan senter, hanya lampu api yang digantung di dalam rumah. Namun pengunjung masih diijinkan untuk menggunakan senter.

Setelah bersenda gurau di lapangan, akhirnya terdengar suara bahwa makan malam sudah siap. Kami pun makan malam tetap dengan gaya Baduy di atas daun pisang. Setelah makan, dan memberesi sisa makanan, kami kebanyakan berkumpul di salah satu rumah, mengobrol dengan Bapak yang menceritakan tentang riwayat Baduy. Mereka sambil memasak dan menyuguhkan jahe merah untuk kami. Enaknya bukan main jahe merah tersebut. Hangat. Pantas saja walaupun mereka tidak minum teh atau kopi, tapi orang Baduy tetap sehat dengan minum jahe merah tersebut.
Bapak tersebut menceritakan asal muasal Baduy (yang sudah disinggung di awal cerita), namun sampai saat ini tetap belum diketahui awal sekali bermulanya sub etnis sunda wiwitan. Bapak tersebut juga bercerita tentang beliau sudah sering ikut kejuaraan bermain angklung mewakili kabupaten atau sekedar bermain angklung di pertunjukan. Beliau bercerita tentang agama mereka Sunda wiwitan yang di Indonesia dimasukkan sebagai aliran kepercayaan. Mengenai hal ini, saya pribadi sebenarnya sudah protes di dalam hati saya kepada bangsa Indonesia. Kenapa aliran aliran kepercayaan yang asli Indonesia tidak dianggap sebagai agama di negaranya sendiri. Bahkan agama yang diakui di Indonesia, adalah agama import, dibawa dari luar negeri. Mirip seperti Ugamo Malim yang merupakan aliran kepercayaan orang Batak sebelum masuknya agama. Aliran aliran kepercayaan ini sudah ada sebelum Indonesia ada. Tetapi mereka dipinggirkan oleh negaranya sendiri (berpikir secara kebangsaan). Itulah pendapat saya, bisa benar bisa juga tidak.
Setelah selesai ngobrol, kamipun akhirnya kembali ke rumah tempat kami beristirahat. Suhu udara di baduy dalam jauh lebih dingin dibandingkan dengan di baduy luar. Untunglah kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya agar tidur lebih hangat dan nyaman. 

Keesokan paginya kami bangun. Tidak banyak aktifitas yang kami lakukan. Setelah sarapan, kami berkemas untuk pulang. Saya sempatkan mandi di sungai dengan beberapa teman saya.
Teman saya sempat berkeliling kampung. Terdapat beberapa wanita menumbuk padi tidak mengenakan pakaian atasan. Topless. Pakaian atasan sepertinya kadang dipakai dan kadang dilepas. Mereka memang penghasil padi. Mereka memiliki rumah rumah tempat untuk menyimpan padi. Warga Baduy sepertinya tidak akan pernah mengalami bencana kelaparan. 
Sesaat sebelum pulang, terdapat beberapa penduduk menawarkan souvenir yang dijual kepada kami. Setau saya, dulu mereka sebenarnya menolak untuk menerima uang, tapi sekarang sudah mulai menerima uang. Mereka juga menawarkan madu hutan, gantungan kunci, kain tenun, jahe merah, dll. Sebenarnya barang barang ini juga dijual di baduy luar. Bila ingin membeli dan terasa agak mahal, tawar saja tapi dengan halus.

Setelah selesai berkemas, akhirnya kami berangkat pulang. Kali ini melalui jalur timur. Kemarin kami melalui jalur barat. Tetap saja akan melalui beberapa perkampungan dan di ujungnya kami akan kembali ke desa Ciboleger. Pulang bukan berarti jalanan menurun. Tetap banyak perbukitan yang harus kami lalui. Menanjak dan kemudian menurun, berulang terus menerus. Ditambah panas terik, cukup membuat letih. Setelah berjalan panjang, kami istirahat sebentar di sebuah danau kecil. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan seorang yang sudah sangat tua menyapa kami. Guide kami mengatakan Bapak tersebut sudah berumur 100 tahun dan sudah mulai pikun. Bapak tersebut menyapa kami dan berbicara dalam bahasa sunda sementara saya tidak mengerti maksudnya.
Perjalanan pulang

Istirahat di danau
Pada akhirnya kami sampai di desa Ciboleger mungkin sekitar jam 12 siang. Beberapa orang membersihkan diri dan yang lain rebahan. Banyak juga yang membeli souvenir. Saya yang sebelum berangkat ke baduy dalam membeli ikat kepala khas baduy, kali ini membeli beberapa botol madu untuk oleh oleh. Pada akhirnya saya menyesal karena tidak membeli jahe merah. Kalau harga kain tenun dan sovenir seperti gantungan kunci bisa ditawar, tapi sepertinya madu dan jahe merah sudah harga pas.
Tenunan dan Souvenir
Akhirnya kami berangkat pulang sekitar hampir jam 2 siang. Kami kemudian makan sore di daerah Rangkasbitung sekitar jam setengah lima sore, dan tiba kembali di base camp di jakarta jam 8 malam.
Pintu masuk Desa Ciboleger
Perjalanan ini membuat saya semakin mengenal salah satu budaya di Indonesia.
Warga di Baduy dalam dan baduy luar lebih mengikuti peraturan adat dimana peraturan adatnya lebih mengutamakan keharmonisan hidup dengan alam. Tetua adat menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Pakaian orang baduy luar didominasi warna hitam hitam sementara baduy dalam putih putih. Aktifitas mereka kebanyakan diisi dengan bercocok tanam. Namun ada juga aturan tentang tanaman apa yang bisa ditanam dan mana yang tidak. Binatang yang dipelihara mereka juga hanya ayam yang saya lihat. Apapun aturannya, sepertinya mengarah kepada bagaimana agar mereka tidak merusak alam dan dapat hidup damai berdampingan dengan alam.

NB : Foto diambil dari kamera teman teman seperjalanan...