Friday, October 25, 2013

Perjalanan ke Semarang, Jogjakarta, dan Dieng

Perjalanan saya bersama teman sekitar bulan april yang lalu memakan waktu sekitar 3 hari 3 malam full. Dimulai Jumat pagi pukul 05.15 menggunakan pesawat Air Asia dari Jakarta menuju semarang, dilanjutkan ke magelang, jogjakarta, wonosobo - dieng, dan kembali ke Jakarta menggunakan bus tiba hari senin pagi sekitar jam 7.
Untuk saat ini sepertinya air asia menutup penerbangan jakarta semarang.

Kami tiba di bandara Achmad Yani Semarang sekitar jam  6.45 pagi. Bandaranya tergolong berukuran kecil. Dari sini kami berencana menuju Gedung Lawang Sewu. Dari bandara kami bertanya kepada petugas disana bagaimana cara untuk mencapai gedung tersebut. Rata rata mengusulkan untuk naik taksi saja, karena tergolong dekat (sepertinya hanya sekitar 5 km). Sebenarnya bisa naik bus angkutan umum, tapi kita harus berjalan dari gedung bandara menuju jalan raya dan jaraknya lumayan jauh. Kami berusaha mencari taksi yang sering dipercaya di jakarta (tak perlu menyebut nama taksinya) tapi tidak ada, kemudian saya iseng mengajak jalan ke bagian terminal keberangkatan, dan ternyata ditemukan taksi yang kami inginkan yang baru saja mengantar penumpang. Kami langsung masuk taksi tersebut. Ketika kami tanyakan kepada supir taksi kenapa tidak mangkal di bandara, ternyata tidak diberi ijin oleh operator bandara. Hal ini memang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Entah mengapa takut sekali bersaing dengan taksi yang satu ini. Padahal membuka persaingan akan meningkatkan pelayanan taksi taksi lainnya.

Perjalanan hanya sekitar 10-15 menit. Ongkos hanya sekitar 20 ribuan (ini sebelum argo taksi naik akibat kenaikan harga BBM). 

Setelah itu kami melintasi tugu simpang lima yang terkenal itu dan kami diturunkan tepat di gerbang Gedung Lawang Sewu. Di pintu gerbangnya tertulis bahwa jam buka adalah jam 7 pagi sampai jam 9 malam. Namun ketika kami tiba sekitar jam 7.30 pagi, penjaganya mengatakan bahwa petugas loket belum datang, sehingga kami menunggu di kursi dekat loket sambil sarapan dari bekal yang kami bawa. Petugas datang sekitar jam 8.15 dan meminta maaf kepada kami atas keterlambatannya. Harga tiket pada saat itu adalah 10 ribu per orang, namun untuk anak anak dan pelajar hanya lima ribu rupiah.

Kami berkeliling di lokasi Gedung Lawang Sewu. Gedung ini memang besar, megah, dan arsitekturnya indah. Sekilas dilihat seperti gaya arsitektur eropa. Namun kalau melihat dari kubah dan juga atapnya, seperti ada perpaduan budaya cina dan arab. Terdapat juga peta alur kunjungan gedung agar kita tidak tersesat di dalam gedung yang besar ini. Banyak yang bilang bahwa gedung lawang sewu terdiri dari gedung 1000 pintu karena banyaknya pintu di gedung tersebut.Tapi sepertinya tidak sampai 1000, mungkin ratusan. Di dalam gedung, kebanyakan ruangan saling terhubung dengan pintu, atau disatukan oleh  selasar yang berada di sisi gedung. Gedung Lawang sewu ini sebenarnya terdiri dari beberapa gedung. Pada saat kami berkunjung, ada salah satu gedung yang sedang direnovasi.
Di salah satu gedung yang kecil, terdapat informasi yang cukup lengkap mengenai Sejarah Gedung Lawang Sewu dan sejarah kereta api di semarang. Gedung ini memang sempat menjadi kantor kereta api. Secara umum, gedung ini sudah mulai terawat dan baik, walau di bagian lain ada bagian bagian yang rusak, mungkin masih menunggu antrian untuk diperbaiki. Begitu banyaknya dan besarnya ruangan, sementara tidak ada isi di dalamnya membuat gedung serasa kosong. Ini mungkin yang perlu diperbaiki agar gedung ini terlihat lebih menarik. Banyak yang mengatakan bahwa gedung ini berhantu, bagi saya sebenarnya tidak seperti itu. Hanya kekosongannya sajalah yang menimbulkan kesan sepi dan sunyi.

Setelah puas menjelajah dalam gedung dari gedung yang satu dan yang lain, kami berjalan di halaman gedung menikmati indahnya arsitektur gedung. Di salah satu sisi halaman, terdapat sebuah lokomotif uap dengan kode C 23 01. Ini lokomotif yang dulu pernah digunakan sejak 1908 sampai tahun 1980-an. Setelah puas, kamipun akhirnya keluar dari gerbang kompleks gedung Lawang Sewu. Tepat di depan kami adalah bundaran tugu simpang lima. Di sekitar tugu simpang lima ini, terdapat beberapa gedung pemerintahan termasuk Gedung Lawang Sewu.
Lawang Sewu
Kami berencana melanjutkan perjalanan ke Magelang untuk berkunjung ke Borobudur. Setelah bertanya sana sini, kami akhirnya naik angkutan umum ke Terminal Terboyo di Semarang. Perjalanan cukup lama, mungkin sekitar hampir 1 jam. Sampai di Terminal Terboyo, saya agak tertegun. Begitu memprihatinkan situasinya. Terminal ini tidak terawat dan terkesan tidak aman. Kemudian kami mencari bus luar kota menuju Borobudur. Kami disarankan untuk naik bus nusantara dengan tujuan Semarang Jogjakarta. Kami menunggu bus sekitar 1 jam di loketnya. Harga tiket pada waktu itu 21 ribu per orang. Busnya sangat baik dan ber AC. Kami mengatakan kepada kondekturnya ingin ke borobudur, sehingga nantinya dia akan menurunkan kami di terminal untuk melanjutkan dengan bus dalam kota menuju candi borobudur.
Perjalanan dari Semarang menuju Magelang sekitar 3 jam. Saya manfaatkan untuk tidur, namun terkadang saya lihat pemandangan selama dalam perjalanan cukup indah. Di kejauhan terlihat perbukitan yang hijau dan luas, namun saya kurang tau itu daerah mana. Di Magelang saya perhatikan kami juga melalui kompleks Sekolah Angkatan Darat dan juga sekolah Taruna Magelang yang terkenal itu.
Akhirnya kami diturunkan di terminal di Magelang. Setelah menunggu sebentar, kami mengambil bus dalam kota menuju Borobudur. perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit dan ongkosnya 8 ribu rupiah. Kami turun di pemberhentian terakhir bus tersebut di terminal desa borobudur. Di terminal ini akan banyak tukang becak yang menawarkan jasa becak ke candi borobudur. Harga yang ditawarkan sekitar 10 ribu. Kalau jalan kaki mungkin sekitar 1 km. Mungkin jalan kaki juga nikmat, namun karena di lokasi candi kita juga akan sangat banyak berjalan, lebih baik menikmati angin dari atas becak. Tukang becak juga akan banyak menawarkan penginapan murah di sekitar candi borobudur mulai dari harga 50 ribu rupiah.

Harga tiket masuk untuk turis lokal ke candi Borobudur 30 ribu. Terdapat juga tempat penitipan barang barang gratis. Ini sebenarnya kunjungan saya yang kedua ke Borobudur. Tapi kemegahannya tetap menakjubkan. Beberapa tahun yang lalu sebenarnya borobudur sempat terkena abu vulkanik dari gunung merapi, namun saat ini pembersihan sepertinya sudah selesai. Menjalani kompleks area menuju candi, banyak pepohonan hijau yang berjejer rapi, taman taman yang rapi bersih, membuat hati tenang teduh. Kami kemudian berkeliling dan naik ke candi sampai ke paling atas. Melihat indahnya patung patung dan ukiran batu yang terdapat di dinding candi. Dari atas candi, memandang ke sekitar, akan terlihat pemandangan hijau, pepohonan dan pebukitan, sehingga seakan akan candi ini berada di tengah tengah hutan. Kami tidak menyewa guide lokal (seperti kebiasaan banyak turis lokal), sehingga tidak mengetahui hal hal yang mungkin menarik di area candi. Suatu saat nanti bila kesana lagi, sepertinya saya ingin untuk menyewa jasa guide lokal untuk menuntun.
Di saat turun, hujan sempat turun dan bermunculan jasa sewa payung dengan tarif 5 ribu rupiah, tapi 5 menit kemudian berhenti. Ada ada saja...hehehe...
Ketika sedang berjalan di kompleks borobudur, akan sangat banyak para penjual menghampiri menawarkan barang dagangannya. Dari pernak pernik, kaos dan celana. Buat teman teman, santai saja, tidak usah buru buru membeli, karena diujung jalan juga akan banyak penjual cindera mata. Terkadang bila tidak hati hati, para penjual yang menghampiri akan menjual barang dagangannya sedikit lebih mahal. 
Enaknya, di semua penjual, kita bebasss untuk menawar sana sini....
Borobudur
Setelah puas berkeliling, kami kembali ke terminal untuk mengambil bus ke Jogjakarta. Di terminal ini terdapat beberapa warung makan. Kami sempat makan disana sebentar, harga harga makanan disini murah. Angkutan umum dari desa Borobudur ke Jogjakarta berangkat tiap 30 atau 60 menit dan kalo tidak salah bus yang terakhir adalah jam 6.30 malam. ongkosnya sekitar 5 sampai 6 ribu rupiah. Setelah perjalanan sekitar 1 jam, maka sampai di Jogjakarta. Kalau tidak salah kami sampai di pemberhentian bus terakhir di terminal Jombor, Jogjakarta. Diingatkan oleh kondekturnya juga untuk hati hati terhadap copet. Bus diberhentikan tepat di samping halte bus trans jogja dan kami langsung menuju halte tersebut. Kami berencana untuk menginap di kawasan malioboro. Kepada petugas kami berkata ingin ke maliboro, dan diberikan tiket bus transjogja dan nomor bus yang harus dinaiki agar tidak salah. Bus ini mirip busway di Jakarta, namun ukurannya lebih kecil.
Sampai di halte bus Malioboro, kami berencana untuk mencari penginapan terlebih dahulu sebelum makan malam. Di kawasan malioboro banyak penginapan dengan tarif yang murah dimulai dari 75 ribu rupiah kamar tanpa AC. Saya berinisiatif untuk menjalani jalan sosrowijayan dan memang disana sangat banyak penginapan. Akhirnya kami memilih salah satu penginapan yang cukup baik disana. Di malioboro biasanya tukang becak juga akan menawarkan untuk mencarikan penginapan sesuai keinginan kita. Tapi dengan menjalani jalan di sekitar malioboro, dan sedikit tanya sana sini (tanya saja ke tukang parkir, atau petugas halte trans jogja atau ke para penjual disana), pasti dapat penginapan murah yang diinginkan. 
Di penginapan setelah selesai mandi dan istirahat sebentar, kami berjalan ke jalan malioboro untuk mencari makan. Kami memilih salah satu tempat lesehan disana. Harga makanan disini sebenarnya tidak tergolong murah, mungkin karena mereka tahu bahwa yang makan kebanyakan adalah turis. Namun makanannya benar benar nikmat. Satu hal yang masih tidak bisa saya nikmati adalah kehadiran pemusik jalanan yang amat sangat banyak. Selama nongkrong disitu, lebih dari 10 pemusik jalanan menghampiri, dari yang luar biasa sampai yang biasa saja mencoba menghibur pengunjung. Tapi saya malah agak sedikit terganggu.
Setelah selesai makan dan ngobrol, kami coba menjalani jalan malioboro. Sangat banyak yang jualan souvenir disini. Saya membeli sebuah kaos untuk sekaligus dipakai dalam perjalanan ini. Setelah selesai, kami kembali berjalan ke penginapan untuk istirahat.
Malioboro di malam hari

Keesokan paginya setelah selesai sarapan, kami berencana untuk pergi ke Keraton. Menuju kesana, kami sengaja menggunakan becak untuk menikmati sensasi mengelilingi jalanan di jogja. Tukang becak menawarkan untuk mengantarkan ke toko bakpia, toko toko penjualan batik dan souvenir, keraton, museum kereta, galeri lukisan. Lokasi lokasi tersebut memang berdekatan. Kalau tidak salah tarif becak 20.000,- Pengalaman kami, bapak bapak pemilik becak ini bisa dipercaya. Kita bisa menitipkan barang barang di becak dengan aman dan terjaga. Setelah diantar ke toko bakpia dan souvenir, kami diantar menuju perusahaan batik di jalan rotowijayan. Selain menjual batik, toko disini juga membuat batik. Di belakang toko biasanya terdapat dapur tempat pembuatan batik cetak. Pada saat itu sedang ada syuting dari salah satu stasiun TV. Kami pun sempat memperhatikannya beberapa saat. Setelah puas, kami berangkat ke keraton jogja.
Usaha Batik
Sesampainya di Keraton, setelah membeli karcis, kami pun masuk ke dalam. Cukup banyak wisatawan domestik maupun asing yang datang kesini. Disini banyak sekali terdapat berbagai macam benda benda peninggalan keraton. Seperti alat musik gamelan yang berusia ratusan tahun dan rajin dicuci dan hanya digunakan diacara sakral. Selain itu banyak terdapat hiasan hiasan seperti patung dari emas, jenis jenis kain batik, lukisan, guci dan berbagai keramik, serta gambar gambar keluarga keraton. Juga terdapat meja dan kursi peninggalan keraton jogja dahulu. Jika ingin mengamati dengan detail, saya pikir butuh satu hari penuh untuk menikmati keseluruhan komplek keraton dan isinya. Di dalam kompleks juga ada pertunjukan wayang. Arsitektur bangunan yang terdapat di kompleks juga beragam. Ada yang berbentuk bangunan khas Jawa dan juga bangunan mirip arsitektur eropa. Setelah puas dari sini, kami berangkat pulang ke penginapan untuk check out. Di keraton banyak yang menawarkan untuk menjadi guide ke taman sari. Ini adalah lokasi kebun istana keraton dan lokasi pemandian keraton di jaman dahulu. Selain itu juga terdapat museum kereta istana dan galeri lukisan di dekat keraton.
Keraton dan koleksinya
Koleksi keraton

Setelah keluar dari penginapan jam 12 siang, kami berencana untuk berangkat ke Candi Prambanan. Sebelumnya kami sempatkan untuk kembali makan di kawasan malioboro. Sama saja seperti di malam hari, di siang hari juga banyak terdapat pengamen berdatangan silih berganti. Satu kejadian yang sangat tidak mengenakkan adalah ketika ada seorang pengamen tidak diberikan uang oleh satu pengunjung pun di tempat makan kami, kemudian dia marah sambil pergi. Pengunjung dan pemilik warung sama sama kesal melihat tingkah lakunya. Pengamen memang sudah menjadi masalah di kawasan malioboro. Sudah semakin banyak dan tidak terkendali. Beda dengan dulu, mereka disebut musisi jalanan, karena penampilan yang rapi dan musik yang dibawakan bagus. Para musisi jalanan bekerjasama dengan pemilik warung untuk menghibur pengunjung.
Selesai makan siang, kami menuju Candi Prambanan. Kami menggunakan bus transjogja. Halte transjogja ada di kawasan malioboro. Kemudian diarahkan oleh petugas halte untuk menaiki trayek bus yang benar. Menuju Candi Prambanan merupakan tujuan halte terakhir dari bus transjogja yang kami naiki. Satu halte sebelum prambanan adalah halte bandara Adisutjipto. Busnya masuk ke terminal bandara. Karena itu, bila ke jogja menggunakan pesawat terbang, bisa langsung menaiki bus transjogja untuk melanjutkan perjalanan. Sangat mudah dan murah.

Sampai di halte transjogja, kawasan Candi Prambanan berjarak sekitar 1 km. Sebaiknya menggunakan jasa becak atau delman. Beberapa becak disini sudah menggunakan sepeda motor.
Tiket masuk Candi Prambanan adalah 30 ribu rupiah untuk turis domestik. Disini juga disediakan fasilitas penitipan barang gratis. Mirip seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan juga merupakan situs warisan dunia yang diakui UNESCO. Kompleks candi ini tertata rapi dan bersih. Pengunjung yang berjalan di kompleks candi sangat merasa nyaman menikmati keindahan area candi. Dari Candi Prambanan, disediakan fasilitas bus gratis menuju Candi Ratu Boko. Nantinya dari Candi Ratu Boko, akan diantar kembali lagi ke Candi Prambanan. Kalau tidak salah, bus terakhir jam 3 sore. Tiket masuk candi Ratu Boko sebesar 30 ribu juga. Setelah selesai berjalan di candi Prambanan, pengunjung bisa singgah di tempat penjualan souvenir. Silahkan menawar sepuasnya.
Candi Prambanan

Candi Prambanan

Kami cukup lama di Candi Prambanan menikmati sore. Ingin ke Pantai Parangtritis, tapi sepertinya sudah sore sehingga kami urungkan rencana tersebut. Akhirnya kami berencana menuju ke Dieng. Kota terdekat dari Dieng adalah Wonosobo. Untuk menuju Wonosobo dari Jogjakarta, ada satu travel yang menurut saya cukup bagus. Namanya Travel Andyni Bakti. Busnya menggunakan mobil Toyota Avanza. Dan memiliki beberapa jam keberangkatan dari pagi sampai malam hari. Cukup banyak yang menggunakan jasa travel ini. Kami saja kebagian yang jam terakhir. Harga tiketnya 45 ribu per orang, namun bisa juga dijemput ke rumah dengan menambah biaya 10 ribu rupiah.
Kantor Travel Andyni di Jogja ada di Jalan A.M. Sangaji No. 12. Telp: 0274 - 6672767 atau 0274 - 625233. Mereka melayani perjalanan Jogjakarta - Wonosobo dan sebaliknya. Untuk kantor Andyni Travel di Wonosobo, alamatnya di jalan Veteran Mb. No.11. Telepon : 0286 - 322211 atau 0286 - 323770 atau 081903866396.
Karena kami tidak tahu Wonosobo, kami meminta bantuan supir untuk mencarikan penginapan yang murah. Kemudian kami diantar ke salah satu hotel di Wonosobo. Lokasinya dekat dari alun alun wonosobo. Harga per kamar antara 150 ribu sampai 200 ribu sudah mendapat kamar yang besar dan nyaman. Suhu udara wonosobo cukup dingin sehingga tidak memerlukan AC.
Kami beristirahat di penginapan untuk keesokan paginya berangkat ke Dieng.

Setelah selesai sarapan, kami langsung check out dan menuju Dieng. Setelah bertanya kepada pegawai penginapan hotel cara ke Dieng, kami pun berangkat. Dari depan penginapan menaiki angkutan umum kota, melewati alun alun, dan diturunkan di tepi jalan tempat kami menunggu bus menuju Dieng.
Bus menuju Dieng selalu ada dari pagi sampai sore hari. Ukurannya seperti angkutan Kopaja di jakarta. Tarif busnya 10 ribu rupiah dengan lama perjalanan sekitar 1 jam. Perjalanan akan terus menaik karena Dieng berada di dataran tinggi. Jika bingung turun dimana, katakan saja di Penginapan Bu Jono. Ini lokasi terbaik untuk memulai perjalanan, di Jalan Raya Dieng km 27. Di jalan ini cukup banyak penginapan berbentuk homestay. Harga per kamarnya juga murah. Di jalan ini juga akan langsung terlihat lokasi penyewaan sepeda motor dengan tarif 50 ribu rupiah untuk mengelilingi beberapa objek wisata utama di Dieng.
Pertigaan Penginapan Bu Djono

Kami pun menggunakan jasa menyewa sepeda motor.
Untuk masuk dan menikmati lokasi wisata, kita diharuskan membeli tiket masuk. Kami membeli Tiket terusan seharga 20 ribu per orang dimana tiket ini merupakan tiket sekaligus untuk masuk ke lokasi Candi Arjuna, Kawah Sikidang, Dieng Plateau Theatre dan Danau Telaga Warna.

Awalnya kami diantar ke lokasi Danau Telaga Warna. Danau ini sangat unik karena berwarna hijau. Danau ini terlihat tenang tetapi di beberapa titik terdapat gelembung gelembung udara ke atas permukaan air yang merupakan gas dari bawah tanah.
 Di sekitar danau ini masih sangat teduh karena banyak pepohonan rindang.
Selain Telaga warna, didekatnya terdapat danau Telaga Pengilon. Selain itu terdapat banyak terdapat goa seperti Batu tulis dengan bahasa sansekerta, Goa Semar, Goa Sumur, Goa Pengantin, dan Goa Jaran. Kami menjalani lokasi tersebut satu persatu. Goa tersebut tidak besar, hanya seperti sebuah ruangan kecil tempat dimana orang orang sakti jaman dahulu bersemedi. Namun lokasi beberapa goa saat ini sudah dibuat gerbang dan ditutup untuk menghindari pengunjung yang melakukan hal hal yang dapat merusak situs tersebut. Namun jika ada pengunjung yang ingin berdoa atau melakukan ritual, bisa memohon agar dibukakan kunci gerbang tersebut.
Danau Telaga Warna

Goa dan Telaga Pengilon

Setelah puas mengelilingi area telaga warna, kami diantar ke Dieng Plateau Theatre. Ini merupakan sebuah bangunan seperti bioskop tempat pemutaran film bagaimana asal mula terjadinya Dataran Tinggi Dieng. Sesampai disana, sambil menunggu pemutaran film, di dekat gedung tersebut terdapat beberapa penjual makanan. Ternyata yang kebanyakan dijual adalah kentang goreng dan jamur goreng. Rasa Kentang gorengnya luar biasa nikmat. Mengalahkan kentang goreng buatan restoran amerika, menurut saya ya... Dieng memang merupakan salah satu penghasil kentang terbesar di Indonesia.
Di Theatre, kami menonton film dokumenter yang menjelaskan mengenai bagaimana Dieng terbentuk, apa potensi alam yang terdapat di Dieng, dan kehidupan budaya penduduk Dieng. Selain itu diceritakan pula bencana yang pernah terjadi di Dieng. Salah satu bencana yang pernah terjadi adalah ketika penduduk satu kampung di Dieng tewas karena keracunan gas beracun yang keluar dari perut bumi. Film dokumenter ini sangat menambah pengetahuan kami.
Dieng Plateau Theatre

Setelah puas dari Theatre, oleh ojek sepeda motor kami diantar ke lokasi Kawah Sikidang. Area ini merupakan tempat dimana gas dari perut bumi keluar dan memunculkan kubangan kubangan air mendidih dan memunculkan bau belerang yang sangat pekat. Disana disarankan untuk menggunakan kain penutup hidung. Disana juga terdapat penjual yang menjual masker. Kawah kawah ini sebenarnya mengingatkan saya terhadap kawah sejenis di daerah Sipoholon Tarutung, Sumatera Utara. Namun di Sipoholon, airnya dialirkan ke bak bak penampungan kamar mandi untuk digunakan menjadi pemandian air panas. Kalau di Kawah Sikidang sepertinya airnya tidak cukup banyak. Dari kejauhan kita akan melihat pipa pipa berukuran besar yang merupakan pipa pembangkit listrik tenaga panas bumi. Gas dari dalam bumi dialirkan melalui pipa tersebut untuk memutar turbin. Ini benar benar pembangkit listrik yang sangat ramah lingkungan. Di area Kawah ini juga banyak penjual souvenir dan penjual hasil pertanian di Dieng seperti sayur sayuran dan buah buahan.
Kawah Sikidang

Selepas dari sini, kami diantar ke lokasi terakhir yaitu Kompleks Candi Arjuna. Dari lokasi parkiran, menuju kompleks candi Arjuna harus berjalan ke lembah berjarak sekitar 300- 500 meter. Namun sebelum itu, ada baiknya berkunjung ke museum yang dekat dengan lokasi parkiran tersebut. Namanya Museum Dieng Kailasa. Harga tiket masuknya 5 ribu per orang. Museumnya memang tidak terlalu besar, namun di dalamnya terdapat arca batu peninggalan dari candi di dieng. Selain itu terdapat juga jenis jenis bebatuan yang terdapat di dieng. Selain itu banyak terdapat gambar gambar yang menjelaskan kegiatan budaya di Dieng.
Di sekitar museum ini terdapat taman yang terdapat banyak bunga bunga yang indah. Lokasinya yang tinggi membuat kita bisa memandang sampai di kejauhan. Terlihat juga kompleks candi arjuna di kejauhan. Lokasi kompleks candi arjuna ini memang benar benar berada di tengah tengah lembah. Dia dikelilingi oleh pebukitan di kejauhan.
Museum Dieng Kailasa
Dari museum, kami menuju candi gatot kaca masih di dekat lokasi parkir. Ukuran candinya kecil.
Setelah itu kami akhirnya menuju kompleks candi Arjuna. Jalan setapak yang dibuat cukup baik dimana di kiri kanan jalan banyak pepohonan yang sengaja ditanam. Di kompleks ini terdapat 5 buah candi (Pendawa Lima). Ukuran candi disini memang kecil (jangan dibayangkan seperti prambanan), namun candi disini merupakan candi Hindu yang konon tertua di Jawa. Sebenarnya di daerah ini terdapat beberapa candi lagi, namun belum dilakukan rekonstruksi dan hanya ada fondasi candi. Setiap tahunnya di lokasi candi ini diadakan acara Dieng Culture Festival. Duduk disini menikmati keindahan alam dan pebukitan di sekitar candi sangat menenangkan.
Kompleks Candi Arjuna
Puas dari lokasi candi ini, kami kembali ke parkiran dan diantarkan oleh ojek kembali ke pangkalan ojek di dekat penginapan bu jono. Kami diingatkan oleh tukang ojek bahwa kami harus segera ke terminal wonosobo bila ingin langsung ke Jakarta. Loket terakhir buka sekitar jam 6 sore. Namun kami menyempatkan diri makan dulu di salah satu warung makan di Dieng. Harga makanan di Dieng tergolong murah.

Beberapa saat kami menunggu bus yang akan membawa kami kembali ke Wonosobo. Setelah satu jam perjalanan, kami diturunkan di kota Wonosobo. Sudah ada bus lain yang menunggu yang rutenya menuju terminal Wonosobo. Akhirnya kami tiba di terminal Wonosobo sekitar jam 5 sore. Ternyata benar yang dikatakan ojek di Dieng. Apalagi karena hari minggu, tiket bus tujuan Jakarta sudah pada habis. Ada satu bus Ekonomi tujuan Lebak Bulus Jakarta namun kami enggan menaikinya melihat kondisi bus. Setelah mengobrol dan diarahkan oleh petugas tiket, akhirnya kami naik bus tujuan Wonosobo ke Cileunyi Bandung. Disana nanti diturunkan untuk mengambil bus menuju Jakarta. Ternyata banyak juga penumpang yang seperti kami. Dari Wonosobo, kami naik bus Sinar Jaya - DMI. Kondisi busnya bagus dan nyaman. Bahkan kami  sudah tertidur lelap ketika dibangunkan sekitar jam setengah empat pagi untuk turun di Cileunyi.
Di Cileunyi ternyata sudah banyak orang yang menunggu bus ke Jakarta bahkan rela berdiri di bus. Kami sengaja menunggu bus yang kosong agar bisa tidur. Akhirnya lewat juga bus Primajasa. Ongkos ke Jakarta 26 ribu. Bus ini berakhir di pangkalan khusus bus Primajasa di Cawang dekat UKI. Kami tiba di jakarta sekitar jam setengah sembilan pagi karena sempat macet di jalan tol.
Akhirnya perjalanan ini pun berakhir sudah.

2 comments:

  1. Mas Alex penitipan barangnya di sebelah mana ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. di dekat tempat beli tiket masuk mas/mbak...

      Delete