Wednesday, June 19, 2013

Perjalanan ke Makassar (TN Bantimurung, Losari dan sekitarnya), Tana Toraja, dan Tanjung Bira (4)

Diturunkan oleh pete pete tepat di ujung jalan. langsung menghadap laut. tinggal turun tangga dan menuju ke pantai bira yang putih. Tapi saya ingin mencari penginapan dulu. dan disini berjejer rumah rumah yang dijadikan penginapan. sangat banyak. Saya tertarik memasuki salah satu rumah yang menjadi operator dive disitu. Ternyata itulah satu satunya operator dive di tanjung bira.Untuk info lengkap bisa juga mengunjungi websitenya di www.biradivers.com atau www.biradivecamp.com

Setelah bertanya tanya tentang harga dive, saya pun bertanya tentang penginapan yang murah didaerah sini. Sebenarnya secara umum, penginapan disini murah. mulai dari 100 ribu sampai 200 ribu. Untuk penginapan yang menghadap laut mulai dari 100 ribu. Namun saya coba untuk mencari yang termurah. Saya tanya apakah ada yang dibawah 100 ribu? Sambil tertawa dia berkata, 100 ribu sudah yang paling murah, tapi coba ke penginapan Riswan Guest House, mungkin bisa.
Dan saya pergi ke penginapan Riswan Guest House, dan ternyata si ibu memberikan saya tarif rp80 ribu untuk satu malam (tanpa AC, hanya kipas angin dan kamar mandi didalam). Namun si Ibu memberi pesan bahwa sebenarnya tarifnya 100 ribu, jadi mohon dishare ke teman teman yang lain penginapan Riswan Guest House sebagai imbal baliknya. Beres bu... Akhirnya saya menginap di penginapan tersebut berjarak sekitar 50 meter dari pantai. Langsung saya mandi setelah tidak mandi dua hari. kemudian beristirahat sebentar untuk bersiap siap menikmati senja di pantai bira.

Ini papan penginapan riswan yang saya catat:

RISWAN GUEST HOUSE (Penginapan)
Good Value Accomodation
Rooms with Fan or AC
Meals available - free tea and coffee
HP: 081346434425
HP2: 085258032444

Satu lagi keunggulan penginapan Riswan, mereka memiliki peta tentang lokasi Bira yang didesain sendiri. Kita bisa memintanya. Map ini cukup membantu untuk mengetahui lokasi menarik yang ada di area ini.
Sekitar jam 5 sore, saya keluar penginapan untuk menikmati senja dan berjalan jalan di pantai. Matahari terbenam sekitar jam setengah enam sore. Betapa indahnya sore itu. Sangat romantis. Pasirnya pun putih dan halus seperti tepung. Air lautnya juga agak surut. Benar benar pemandangan yang sangat menyejukkan.
Setelah itu saya bergegas untuk mencari makan malam di arena penginapan. Di kompleks bira ini, bila dilihat sekilas hanya sedikit rumah makan, namun sebenarnya hampir semua guest house memiliki restoran untuk tempat makan termasuk tempat saya menginap. Informasi yang saya dapat di Salassa guest house merupakan tempat makan yang enak, tapi sebenarnya banyak juga tempat makan yang enak didominasi oleh makanan laut.
Senja di Pantai Bira
Setelah itu saya kembali ke penginapan. Sebenarnya saya ingin diving di Bira, namun karena sendiri, merasa kurang nyaman sehingga saya memutuskan hanya snorkeling saja. Riswan Guest House memiliki segalanya kecuali operator dive. Beliau memiliki kapal dan juga banana boat. Saya mendapat harga murah dua ratus ribu rupiah untuk snorkeling besok sekaligus jalan ke Pulau Liukang Loe. Biasanya beliau membandrol harga dua ratus lima puluh ribu. Saya juga menyewa peralatan mask dan snorkeling sebesar 25 ribu ke mas Riswan.
Keesokan harinya sekitar pukul setengah delapan pagi, kami pun berangkat. Ada dua titik yang menjadi area snorkeling saya. Sayang memang saya tidak membawa kamera underwater, tapi tak masalah yang penting kenikmatannya..hehehe.... Sangat indah, berbagai batu karang dan ikan ikan seperti ikan nemo sangat banyak di area ini. Setelah capek snorkeling, saya dibawa ke Pulau Liukang Loe yang sebenarnya terlihat di kejauhan bila dari Pantai Bira. Di pulau ini ada juga beberapa penginapan. Saya beristirahat di salah satu pondok. Pantai disini juga sama indahnya, pasirnya juga halus. Tempatnya juga masih sepi. Serasa pulau pribadi. Setelah puas, kami pun kembali ke Pantai Bira. Kemudian saya bersiap untuk check out dari hotel. 
Pantai Bira


Pulau Liukang Loe
Tepat jam 12 siang saya keluar dari penginapan Riswan Guest House. Si ibu kembali mengingatkan untuk jangan lupa mempromosikan penginapannya ke teman teman. Beres Bu..hehehe....
Sebenarnya pete pete masuk ke dalam area penginapan Bira, tapi saya sengaja ingin jalan kaki. Walau panas dan memanggul tas, tapi saya ingin lebih puas melihat kondisi daerah sini. Sehingga saya jalan sepanjang 500 meter menuju pelabuhan Bira. Rencana saya disitu saja mengambil pete pete. Ternyata di pelabuhan ada sebuah rumah makan. Akhirnya saya makan dulu. Yang unik adalah, ketika saya memesan ikan goreng, saya diajak ke dapurnya untuk memilih ikan yang mana yang mau digoreng. Semuanya segar segar. Saya asal pilih saja. Dan memang benar benar enak. Ikannya segar sehingga rasanya maknyuss...

Dari pelabuhan Bira ini, ada kapal yang rutin ke Pulau Selayar. Dan satu lagi adalah ada kapal seminggu sekali menuju Labuan Bajo. kalau dari Labuan Bajo ke Bira setiap hari Selasa, sementara kalau dair Bira ke Labuan Bajo setiap hari Senin. Tapi ada yang bilang juga hari minggu malam. Lebih baik tanyakan orang sekitar saja jadwal pastinya. Di pelabuhan ini ada ATM BNI yang menjadi satu satunya atm di daerah ini. Kondisi pelabuhan Bira tidak ramai. Namun keindahan lautnya membuat mata ingin selalu memandangnya. Daerah ini memang benar benar masih bersih.

Setelah itu selesai, saya naik pete pete menuju Bulukumba. Bila pete petenya langsung ke terminal Bulukumba, maka ongkosnya 12 ribu. Namun terkadang, pete petenya hanya sampai Tanah Beru, dan dari Tanah Beru nyambung ke Bulukumba. Bila demikian ongkos ke Tanah Beru 5 ribu dan dari Tanah Beru ke Bulukumba 7 ribu.
Saya memang sengaja berhenti di Tanah Beru karena ingin melihat lokasi pembuatan Perahu Pinisi. Inilah kampung spesialis pembuat perahu Pinisi sejak jaman dahulu. Saya bertanya ke supir pete pete kemana arah jalan kaki menuju kampung tersebut. Ternyata lokasinya juga di tepi pantai yang indah. Namun pantainya tidak terlalu bersih karena banyak benda bekas pembangunan kapal. Disini kita bisa lihat berjejer pembuatan kapal pinisi.
Oh iya, di tanah beru ini sudah ada satu minimarket Indomaret.
Setelah selesai, saya melanjutkan perjalanan ke terminal Bulukumba.
Tanah Beru

Beruntungnya saya di terminal Bulukumba langsung dapat mobil panther ke Makassar dan langsung berangkat. Namun di tengah perjalanan, banyak penumpang dan sepertinya sudahjadi kebiasaan bahwa penumpang akan dipaksa berdesakan di dalam. Saya yang duduk paling depan saja sempat sekitar satu jam berbagi tempat duduk dengan penumpang lain.
Namun yang membuat saya agak terkejut, sampai di Makassar ongkos saya hanya dikenakan 35 ribu rupiah. Wah beda jauh dengan ketika saya berangkat. Memang belum ada standar yang pasti dalam ongkos transportasi dari Makassar ke Bira ini.

Saya turun di pemberhentian terakhir di Terminal Mellengkeri di Makassar sekitar jam 7 malam. Dari situ dengan bantuan supir mobil panther tadi, saya naik pete pete menuju ke Losari. Ongkosnya tiga ribu rupiah. Di Losari saya makan malam di warung tenda yang banyak berjejer disana. Tersedia banyak makanan laut. Tapi harganya agak mahal, mungkin karena bawaan dari Bira yang harganya lebih murah..hehehe...
Setelah itu saya ke jalan Somba Opu menuju toko souvenir yang bernama TORAJA. Toko ini menyediakan souvenir yang lumayan lengkap, dari makanan sampai pernak pernik, seperti tas atau kain, dan juga minyak angin khas sulawesi selatan. Saya bertanya kepada ibu pemilik toko tersebut bagaimana caranya ke bandara Hasanuddin dengan tidak menggunakan taksi. Karena kalau menggunakan taksi pasti mahal, soalnya jauh ke kabupaten Maros.
Karena sudah jam 9 an malam, damri sudah tidak ada lagi. Sebenarnya Damri lewat daerah situ, di lapangan karebosi atau ada singgah di hotel daerah situ. Kemudian saya diajari untuk menggunakan pete pete. Namun harus ganti pete pete. Pertama saya naik pete pete dari jalan somba opu tersebut ke mall yang tidak berapa jauh dari situ (sudah lupa namanya), bayar ongkos dua ribu. Setelah itu mengambil pete pete lagi untuk menuju ke bandara, saya bayar ongkos lima ribu karena pada saat itu hanya tinggal saya penumpangnya. Sampai di bandara, saya menggunakan jasa ojek dan ongkosnya berhasil saya tawar menjadi 12 ribu.
Sampai di gedung bandara, saya awalnya agak heran, wah banyak sekali calon penumpang yang sedang duduk duduk di lokasi air mancur ini. Ternyata mereka hanyalah masyarakat yang memang sengaja datang kesitu untuk menghabiskan malam di air mancur dan depan gedung bandara yang mega itu. Wah sepertinya perlu dibangun sarana hiburan buat masyarakat sekitar.
Bandara Sultan Hasanuddin
Setelah makan dan membersihkan diri, waktu masih menunjukkan jam 11 malam di bandara. Sementara pesawat saya jam 2.30 pagi dinihari. Saya pun tidur di bandara bersama penumpang lain. Sepertinya saat ini Citilink tidak ada lagi penerbangan makassar jakarta untuk jam segitu. penumpangnya memang tidak banyak.
Akhirnya saya tiba di Jakarta jam setengah enam pagi, dan berakhirlah perjalanan saya dari hari Selasa pagi sampai Sabtu pagi tiba di Jakarta. Perjalanan ini sangat menyenangkan.

Sunday, June 2, 2013

Perjalanan ke Makassar (TN Bantimurung, Losari dan sekitarnya), Tana Toraja, dan Tanjung Bira (3)

Kamis jam 05.30 pagi, bus Bintang Prima dari Toraja yang kutumpangi tiba di pool bus Bintang Prima di Makassar. Pool bus ini berada di jalan urip sumoharjo, tepat di depan kantor gubernur sulawesi selatan.
Tujuanku adalah ke Pantai Losari. Sudah ada pete-pete yang lalu lalang. Dari urip sumoharjo ke pantai losari tidak terlalu jauh. sekitar 5-6 km. Bisa naik pete - pete yang lewat dari jalan tersebut, atau juga naik taksi. Tapi hati hati dalam menawar naik taksi. Karena kalau pake argo sebenarnya hanya sekitar 15 ribu saja.

Saya sampai di pantai Losari sekitar jam 6 pagi. Ada beberapa orang yang berolahraga. Beruntung saya bisa menikmati damainya pagi di pantai Losari. Saya duduk di bangku yang banyak di pantai losari sarapan dengan apa yang saya miliki sambil menikmati munculnya matahari, Cukup nikmat apalagi kondisi tidak ramai. Sayang ketika saya ke kamar mandi disitu, kondisinya tidak bisa dikatakan baik. Sekedarnya saja walaupun bayar. Sebenarnya saya berniat untuk mandi, jadinya hanya gosok gigi dan cuci muka saja.

Setelah puas menikmati pantai, saya menyusuri tepi pantai, atau jalan somba opu, untuk menuju benteng Fort Rotterdam. Jaraknya sekitar 1 km kalau jalan kaki. Bisa juga naik pete pete bayar ongkos seribu rupiah atau becak yang banyak mangkal di losari.
Di jalan somba opu banyak tempat makan atau jual cenderamata dan oleh oleh. Tapi niat saya untuk membeli, ditahan dulu, karena saya masih mau pergi ke Tanjung Bira.
Pantai Losari

Benteng Fort Rotterdam kondisinya bagus dan terawat. Jika naik ke salah satu sudutnya, memang terlihat Laut Makassar. Benteng ini memang strategis. Di dalam benteng ini banyak bangunan bangunan dengan arsitektur Belanda, dan di salah satu gedung terdapat juga museum. Sebenarnya masuk ke benteng ini gratis, namun ketika kita mencatatkan nama di buku pengunjung, petugas meminta uang seikhlasnya. Saya beri saja lima ribu rupiah.
Benteng Fort Rotterdam

Setelah puas melihat lihat dan beristirahat di Benteng Fort Rotterdam, saya berniat untuk ke Benteng Somba Opu. Saya penasaran karena menurut sejarah inilah benteng tertua yang ada di Makassar.
Saya bertanya kepada petugas di benteng Fort Rotterdam bagaimana cara untuk ke benteng somba opu.
Dari gerbang benteng fort rotterdam, berjalan sekitar 200 meter ke kanan menuju bundaran, dan kita menunggu pete pete yang keluar dari perempatan jalan sulawesi. Nanti pete pete ini berhenti di cendrawasih, bayar ongkos dua ribu rupiah. Dari cendrawasih ini ambil pete pete yang tujuannya ke terminal Malengkeri. Katakan saja kepada sopirnya agar diturunkan di persimpangan jalan menuju benteng somba opu, dan ongkosnya tiga ribu rupiah. Namun saya pada saat itu, ketika sampai di cendrawasih, supirnya bertanya hendak kemana, dan beliau mau mengantarkan sampai ke persimpangan menuju benteng somba opu namun ongkosnya ditambah menjadi lima ribu rupiah. Lumayan... jadi lebih mudah.

Setelah diturunkan dari pete pete, kita harus berjalan lagi sekitar 1 km untuk menuju lokasi benteng somba opu. Saya mencoba naik becak yang banyak mangkal disitu. ongkosnya 10 ribu. Ternyata kompleks benteng somba opu sangat besar. Dari gerbangnya sampai ke bentengnya yang lokasinya paling ujung mungkin ada 1 km. Saya diantar ke lokasi bentengnya. Dan ternyata, sangat jauh seperti benteng Fort Rotterdam. Benteng ini hanya terdiri dari sekumpulan tembok batu setinggi 2 meter yang panjangnya mungkin sekitar 5 - 10 meter. Ternyata benteng ini dulunya diduga berbentuk segi empat mengelilingi area sebesar 1500 hektar. Panjang temboknya sampai 2 km. Namun sempat dihancurkan Belanda dan kemudian terendam air laut. Nah, di area ini banyak dibangun rumah rumah adat dari berbagai suku yang ada di sulawesi selatan. Terdapat juga museum yang bernama museum Karaeng Patingalloang yang berisi barang barang yang ditemukan ketika proses penggalian benteng ini. Ada uang, jenis bebatuan, meriam, dan lainnya. yang menarik dari museum ini, terdapat gambar perkiraan dari benteng ini, namun gambarnya terdapat di langit langit museum, dan kita melihatnya dari cermin yang terdapat di bawah. Biaya masuk museum sebesar lima ribu, untuk ke kompleksnya gratis.
Sisa peninggalan Benteng Somba Opu

Museum dan Rumah adat di Kompleks benteng Somba Opu

Masih terus dilakukan penggalian dan penelitian terhadap benteng ini. Banyak mahasiswa yang belajar di benteng ini, mungkin mereka mahasiswa sejarah atau arkeologi. Dulunya tinggi tembok tembok tersebut sekitar 7 meter, namun karena sedimentasi dan tidak ditempati selama ratusan tahun, jadinya tertimbun tanah. Inilah sisa dari kerajaan Gowa dan sekarang lokasi benteng ini berada di kabupaten gowa. Setelah saya rasa cukup, saya kembali ke persimpangan jalan tempat melintasnya pete pete. Cukup melelahkan berjalan di terik matahari sekitar 1 km lebih. Karena saya ingin ke Tanjung Bira, maka tujuan saya adalah ke Terminal Malengkeri. Beruntungnya, dari persimpangan jalan benteng somba opu ke Terminal Malengkeri tidak terlalu jauh. Sekitar 20 - 30 menit naik pete pete. Ongkosnya sekitar 2 ribu atau 3 ribu tergantung supirnya :)

Sampai di Terminal Malengkeri, saya langsung mencari kendaraan yang menuju Tanjung Bira atau Bulukumba. Transportasi disana menggunakan kendaraan Kijang atau Panther. Beruntungnya saya setelah saya masuk, mobil langsung berangkat. Karena memang supirnya baru mulai jalan kalau sudah ada penumpang minimal 3 orang. Namun yang kurang enak adalah ongkosnya. Selama di perjalanan masih di kota makassar, banyak penumpang masuk, namun rata rata ke Bulukumba. Hanya saya dan seorang yang lain ke Tanjung Bira sehingga supir hanya ingin ke Tanjung Bira. Persetujuan awal, ke Bulukumba ongkosnya 35 ribu sementara ke Tanjung Bira 50 ribu. Namun karena kami hanya berdua ke Tanjung Bira, supir minta 70 ribu untuk kami berdua. Sebenarnya saya ingin turun  di Bulukumba saja. Namun karena seorang lagi perempuan dan membawa banyak barang (sepertinya dia berdagang di Tanjung Bira), dia pinginnya langsung ke Tanjung Bira. Yah... apa boleh buat, saya mengalah sajalah... ongkos saya jadinya 70 ribu. Tapi dengan bantuan pak supir, ketika memasuki kompleks Pantai Tanjung Bira, saya tidak dikenakan biaya turis..hehehe....
saya lihat, untuk turis domestik dikenakan biaya administrasi 10 ribu rupiah.. Ya, dianggap impas sajalah.

Sebenarnya bila kita dari Terminal Bulukumba menuju Tanjung Bira tidak sulit. Dari terminal Bulukumba, tinggal naik pete pete jurusan Tanjung Bira, ongkosnya 12 ribu. Atau bisa juga dari Terminal Malengkeri mengambil bus yang menuju Pulau Selayar. Nanti kita turun di pelabuhan Tanjung bira (jangan sampai ikutan menyeberang :)). Dari pelabuhan Tanjung Bira, ke pantainya dan penginapannya tinggal berjalan 500 meter, atau naik pete pete bayar seribu rupiah.
Perjalanan dari Makassar ke Tanjung Bira memakan waktu sekitar 5-6 jam. Sebenarnya jaraknya 200 km. Namun di tengah perjalanan ada bagian jalan yang rusak, ada juga melewati kota yang cukup ramai, sehingga memakan waktu lebih.

bersambung...